pengaruh lingkar tumbuh. Tekstur venir yang dihasilkan termasuk kasar, sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai venir inti Damayanti, 2010.
4.7 Prospek Pemanenan dan Pemasaran JUN
Saat sekarang tanaman JUN telah mendapat prospek pemasaran dari pihak Asosiasi Mebel Indonesia Asmindo. Beberapa komitmen atau nota kesepakatan, telah
dibuat antara UBH-KPWN dengan pihak industri mebel atau furniture anggota ASMINDO yang siap menyerap hasil tebangan tanaman JUN, sebagai bahan baku pada
industrinya. Di Jawa Timur beberapa industri furniture telah siap menyerap hasil tebang- an kayu JUN, untuk diolah sebagai produk moulding kayu jati guna memenuhi memenuhi
permintaan pasar Jepang. Prospek untuk penyediaan bahan baku untuk industri di wilayah Kabupaten
Bogor, masih belum ada permintaan bahan baku kayu jati dari industri. Sesuai data indus- tri di Kabupten Bogor, terdapat 14 industri furniture skala menengah sampai besar. Sesu-
ai jumlah tersebut, hanya ada tiga industri di Kabupaten Bogor, yang menggunakan bahan baku kayu jati. Sesuai potensi panen kayu tebangan Perhutani dan potensi tebang-an kayu
rakyat, termasuk jenis kayu jati masih sangat tersedia untuk memenuhi industri di wilayah Kabupaten Bogor Supriadi, 2006.
Untuk menentukan prospek potensi panen pada tahun kelima dan nilai jual kayu JUN yang dipanen, maka dapat ditentukan dari proyeksi riap tumbuh tanaman dan per-
kembangan nilai harga pada tahun ke lima. Prospek pemanenan merupakan hasil perhi- tungan potensi volume kayu tegakan pohon JUN, jika ditebang untuk dimanfaatkan secara
ekonomi memiliki nilai jual kayu. Jika prospek pemanenan diperhitungkan sebelum masa panen atau sebelum masa waktu tebang, maka perhitungan potensi volume tebang
dapat diperhitungkan dengan akumulasi nilai rata-rata riap pertumbuhan Tukan et al., 2001.
Prospek pemanenan secara ekonomi, disamping nilai potensi volume pohon yang akan ditebang, juga sangat tergantung kepada nilai jual kayu setelah ditebang. Nilai jual
kayu jati dapat tergantung kepada kelompok sortimen kayu dalam perdagangan, kelom-
pok kualitas kayu, kelompok dimensi kayu diameter dan panjang kayu, serta posisi kayu terhadap akses pasar atau pembeli Tukan et al., 2001.
Berdasarkan SNI SNI 01-5007.17-2003, tentang Produk Kayu Bundar
– Bagian 1: Kayu Bundar Jati, terdapat tiga kriteria sortimen yaitu :
1. Kayu Bundar Kecil KBKA.I dengan ukuran sbb : 1 Kelas diameter 4 cm
panjang batang ≥ 2 m 2 Kelas diameter 7 cm
panjang batang ≥ 1 m 3 Kelas diameter 10 dan 13 cm
panjang batang ≥ 0,70 m 4 Kelas diameter 16 dan 19 cm
panjang batang ≥ 0,40 m. 2. Kayu Bundar Sedang KBSA.II dengan ukuran Kelas diameter 22, 25, dan 28 cm
panjang batang ≥ 0,40 m 3. Kayu Bundar Besar KBBA.III dengan kelas diameter
≥ 30 cm dan panjang batang ≥ 0,40 m.
Pengelompokan tersebut diperoleh dari hasil pengukuran mutu kayu berdasarkan standard SNI tersebut. Berdasarkan nilai proyeksi ukuran dimensi yang dapat dicapai
pada pohon JUN tahun kelima, tinggi atau panjang 7,31 m dan diameter 16 cm, maka ukuran tersebut dapat termasuk dalam katagori kelompok Kayu Bulat Kecil KBKA.I
dengan kelas diameter 16 – 19 cm, panjang batang 0,40 m Biro Pemasaran Perhutani,
2009. Prospek nilai jual pemanenan kayu JUN, dapat diasumsikan dari nilai harga kayu
jati di pasaran sesuai kelompok Sortimen yang dipasarkan, dan nilai harga sesuai akses penjualan terhadap pembeli pengguna akhir, atau terhadap akses rantai pemasarannya.
Nilai harga kayu jati di pasaran wilayah Pulau Jawa umumnya berpatokan dengan penetapan harga jual dasar kayu jati dari Perum Perhutani sesuai kelompok dimensinya.
Untuk penetapan harga kayu JUN asal dari Kelurahan Cogreg, Kecamatan Parung Bogor, mengacu Harga Jual Dasar HJD Kayu Jati yang ditetapkan Perum Perhutani, sesuai ke-
lompok sortimen A1tipe D asal kayu Jawa Barat, seperti pada Lampiran 10.
Sesuai penetapan Harga Jual Dasar HJD lima tahun terakhir, untuk kelompok kelas diameter antara 16
– 19 cm, dan panjang lebih dari 5,90 m, harga untuk setiap ke- lompok mutu kayu, seperti pada Tabel 22.
Tabel 22 Harga Jual Dasar HJD Kayu Jati kelompok Kayu Bulat Kecil KBKA.I. HJD - Tahun
Harga Rp x 1000 Tiap Kelas Mutu Pertama
P KeDua
D KeTiga
T KeEmpat
M Jumlah
Rata
2
2005
1.345 1.084
985 906
4.320 1.080
2006
1.345 1.084
985 906
4.320 1.080
2008
1.480 1.356
1.233 1.134
5.203 1.301
2009 Jan
1.590 1.458
1.325 1.219
5.592 1.398
2009 Des
2.054
1.883 1.712
1.575
7.224
1.806
Kenaikan Harga Periode Per Tahun Rp x 1000 2006 - 2005
2008 - 2006
135 272
248 228
883 221
2009 Jan - 2008
110 102
92 85
389 97
2009 Des - 2009 Jan
464 425
387 356
1.632 408
Jumlah
709 1.119
1.119 1.119
4.066 1017
Rata-rata
177
280 280
280
1.017
254
Prosen
8,63 14,86
16,34 17,76
58 14,40
Sumber : Biro Pemasaran Perum Perhutani 2010. Keterangan tabel telah disesuaikan
.
Sesuai data penetapan HJD tahunan tersebut menunjukkan trend penetapan kena-
ikan harga rata-rata dalam waktu lima tahun terakhir Rp 254.000tahun atau 14,40- tahun. Jika harga rata-rata kayu jati seluruh kelas mutu pada kelas diameter 16 - 19 cm
pada tahun 2010 Rp 1.806.000m
3
, maka : 1 Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.806.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000m
3
, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.060.000m
3
. 2 Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.060.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 254.000, harga rata-rata kelas diameter tersebut Rp 2.314.000m
3
. Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Pertama P, maka
harga jual rata-rata tahun 2010 Rp 2.054.000m
3
dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 177.000tahun, sehingga :
1 Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 2.054.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000m
3
, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.231.000m
3
. 2 Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 2.231.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 177.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.408.000m
3
.
Jika asumsi mutu kayu JUN yang terjual merupakan kelas mutu Empat M, maka harga jual rata-rata pada tahun 2010 Rp 1.575.000m
3
dengan kenaikan rata-rata kelas mutu tersebut Rp 280.000tahun, maka :
3 Harga Tahun 2011 dapat diproyeksikan Rp 1.575.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000m
3
, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 1.855.000m
3
. 4 Harga Tahun 2012 dapat diproyeksikan Rp 1.855.000m
3
, ditambah kenaikan HJD rata-rata Rp 280.000, harga rata-rata kelas mutu tersebut Rp 2.135.000m
3
. Sesuai rentang kelas mutu kayu tersebut maka harga kayu JUN sortimen A1
tersebut, dapat diproyeksikan pada saat panen dapat dijual pada rentang harga antara Rp 2.135.000m
3
sampai dengan Rp 2.408.000m
3
, dengan harga rata-rata seluruh kelas
mutu Rp 2.314.000m
3
.
Harga Jual Dasar tersebut dapat diacu, jika tidak ada perubahan harga pokok produksi Perum Perhutani secara signifikan, atau adanya perubahan indikator ekonomi
secara signifikan. Harga jual juga dipengaruhi tingkat permintaan kebutuhan kayu saat penjualan dan kemudahan akses rantai pemasaran kayu terhadap pembeli akhir Biro
Pemasaran Perum Perhutani, 2009. Rantai pemasaran kayu jati di Pulau Jawa dapat di akses dalam enam alternatif
penjualan Tukan et al., 2001 sebagai berikut : 1 Pemasaran melalui Jalur 1 PenjualPetani pemilik pohon menjual ke Konsumen akhir
2 Pemasaran melalui Jalur Pasar 2 PenjualPetani pemilik pohon menjual ke pada Pene- bang
– kepada pembeli rumah tangga 3 Pemasaran melalui Jalur Pasar 3 PenjualPetani pemilik pohon kepada Penebang, ke-
mudian dijual kembali kepada pedagang pembuat perabotan mebel 4 Pemasaran melalui Jalur Pasar 4 PenjualPetani pemilik pohon kepada industri pengo-
lahan kayu atau Penggergajian Kayu 5 Pemasaran melalui Jalur Pasar 5 PenjualPetani pemilik pohon kepada Penebang, ke-
mudian dijual kepada pedagang kayu antara. 6 Pemasaran melalui Jalur Pasar 6 PenjualPetani pemilik pohon kepada Pedagang Kayu
di Jakarta.
Akses pemasaran kayu JUN jika diasumsikan dapat dijual langsung kepada Indus- tri pengolahan kayu jati di wilayah Jawa Barat, maka nilai harga penjualan dapat ditetap-
kan lebih tinggi. Jika asumsi kayu JUN yang dijual merupakan kelompok kelas mutu utama P, yang dijual langsung kepada pembeli akhir atau langsung kepada industri kayu
akhir, maka nilai jual kayu JUN akan dapat jauh lebih tinggi dibandingkan prediksi harga jual dasar dari Perum Perhutani tersebut Supriadi, 2006.
Hasil observasi pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, para pedagang memasarkan kayu jatinya, untuk kelompok jati muda asal penjualan dari daerah Jawa
Barat Jati Cianjur, Sukabumi, dan Garut dan Jati dari Sumatera Jati Lampung dan Palembang, relatif lebih murah dibandingkan jati muda dari Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Hasil observasi harga pada pasar kayu jati di Klender Jakarta Timur, untuk kayu
jati muda asal daerah Jawa Barat, kelompok diameter 16 – 19 cm, panjang 2 m, harga
beli dari pemasok kayu antara Rp 1.500.000m
3
– Rp 1.850.000m
3
. Harga tersebut relatif jauh lebih murah dibandingkan ketetapan HJD Perum Perhutani. Penjual kayu Klender,
umumnya menjual lagi kepada pembeli pengrajin pembuatan mebel jati dengan harga antara Rp 2.300.000m
3
– Rp 3000.000m
3
.
4.8 Prospek Usaha Secara Finansial