Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
88
Gambar 38 Grafik simulasi hasil produksi tanpa kapal ilegal skenario A=menurut daftar kapal, skenario B=menurut laporan
ket. : MSY=maximum sustainable yield, J_Total = jumlah total, JT_Bwg=jumlah tangkapan di Banyuwangi, JT_Jemb= jumlah tangkapan di
Jembrana, JTKB_Bwg=jumlah tangkapan kapal besar di Banyuwangi, JTKB_Jemb =jumlah tangkapan kapal besar di Jembrana, JTKM_Bwg=jumlah tangkapan kapal menengah di
Banyuwangi, JTKM_Jemb=jumlah tangkapan kapal menengah di Jembrana.
Hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran masyaraknelayan yang rendah khususnya terhadap kelestarian sumberdaya lemuru, SKB ditetapkan belum
melihat keadaan sosial ekonomi masyarakatnelayan sehingga peraturan yang dibuat dianggap merugikan, sosialisasi serta ketegasan dan konsistensi petugas
yang lemah, ini terbukti banyaknya jumlah kapal yang ilegal. Kapal ilegal ini terjadi karena sosialisasi pemerintah daerah yang kurang, sehingga
Grafik simulasi hasilt tangkapan dan MSY model B tanpa kapal ilegal ton
Tahun T
on
M SY 1
J_ TOTAL 2
JT _Bwg 3
JT _Jemb 4
JT KB_Bwg 5
JT KB_Jemb 6
JT KM _Bwg 7
JT KM _Jemb 8
2005 2007
2009 2011
2013 2015
2017 2019
2021 2023
2025 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000 70,000
1
2 3
4 5
6 7 8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1 2
3 4
5 6
7 8
1 2
3 4
5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2
3
4 5
6 7
8 1
2
3
4 5
6 7
8 1
2
3
4 5
6 7
8 1
2
3
4 5
6 7
8 1
2
3 4
7 2
4 7
Grafik simulasi hasil tangkapan dan MSY model A tanpa kapal ilegal ton
Tahun T
on
M SY 1
J_ TOTA L 2
JT _Bwg 3
JT _Jemb 4
JT KB_Bwg 5
JT KB_Je mb 6
JT KM _Bwg 7
JT KM _Jemb 8
2005 2007
2009 2011
2013 2015
2017 2019
2021 2023
2025 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000 70,000
1 2
3 4
5 6 7 8
1 2
3 4
5 6
7 8
1 2
3 4
5 6 7 8
1 2
3 4
5 6 7 8
1 2
3 4
5 6 7 8
1 2
3 4
5 6 7 8
1 2
3
4 5
6 7 8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 7 8 1
2 3
4 5
6 7
8 1
2 3
4 5
6 8 1
2 3
4 5
6 8 1
2 3
4 5
6 1
2 3
4 5
1 2
3 4
5 1
2 3 4
5 1
4 1
89
masyaraknelayan tetap membuat kapal. Ketika akan mengurus legalitasnya ternyata kuotanya sudah habis, walaupun demikian nelayan tetap
mengoperasikannya karena faktor ekonomi. Estimasi jumlah armada optimum bisa dihitung dengan membagi E
MSY
dengan konversi kemampuan operasi unit armada. Diketahui bahwa E
MSY
Produksi lemuru kalau dilihat dari ternd-nya dari tahun 2005 terjadi peningkatan gradiennya posistif sampai tahun 2010, namun puncak produksi
terjadi pada tahun 2007 dan terus berfluktuasi sampai tahun 2010 Gambar 19. Kejadian ini merupakan proses alamiah atau merupakan suatu dinamika dimana
pada saat terjadi peningkatan produksi, maka upaya atau alat produksi terus akan meningkat dan sebaliknya. Menurunya produksi di tahun 2005 ini disebabkan ada
3 bulan Mei, Juni, Juli di PPP Muncar dan di PPN Pengambengan di bulan April tidak berproduksi, karena musim paceklik berkepanjangan. Terjadi bulan
paceklik karena lemuru diperkirakan lagi musim memijah di bulan Juni-Juli di sekitar perairan Selat Bali Dwiponggo, 1972 dan Merta 1992. Musim paceklik
juga bisa bergeser atau terpengaruh karena musim tahunan, yaitu adanya pengaruh El-Nino Merta dan Nurhakim, 2004. Produksi lemuru kemudian terus
meningkat dan turun kembali di tahun 2010, dimana pada tahun ini di PPP =
4.600 triptahun sedang jumlah hari trip armada purse seine menengan sebesar 219 hari sedang armada purse seine besar sebesar 240 hari sehingga bisa dirata-
rata menjadi 230 hari per tahun. Diasumsikan lama trip per hari adalah 12 jam sehingga konversi kemampuan operasi sebesar 115, sehingga jumlah armada
purse seine optimum sebanyak 40 armada.
Gambar 38 merupakan simulasiilustrasi apabila kapal ilegal tidak ada, dampak yang terjadi pada skenario A adalah terjadi kemunduran over capasity
yaitu mulai terjadi tahun 2010, hasil produksi maksimum terjadi pada tahun 2018 dengan total 71.981,09 ton dan produksi akan jatuh setelah tahun 2023, sedang
skenario B terjadi kemunduran over capacity, terjadi pada tahun 2010, hasil produksi maksimum terjadi pada tahun 2020 dengan total produksi 71.576,76 ton
dan akan turun tajam produksinya setelah tahun 2025. Artinya dengan adanya operasi kapal ilegal eksploitasi terhadap sumberdaya ikan lebih berat sehingga
lebih cepat mengalami degradasi.
90
Muncar sekitar 5 bulan Juni, September, Oktober, Nopember, Desember tidak bisa berproduksi, hal ini lebih disebabkan karena faktor cuacaiklim, menurut
nelayan berbarengan dengan musim ikan lomba-lomba sehingga lemuru kabur. Di PPN Pengambengan masih berproduksi meskipun relatif sedikit, ini lebih
disebabkan oleh daerah fishing ground berada di daerah paparan Bali, sehingga kapal-kapal nelayan di PPP Muncar tidak berani melaut karena cuaca buruk,
disamping faktor sumberdaya lemuru sendiri yang relatif sedikit. Lemuru mempunyai pola musim yang umum, yaitu melimpah pada musim
timur terutama pada bulan September sampai dengan Desember, dan di bulan lainnya cenderung berkurang, meskipun lemuru tertangkap sepanjang tahun.
Musim timur melimpah karena adanya fenomena proses upwelling yang dimulai pada bulan April dan berakhir pada bulan Oktober Merta Nurhakim, 2004,
dimana mengakibatkan perairan menjadi subur terhadap plankton, sementara plankton sebagai makanan lemuru. Musim barat terjadi paceklik kususnya pada
bula Juni-Juli karena diperkirakan pada bulan tersebut sedang musim memijah Dwiponggo, 1972 dan Merta, 1992. Seperti terlihat pada Gambar 27 bahwa
indeks musim jelas menunjukan bahwa musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober sampai akhir Maret, dimana indeks musimnya di atas seratus atau diatas
indeks musim standart. Puncak dari indeks musim terjadi pada bulan Desember dengan nilai indeks 125,5 dan pada bulan Maret dengan indeks musim 123,1.
Indeks musim terendah terjadi pada bulan Juli dengan nilai 75,2. Hasil produksi bulanan rata-rata selama 6 tahun terakhir seperti pada Gambar
22 jelas terlihat bahwa di musim timur hasil produksi relatif besar dibanding dengan musim barat. Produksi terendah terjadi pada bulan Juni, Juli, dan
Agustus, dimana pada bulan tersebut merupakan musim memijah. Seperti pada Gambar 27, jelas terlihat pengaruh musim, dimana pada musim timur indeks
musim relatif tinggi sedang pada musim barat cenderung kecil. Fishing ground
lemuru seperti pada Gambar 23 sudah sejak lama dikenal masyarakat nelayan secara turun-temurun dan sampai sekarang belum berubah,
yaitu di Klosot, Senggrong, Tanjung Angguk, Karang Ente, Grajagan, Pulukan, Seseh, dan Uluwatu Merta Monintja, 2002. Selat Bali merupakan fishing
ground, karena merupakan daerah terjadinya upwelling yang mengakibatkan
91
perairan subur akan nutrien yang berakibat banyak plankton, kondisi seperti ini yang menjadikan perairan banyak lemuru karena plankton menjadi makanan
lemuru. Berdasarkan hasil penelitian pada bulan September-Oktober 2004, secara umum arus permukaan bergerak dari tenggara selatan selat menuju ke luar selat
di bagian utara selat, kecepatan arus pemukaan antara 0,001 mdt - 1,6 mdt, dan adanya upwelling dan downwelling berkisar antara 0,01.10
-4
mdt - 2,4.10
-4
mdt Pranowo Realino, 2004.
Hasil produksi per upaya CPUE dari tahun 2005 sampai 2010 masih terjadi trend
cenderung naik, meskipun puncaknya terjadi pada tahun 2007. Fluktuasi CPUE
ini relatif besar yaitu berkisar antara 4,67 - 6,44 tonupaya Tabel 13 Berdasarkan model surplus produksi Schnute,1977 diperoleh bahwa MSY
sebesar 30.379,917 tontahun dengan E
MSY
Menurut Setyohadi 2009 diperkirakan sumberdaya lemuru memiliki cadangan lestaristock lestari sebesar 208.152,2 ton dengan MSY sebesar 23.447,9
tontahun, dengan potensial alat tangkap purse seine 24 unittahun, dan sudah mengalami over exploited, penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 2007.
Menurut Tinungki 2005 bahwa potensi lestari lemuru MSY sebesar 19.509,36 tontahun dengan E
sebesar 4.600 triptahun seperti pada Gambar 26 terlihat bahwa kelompok pertama tahun 2005, 2006, 2010
produksinya berada dibawah produksi optimum, artinya bahwa produksi pada tahun tersebut belum membahayakan sumberdaya lemuru. Sebaliknya pada tahun
2007, 2008, 2009 sudah overcapacity, tentu ini perlu perhatian karena sudah mengancam sumberdaya lemuru. Gejala ini sebenarnya merupakan dinamika
yang dinamis dimana pada saat produksi menurun cenderung akan berkurang alat produksi sehingga hasil produksi bisa dibawah kapasitas optimum, namun
sebaliknya bila terjadi peningkatan produksi alat produksi juga meningkat sampai pada batas tertentu, bahkan sampai overcapacity. Seperti yang terjadi pada Tabel
13, pada awalnya kecil kemudian meningkat menjadi besar pada titik tertentu turun kembali dan pada titik tertentu pasti akan kembali naik lagi, karena
sumberdaya ikan yang dinamis selalu berubah setiap waktu tertentu.
MSY
sebesar 14.424 triptahun kondisi perairan sudah mengalami over exploited sumber data statistik perikanan provinsi 1997-2002.
Menurut Zulbainarni 2002 potensi lestari MSY lemuru di Selat Bali sebesar
92
56.815,37 tontahun dan dinyatakan economic everfishing dengan E
MSY
sebesar 23.383 triptahun dengan jumlah armada optimum 130 unit sumber data statistik
perikanan provinsi 1977-1998. Sedang Menurut Merta 2000 bahwa pada tahun tahun 1992 potensi lestari MSY sebesar 40.000 tontahun dan f
optimum
180 unit, kondisi perairan sudah mengalami over-fishing dan pada tahun 1986 potensi
lestari MSY sebesar 80.332 tontahun dan f
optimum
207 unit, kondisi perairan juga sudang mengalami over-fishing.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya bahwa MSY cenderung menurun dari tahun 1986 sampai 2002 dan sedikit naik kembali sampai tahun 2010
Gambar 38, hal ini menunjukan bahwa dinamika perikanan lemuru dari tahun ke tahun cenderung berubah. Perubahan ini cenderung ke arah negatif yaitu terjadi
penurunan produksi walaupun produksi tahun 2002 sampai 2010 mengalami kenaikan, namun masih jauh dibawah tahun 1986.
Gambar 39 Perbandingan potensi lestari MSY lemuru di Selat Bali dari tahun 1986-2010
Lemuru memiliki umur maksimal hanya mencapai 4 tahun Dwiponggo,1972 dan Merta, 1992 dan diperkirakan berada di Selat Bali hanya
sekitar 2,5-3 tahun Merta Monintja, 2002, penangkapan ikan akan lebih optimal bila dilakukan setelah bulan Agustus dan setelah mencapai ukuran diatas
15,5 cm karena pada bulan Juni-Juli merupakan musim memijah. Artinya nelayan memiliki kesempatan menangkap ikan selama 2 tahun dari usianya karena setelah
93
3 tahun ikan akan menghilang dari Selat Bali. Di Pantai Kuta-Bali hampir setiap tahun terjadi fenomena lemuru mati bahkan sampai ratusan ton, namun belum ada
penelitian yang menjelaskan fenomena ini, beberapa ahli mengatakan bahwa fenomena ini karena terjadinya blooming alga beracun, namun mengapa
ikanbinatang lainnya yang memakan plankton tidak ada yang ikut mati?. Berdasarkan penjelasan umur ikan di atas bisa juga karena faktor usia lemuru
yang lepas dari penangkapan sehingga mengalami mortalitas secara alami, dan ini harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan.
Sumberdaya manusia disektor perikanan tangkap pada prinsipnya adalah terdiri dari nelayan tetap dan tenaga kerja pendukung pedagang, buruh di
pelabuhan dan sekitarnya, serta buruh pabrik. Jumlah nelayan tetap di Kab. Jembrana dari tahun 2005 sampai tahun 2010 terus terjadi kenaikan, namun
nelayan kapal purse seine cenderung menurun 5.428 orang di tahun 2008 di tahun 2009 tinggal 2.960 orang, karena sangat terbatasnya armada dan adanya
pembatasan jumlah armada sehingga membuat lapangan pekerjaan perikanan lemuru cenderung statis. Armada purse seine hanya mampu menyerap tenaga
kerja sekitar 29 dari nelayan yang ada, sehingga sisanya bergerak dalam armada lainnya. Kondisi ini sangat berbeda dengan di Kab. Banyuwangi, dimana armada
purse seine mampu menyerap 60 dari jumlah nelayan yang ada, karena armada
purse seine di PPP Muncar ada peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Perkembangan industri pengolahan lemuru di kedua kabupaten berkembang pesat, namun tidak dibarengi dengan analisa maksimum produksi lemuru,
sehingga terjadi ketimpangan dengan kapasitas produksi maksimal industri. Di Kab. Banyuwangi kapasitas maksimum untuk industri besar tepungminyak dan
pengalengan memiliki kapasitas maksimum sekitar 970 tonhari lemuru sebagai bahan baku dan usaha tradisional memiliki kapasitas maksimum 14,3 tonhari
ikan asin dan ikan pindang. Di Kab. Jembrana baik industri tepung maupung pengalengan memiliki kapasitas maksimum sebesar 620 tonhari dan sekitar 2,25
tonhari untuk ikan pindang. Keperluan industri besar bila dijumlahkan mencapai 1.590 tonhari dan untuk industri tradisional sebesar 16,55 tonhari, sementara
potensi lestari MSY hanya 30.379,917 tontahun. Kondisi ini sangat tidak optimum bagi industri pengolahan lemuru, sehingga ada beberapa industri
94
pengolahan yang mengalihkan industri pengalengan mencari bahan baku lain yaitu ikan tuna guna untuk mengejar devisit produksi. Perusahaanindustri
dengan kapasitas yang relative besar tersebut perlu pemanfaatan secara optimum guna untuk meningkatkan produksi, namun harus disesuaikan dengan ketersediaan
sumberdaya lemuru agar tetap sustainable dengan cara melakukan diversifikasi produksi dengan bahan baku selain lemuru, misalkan tuna, cakalang, tongkol,
lisong, dan jenis lainnya yang masih banyak sumberdayanya di sekitar Selat Bali maupun di Samudera Hindia bagian selatan Bali maupun Jawa.
Simulasi dinamis dengan powersim 2.5 diasumsikan menjadi dua skenario, yaitu skenario A yang diartikan sebagai seluruh jumlah armada purse seine yang
terdaftar baik legal maupun ilegal seperti Tabel 5, sedang skenario B diartikan sebagai seluruh jumlah armada purse seine yang terlaporkan baik legal maupu
ilegal khususnya di PPP Muncar berjumlah 202 unit KB kapal besar dan 1 unit KM kapal menengah. Simulasi ini dibedakan karena perbedaan jumlah armada
yang cukup besar 146 unit KM, tentu perbedaan itu sangat berpengaruh terhadap sumberdaya lemuru, kegiatan maupun produk turunan lainnya.
Berdasarkan hasil simulasi yang didasarkan dari rata-rata dinamika perikanan lemuru selama 6 tahun dan simulasi diawali pada tahun 2005 dimana
pada tahun 2005 tersebut masih terjadi under exploited yang diharapkan tahun- tahun berikutnya produksi akan meningkat. Hasil perbandingan pada Gambar 39
yang diperkirakan produksi akan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya namun akan sangat sulit bisa mencapai seperti pada tahun 1986. Pada skenario A dari
hasil simulasi didapatkan produksi maksimum pada tahun 2016 sekitar 72.267,92 ton dengan effort sebesar 11.016 trip, namun apabila diperbandingkan dengan
skenario B produksi maksimum sebesar 71.912,15 ton dan ini terjadi pada tahun 2017 dengan effort 10.501 trip Tabel 20. Perbandingan ini bisa dijelaskan
bahwa hasil produksi maksimum relatif sama, hanya berbeda sekitar 355,77 ton skenario A lebih besar dengan beda trip sebesar 515 trip skenario A lebih besar.
Produksi skenario A lebih besar dan lebih cepat satu tahun mencapai maksimum, tentu suberdaya ikan lebih berat mendapatkan tekanan sehingga kurang baik untuk
melakukan recovery, karena disebabkan oleh jumlah armada relatif jauh lebih besar. Dilihat dari sisi sosial ekonomi memiliki dampak yang jauh berbeda,
95
dimana skenario B armada purse seine memiliki jumlah trip per armada dalam satu tahun lebih banyak sehingga hasil yang diperoleh relatif lebih besar
dibanding dengan skenario A, dan jumlah CPUE kedua skenario relatif sama.
Dari sisi tenaga kerja orang-trip relatif sama, namun skenario A jauh lebih banyak menyerap jumlah tenaga kerja walaupun lebih lebih cepat optimum. Skenario A
rata-rata per trip memerlukan tenaga kerja 47 orang sedang skenario B memerlukan tenaga kerja per trip sebesar 48 orang, namun jumlah armada
skenario A relatif besar 423 unit, sedang skenario B jumlah armadanya hanya 277 unit.
Kelestarian sumberdaya lemuru harus diperhatikan karena merupakan tolok ukur eksploitasi sumberdaya. Skenario A mengalami over exploited mulai tahun
2009 dengan produksi sebesar 33.844,92 ton yang sudah melebihi potensi lestari MSY. Over exploited ini akan berlangsung selama lebih 10 tahun, yaitu sampai
tahun 2020 38.267,66 ton. Skenario B mengalami over exploited juga mulai tahun 2009 31.449,61 ton dan berlangsung sampai tahun 2020 58.990,83 ton.
Hasil simulasi bila dibandingkan dengan hasil riel terjadi perbedaan dimana pada tahun 2007 sudah over exploted, sementara hasil simulasi baru mulai tahun 2009.
Perbedaan ini terjadi dengan ragam yang relatif kecil validasi KF = 48,2, namun untuk tahun 2010 relatif besar perbedaan. Perbedaan ini terjadi karena di
tahun 2010 ada 5 bulan Juni, September-Desember di PPP Muncar tidak ada produksi lemuru. Perbandingan skenario A dan B dengan mengurangi 146 unit
armada KM hanya mampu memperlambat over exploited selama beberapa bulan saja, dan juga hanya mampu memperlambat produksi maksimum selama satu
tahun. Kepentingan lain apabila 146 unit tetap dihitung adalah bisa menyerap tenaga kerja sebesar 3.358 orang dan penyerapan ini sangat besar. Berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya bahwa jumlah armada optimum tahun 1986 berjumlah 207 unit, tahun 1992 berjumlah 180 unit, tahun 1998 berjumlah 130
unit, tahun 2007 berjumlah 24 unit, sedang hasil penelitian pada tahun 2010 diperkirakan berjumlah 40 unit, sementara tahun 2010 jumlah armada yang ada
sebanyak 423 unit. Artinya setiap tahun tertentu terus terjadi penurunan E
MSY
, ini menunjukan bahwa potensi sumberdaya lemuru terus mengalami tekanan yang
berat sehingga sulit untuk melakukan recovery secara maksimal. Sulit diambil
96
suatu keputusan apabila jumlah armada didasarkan pada jumlah armada di tahun sebelum 2010, karena jumlah armada yang terlanjur beroperasi relatif banyak.
Jumlah armada yang diusulkan tersebut semata-mata berdasarkan pada E
MSY
Jumlah produksi lemuru di tempat pelelangan ikan TPI di Kab. Jembrana relatif lebih kecil di banding dengan Kab. Banyuwangi, tentu ini akan banyak
berpengaruh terhadap proses berikutnya baik keuntungan maupun jumlah PAD yang diterima. Secara umum dari skenario A lemuru di Kab. Jembrana mampu
berproduksi sebesar Rp.17,77-54,29 milyar dan puncak produksi terjadi pada tahun 2016, sedang untuk skenario B mampu berproduksi secara maksimum
sebesar Rp.58,27 milyar dan terjadi pada tahun 2017. Di Kab. Banyuwang, lemuru mampu berproduksi sebesar Rp.28,16-227,01 milyar, puncak produksi di
terjadi pada tahun 2016 skenario A, sedang skenario B produksi maksimum sebesar Rp.221,65 milyar dan terjadi pada tahun 2017. Walaupun yang terjadi
perubahan armada di Kab. Banyuwangi, di Kab. Jembrana juga menerima dampak dari perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi adalah produksi maksimum bisa
dan kurang memperhitungkan dampak sosial ekonomi, karena apabila jumlah armada
tahun 2007 tersebut diberlakukan akan terjadi pengangguran sebesar 15.960 orang, dan apabila jumlah armada yang diberlakukan tahun 2010 akan terjadi
pengangguran sebesar 15.320 orang, jumlah tersebut cukup besar dan berbahaya, namun disisi lain sumberdaya lemuru juga terancam kelestariannya. Persoalan
klasik ini sudah menjadi persoalan yang rumit, karena menyangkut hajat hidup nelayan. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan secara komprehensif serta opsi-
opsi lain dimana masyarakat nelayan merasa tidak dirugikan, khususnya untuk mengatasi jumlah armada yang sudah terlajur banyak dengan jumlah tenaga kerja
juga relatif besar, namun kelestarian sumberdaya lemuru juga harus diperhatikan. Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu sub sistem yang
sangat penting dalam dinamika perikanan tangkap Charles, 2001, peran industri adalah untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi bentuk lain atau
merupakan proses transformasi produk sehingga ikan bisa memiliki nilai lebih tinggi dan bisa didistribusikan keseluruh jaringan pemasaran di dunia. Proses
produksi dalam industri lemuru sangat tergantung dari jumlah hasil produksi nelayan.
97
lebih besar walaupun relatif kecil, sedang di Kab. Banyuwangi terjadi penurunan produksi maksimum untuk skenario B walaupun relatif kecil. Kondisi ini terjadi
karena skenario A eksploitasi lebih besar sehingga terjadi peningkatan produksi dan lebih cepat mencapai puncak, keadaan ini tekanan terhadap sumberdaya ikan
sangat berat sehingga mengakibatkan proses recovery terhambat. Di Kab. Jembrana sebaliknya skenario B walaupun produk maksimum
mundur satu tahun, jumlah produksi bisa naik walaupun relatif kecil Rp.3,98 milyar ini disebabkan adanya KM yang stabil 74 unit sementara di Kab.
Banyuwangi hanya ada 1 unit sehingga persaingan penangkapan lebih baik, karena di daerah zona 2 lebih didominasi oleh nelayan KM Kab. Jembrana.
Secara total produksi di Selat Bali relatif sama antara kedua skenario A = Rp.45,93 - 281,30 milyar dan B = Rp.45,93-279,91 milyar, namun untuk skenario
B produksi maksimum mundur satu tahun.
Tabel 20 Perbandingan nilai optimum hasil simulasi CPUE-effort-tenaga kerja A=menurut daftar kapal, B=menurut laporan
Output Lokasi
Skenario Minimum th 2005
Jumlah Optimum
Jumlah KM
KB KM
KB
Produksi ton
Banyuwangi A
745,34 6.489,11
7.234,45 8.741,11
th 2016 49.580,35
th 2016 58.321,46
th 2016 B
745,34 6.489,11
7.234,45 773,69
th 2017 7.329,06
th 2017 56.943,17
th 2017 Jembrana
A 2.381,41
2.185,00 4.566,41
7.125,93 th 2016
6.820,52 th 2016
13.946,46 th 2016
B 2.381,41
2.185,00 4.566,41
7.639,92 th 2017
7.329,06 th 2017
14.968,98 th 2017
Selat Bali Total
A 11,800,86 th 2005
72.267,92 th 2016 B
11,800,86 th 2005 71.912,15 th 2017
Effort Banyuwangi
A 174
1.394 -
1.154 th 2016
6.674 th 2016
7.828 th 2016
B 174
1.394 -
384 th 2017
6.500 th 2017
6.884 th 2017
Jembrana A
804 728
- 1.955
th 2016 2.088
th 2016 4.043
th 2016 B
804 728
- 2.182
th 2017 2.363
th 2017 4.545
th 2017 Selat Bali
total A
2.782 th 2005 11.016 th 2016
B 2.782 th 2005
10.501 th 2016
Orang- trip
Banyuwangi A
4.002 76.670
63.804 26.544
th 2016 367.059
th 2016 393.603
th 2016 B
4.002 76.670
63.804 8.871
th 2017 357.527
th 2017 366.398
th 2017 Jembrana
A 19.269
26.208 90.672
46.924 th 2016
75.185 th 2016
122.109 th 2016
B 19.269
26.208 90.672
52.357 th 2017
85.070 th 2017
137.427 th 2017
Selat Bali Total
A 126.149 th 2005
515.712 th 2016 B
126.149 th 2005 503.828 th 2017
98
Peran pedagangtengkulak juga sangat vital karena proses transisi perdagangan relatif cepat, dimana mereka siap menyiapkan modal operasional
nelayan dan siap membeli hasil tangkapan dengan cash, kemudian pedagang ini menjual ke industri. Proses transisi ini yang menghasilkan keuntungan dimana
selisih harga beli dan jual. Rata-rata pedagang membeli dengan harga Rp.3.892 dan menjual dengan harga Rp.7.000, kemudian ikan yang rusak dijual dengan
harga Rp.3.000.
Gambar 40 Perbandingan besaran keuntungan pedagang di Banyuwangi dan Jembrana dari kedua skenario
ket=ABwg=skenario A Banyuwangi, BBwg =skenario B Banyuwangi, AJemb =Skenario A
jembrana, Bjemb=skenario B Jembrana
Di Kab. Banyuwangi keuntungan pedagang berkisar antara Rp.3,44-27,71 milyar skenario A, keuntungan maksimum terjadi pada tahun 2016. Skenario B
keuntungan maksimal sebesar Rp.27,06 milyar dan terjadi pada tahun 2017. Keuntungan maksimum skenario B relatif lebih kecil dan waktunya mundur satu
tahun, ini terjadi karena alat produksi yang jauh lebih sedikit sehingga mengakibatkan jumlah produksi berkurang dan lebih lambat. Kab. Jembrana
keuntungan pedagang sebesar Rp.206,26-629,96 juta dan keuntungan maksimum terjadi pada tahun 2016 skenario A, sedang skenario B keuntungan maksimum
sebesar Rp.679,96 juta dan terjadi pada tahun 2017. Keuntungan maksimum skenario B meningkat dibanding skenario A karena hasil produksi meningkat
akibat dampak dari berkurangnya alat produksi di Kab. Banyuwangi. Pedagang di Kab. Banyuwangi keuntungan relatif lebih besar dibanding dengan pedagang di
Kab. Jembrana, karena jumlah produksi lemuru di Kab. Banyuwangi jauh lebih
99
besar dan kapasitas armada penangkapan juga lebih besar Gambar 40. Secara produktifitas pedagang Kab. Banyuwangi jauh lebih baik karena dari jumlah
produksi ikan yang diperdagangkan hanya 65,81 yang menjadi ikan buruk kualitas dan ikan ini menjadi bahan baku tepung ikan, sedang di Kab. Jembrana
mencapai 76,56. Produk ikan rendah kualitas ini yang menjadikan tengkulak merugi karena sering terjual Rp. 3.000 dibawah harga beli Rp.3.892, namun
masih tertutup dengan harga ikan yang kualitas baik Rp.7.000. Artinya nelayan di Jembrana kurang memahami cara penanganan hasil produksi bila dibandingkan
dengan nelayan di Banyuwangi, karena hasil produksi relatif besar yang rusak. Simulasi produk industri merupakan output ikutan dari produk sumberdaya
lemuru. Secara riel kapasitas produksi di Kab. Jembrana maupun di Kab. Banyuwangi memiliki kapasitas yang sangat besar Kab. Banyuwangi,
tepungminyak dan pengalengan 970 tonhari dan usaha tradisional 14,3 tonhari, Kab. Jembrana industri tepung dan pengalengan 620 tonhari dan industri
tradisional 2,250 tonhari, namun sayang kapasitas tersebut tidak bisa optimum karena sumberdaya lemuru yang tersedia relatif sedikit. Berdasarkan hasil
simulasi diperoleh sebagai berikut : dengan skenario A Kab. Banyuwangi diperoleh hasil produksi tepung sekitar Rp.13,69-110,36 milyar dengan hasil
sampingan berupa minyak ikan sebesar Rp.4,76-38,38 milyar dengan keuntungan kotor setelah dipotong PPN dan modal beli ikan sekitar Rp.2,32-18,71 milyar.
Puncak produksikeuntungan berada pada tahun 2016. Skenario B memiliki produksi maksimum sebesar Rp.107,74 milyar tepung dan Rp.37,47 milyar
minyak ikan dengan keuntungan kotor maksimum Rp.18,27 milyar dan terjadi pada tahun 2017. Khusus industri tradisional pindang dan ikan asin sekarang
produksi juga jauh berkurang. Produksi industri tradisional skenario A juga relatif lebih besar dibandingn dengan skenario B, walaupun produksi maksimumnya
skenario B mundur satu tahun. Produksi maksimum skenario A sebesar Rp.60,35 milyar tahun 2016 dengan keuntungan maksimum sebesar Rp.8,70681 milyar
dan skenario B Rp. 58,92 milyar 2017 dengan keuntungan maksimum sebesar Rp.8,50 milyar Gambar 41.
Secara keseluruhan dari industri besar keuntungan skenario A Rp.29,98-
241,69 milyar relatif lebih besar dibanding dengan skenario B Rp.29,98-235,98
100
milyar, skenario A juga diperoleh keuntungan maksimum lebih cepat satu tahun Gambar 42. Hal ini disebabkan oleh jumlah armada yang jauh lebih besar di
banding dengan skenario B. Di pihak lain skenario A lebih cepat mengalami degradasipenurunan produksi maupun keuntungan dibanding skenario B, karena
mulai tahun 2017 sudah harus mengalami penurunan sementara skenario B baru akan memulai puncak
Gambar 41 Perbandingan hasil produksi industri kecilrumah tangga dan keuntungan Rp di Banyuwangi dan Jembrana dari kedua skenario
A=B=skenario hasil produksi, A1=B1=skenario keuntungan
Di Kab. Jembrana pola produksi industri juga sama, yaitu dalam simulasi juga diperoleh produksi maksimum terjadi pada tahun 2016 baik industri tepung,
pengalengan, dan tradisionalpindang serta keuntungan maksimum industri tepung Rp.5,21 milyar, pengalengan Rp.52,41 milyar, dan tradisional pindang
Rp.158,29 juta untuk skenario A. Skenario B puncak produksi terjadi pada
tahun 2017 baik tepung, pengalengan, tradisionalpindang, dan keuntungan puncak industri tepung Rp.5,59 milyar, pengalengan Rp.56,25 milyar, dan
tradisional pindang Rp.169,90 juta Tabel 21. Di Kab. Jembran terjadi berbanding terbalik dengan di Kab. Banyuwangi, dimana pada skenario B tingkat
produksi dan keuntungan baik industri besar maupun industri kecil terjadi lebih besar dibanding dengan skenario A. Besarnya produksi ini disebabkan oleh
tingkat persaingan penangkapan lemuru di laut yang lebih longgar, karena jumlah armada yang beroperasi berkurang 143 unit dari Kab. Banyuwangi. Secara umum
101
total produksi dan keuntungan di Kab. Banyuwangi masing jauh lebih besar Gambar 41 baik untuk industri besar maupun industri kecilrumah tangga.
Berdasarkan kapasitas maksimum, industri hanya mampu memproduksi sekitar 6 dari kapasitas maksimum, sehingga industri pengalengan pada tahun 2009 ada
4 industri yang tutup karena relatif sedikit bahan baku yang tersedia PPP Muncar, 2010.
Gambar 42 Perbandingan hasil produksi industri besar dan keuntungan Rp di Banyuwangi dan Jembrana dari kedua skenario A=B=skenario hasil
produksi, A1=B1=skenario keuntungan
Potensi pendapatan asli daerah PAD sektor perikanan khusus dari perikanan lemuru di kedua kabupaten cukup besar. Kab. Banyuwangi memiliki
potensi jauh lebih besar dibanding dengan Kab. Jembrana, ini disebabkan karena hasil produksi yang jauh lebih besar. Tabel 21 bahwa potensi PAD di Kab.
Banyuwangi berkisar antara Rp.6,13-49,42 milyar skenario A sedang skenario B berkisar Rp.6,13-48,25 milyar, sedang di Kab. Jembrana berkisar antara Rp.4,01-
12,26 milyar skenario A sedang skenario B berkisar Rp.4,01-13,16 milyar. Di Kab. Banyuwangi PAD pada tahun 2009 hanya terealisasi sebesar Rp.282,68 juta
Laporan DKP Banyuwangi, 2010, karena PAD sektor perikanan yang dilaporkan hanya berasal dari perijinan, restribusi, pemakaian kekayaan daerah, balai benih,
peredaran, dan mutu hasil perikanan. Kab. Jembrana PAD pada tahun 2009 terealisasi sebesar Rp.789,54 juta Laporan DPKK Jembrana, 2010 yang
102
didapatkan dari perikanan tangkap dan budidaya. Pendapatan dari sektor industri pengolahan perikanan di kedua kabupaten tidak ditemukan dan diduga masuk ke
sektortempat lain. Sebenarnya potensi PAD dari sektor perikanan relatif besar di kedua kabupaten, namun kenyataannya sebaliknya jauh dari potensi yang ada
karena potensi tersebut masuk ke sektor lain. Keadaan ini yang diduga salah satu penyebab pembangunan di sektor perikanan lamban berkembang.
103
Tabel 21 Perbandingan nilai optimum hasil simulasi produksi dan keuntungan A=menurut daftar kapal, B=menurut laporan
Kelompok Produksi
Daerah Jenis
Produksi Skenario
Total Produksi Rp. milyar Keuntungan Rp. Juta
Minimum th 2005
Maksimum Minimum
Maksimum
Produksi TPI
Banyuwangi Lemuru
A 28,16
227,01 th 2016 19,66
189,39 th 2016 B
28,16 221,65 th 2017
19,66 178,90 th 2017
Jembrana Lemuru
A 17,77
54,29 th 2016 12,82
46,31 th 2016 B
17,77 58,27 th 2017
12,82 49,94 th 2017
Selat Bali Banyuwangi +
Jembrana
Lemuru A
45,93 281,30 th 2016
32,48 235,70 th 2016
B 45,93
279,91 th 2017 32,48
228,84 th 2017
Produksi Industri
Banyuwangi Tepung
A 13,69
110,36 th 2016 2,32
18,71 th 2016 B
13,69 107,74 th 2017
2,32 18,27 th 2017
Minyak ikan
A 4,76
38,38 th 2016 B
4,76 37,47 th 2017
Kaleng A
42,85 345,47 th 2016
27,66 222,98 th 2016
B 42,85
337,31 th 2017 27,66
217,71 th 2017
Jumlah Industri
besar
A 61,30
494,20 th 2016 29,98
241,69 th 2016 B
61,30 482,52 th 2017
29,98 235,98 th 2017
Pindang A
1,68 13,52 th 2016
0,11 0,90 th 2016
B 1,68
13,20 th 2017 0,11
0,88 th 2017 Ikan Asin
A 5,81
46,83 th 2016 0,97
7,81 th 2016 B
5,81 45,73 th 2017
0,97 7,62 th 2017
Jumlah Industri
tradisional
A 7,49
60,35 th 2016 1,08
8,71 th 2016 B
7,49 58,92 th 2017
1,08 8,50 th 2017
Jembrana Tepung
A 10,05
30,70 th 2016 1,70
5,21 th 2016 B
10,05 32,95 th 2017
1,70 5,59 th 2017
Minyak ikan
A 3,50
10,68 th 2016 B
3,50 11,46 th 2017
Kaleng A
26,58 81,19 th 2016
17,16 52,41 th 2016
B 26,58
87,15 th 2017 17,16
56,25 th 2017
Jumlah Industri
Besar
A 40,13
122,57 th 2016 18,86
57,61 th 2016 B
40,13 131,55 th 2017
18,86 61,84 th 2017
Pindang A
0,78 2,37 th 2016
0.052 0,16 th 2016
B 0.78
2,55 th 2017 0,052
0,17 th 2017 Keuntungan
pedagang Banyuwangi
A 3,44
27,71 th 2016 B
3,44 27,06 th 2017
Jembrana A
0,21 0,63 th 2016
B 0,21
0,68 th 2017 PAD
Banyuwangi A
6,13 49,42 th 2016
B 6,13
48,25 th 2017 Jembrana
A 4,01
12,26 th 2016 B
4,01 13,16 th 2017