Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan

maka investasi tiap investor minimal Rp 6.000.000 enam juta rupiah. Investor yang telah membayar biaya investasi, sesuai perjanjian didasarkan akte notaris akan memiliki hak investasi bagi hasil pada UBH-KPWN. Selama masa lima tahun investor tidak dibebani lagi dengan kenaikan biaya pengelolaan, hingga masa pema- nenan pohon JUN untuk dijual UBH-KPWN 2007. Sampai tahun 2009 UBH KPWN telah merealisasikan penanaman di delapan kabupaten sebanyak 638.000.000 batang pohon atau seluas lebih kurang 638. Ha. Jumlah investor yang terlibat 796 pihak perorangan atau lembaga, dengan jumlah investasi yang telah diterima lebih kurang 20 milyar rupiah UBH-KPWN 2010.A. Khusus di wilayah Kabupaten Bogor telah direalisasikan penanaman sebanyak 112.000 batang setara luas tanam lebih kurang 112 Ha, yang melibatkan 30 investor perorangan dan lembaga. Pohon JUN yang telah ditanam terdiri atas tanaman usia tanam satu tahun hingga usia tanam tiga tahun. Untuk lokasi tanaman usia tiga tahun terdapat di Kelurahan Cogreg, Kecamat- an Parung Bogor, dengan jumlah awal tanaman 7120 pohon atau setara lebih kuran 7,1 ha. Pengelolaan tanaman tersebut melibatkan sebanyak 16 investor yang terdiri atas perorangan dan lembaga dan melibatkan 24 orang petani penggarap UBH-KPWN 2010.B.

2.5 Tinjauan Manfaat Ekonomi Masyarakat Dan Lingkungan

Produk kayu jati daur pendek merupakan alternatif sumber material kayu jati untuk mendukung industri pengolahan kayu jati, yang harganya relatif dapat lebih murah dari sumber kayu jati daur panjang yang berasal dari pasokan Perum Perhutani. Hal tersebut mendorong kemampuan produksi industri pengolahan kayu jati, dan sekaligus sebagai potensi meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor industri pengolahan kayu jati Sesuai prinsip tujuan pengembangan usaha bagi hasil penanaman jati daur pendek, disamping untuk menyediakan pasokan kayu jati, juga untuk upaya mengem- bangkan sumber ekonomi baru bagi masyarakat dan upaya pengelolaan lingkungan dari pemanfaatan lahan bukan kawasan hutan yang belum dimanfaatkan atau status terlantar. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2006, lahan terlantar di Indonesia berupa alang-alangsemak belukar seluas 12,4 juta ha. Luas lahan tersebut terdiri atas lahan terlantar di Kalimantan seluas 7,4 juta ha, di Sumatera seluas 3,0 juta ha, dan sisanya tersebar di seluruh provinsi, termasuk di Pulau Jawa seluas 2 juta Ha. Lahan terlantar tersebut terdiri atas lahan yang belum ditetapkan status ke- pemilikannya, lahan bekas Hak Guna Usaha HGU yang sudah habis masa pengelo- laannya dan lahan negara sisa kebakaran hutan BPS, 2006. Lahan terlantar tersebut jika tidak dimanfaatkan secara optimal, maka akan berpotensi menimbulkan masalah kelestarian lingkungan. Pada kondisi lahan terbuka atau sedikit adanya tumbuhan penutup tanah akan berpotensi menimbulkan resiko masalah lingkungan dapat meliputi : 1 Terjadi penipisan sumber biomassa tanah 2 Hilangnya potensi kesuburan tanah 3 Hilangnya fungsi lahan sebagai pengatur tata air cathment area. 4 Berpotensi menjadi sumber banjir dan tanah longsor. Lahan terlantar status lahan negara, di wilayah Pulau Jawa seluas 53.330 Ha. Lahan tersebut belum termasuk lahan milik milik lembaga dan milik perorangan atau masyarakat. Lahan tersebut sebagai potensi untuk dimanfaatkan atau dikelola sebagai lokasi usahatani penanaman JUN. Upaya pengelolaan tersebut disamping dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar lahan, sekaligus sebagai penyangga munculnya resiko masalah lingkungan P2BN, 2006. Program UBH-KPWN disamping upaya pemanfaatan lahan secara ekonomis juga sekaligus mendorong kepada upaya kelestarian lingkungan. Bagi pemilik lahan atau masyarakat dengan pola usaha bagi hasil tersebut dapat memanfaatkan lahannya secara ekonomis tanpa harus memikirkan modal atau biaya untuk menggarap lahan- nya, sehingga akan meraih penghasilan dari lahannya yang semula tidak produktif. Bagi Investor masyarakat, pengusaha atau institusi bisnis melalui program UBH-KPWN dapat menginvestasikan kekayaannya, untuk tujuan pendapatan bisnis pada masa lima tahun mendatang. Investasi tersebut disamping prospek meraih pen- dapatan usaha, juga memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat petani peng- garap lahan, serta berperan dalam pemanfaatan lahan terlantar dan mengendalikan resiko kerusakan lingkungan. Bagi petani petani penggarap selain sebagai pekerja pada program UBH- KPWN, dapat pula meraih pendapatan dari hasil bercocok tanam padi atau palawija disela tanaman pokok jati unggul, tanpa harus mengeluarkan biaya sewa lahan usaha. Pada masa panen tahun kelima petani juga akan meraih pendapatan dari hasil pen- jualan produk kayu jati. Bagi Perangkat Kelurahan atau Pamong Kelurahan secara tidak langsung akan meraih pendapatan tambahan dari hasil produksi tanaman pada tahun kelima, serta mendorong masyarakat desa untuk dapat memiliki pekerjaan sebagai petani penggarap atau pengelola usahatani JUN. Secara strategis pola usaha bagi hasil penanaman jati unggul, merupakan alternatif yang mendukung program pemerintah melakukan rehabilitasi lahan, seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL. Pada pelaksanaan gerak- an tersebut belum ada pemeliharaan secara intensif terhadap tanaman, sehingga tidak ada jaminan keberhasilan tanamannya. Sementara program UBH-KPWN tersebut memberi motivasi kepada investor, masyarakat petani penggarap dan pamong kelu- rahan untuk berusaha meraih hasil penanaman menjadi tegakan yang tumbuh secara optimal.

2.6 Tinjauan Inventarisasi Potensi Tanaman