50 Daya kohesif dihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua A2 dibagi
dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama A1 atau A2A1. Elastisitas ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan kedua sehingga
tercapai nilai gaya maksimumnya L2 dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk
pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimum-nya L1 atau L2L1. Kelengketan ditentukan dari luasan yang berada dibawah sumbu
x nilai negatif dengan satuan gf.
d. KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan dan Berat Rehidrasi
Sebanyak 5 g bihun dengan ukuran 2 -3 cm direbus di dalam 200 ml air mendidih sesuai dengan waktu rehidrasinya. Bihun ditiriskan dan dibilas dengan
air destilata, kemudian ditimbang di dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Bihun dikeringkan dengan menggunakan oven udara pada suhu 105
o
C selama satu malam. Persentase berat hehidrasi dan persentase KPAP dihitung sebagai berikut:
dimana: A
= Berat cawan dan sampel setelah direhidrasi
B =
Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan C =
Berat cawan
KA
m
= Kadar air mula-mula
BS
m
= Berat sampel mula-mula BR =
Berat rehidrasi
KPAP = Kehilangan padatan akibat pemasakan
e. Analisis Organoleptik Bihun
Analisis organoleptik dilakukan terhadap 3 formula dengan 4 kriteria mutu yaitu kekenyalan, kekerasan, kelengketan dan kesan keseluruhan. Uji yang
digunakan adalah uji rangking hedonik dengan mengurutkan sampel yang mempunyai tingkat kesukaan tertinggi rangking 1 sampai yang mempunyai
100 x
KA 1
BS C
B 1
KPAP
m m
− −
− =
100 x
BS C
A BR
m
− =
51 tingkat kesukaan terendah rangking 3. Penelis yang digunakan adalah panelis
semi terlatih dengan jumlah 30 orang. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Friedman untuk mengetahui pengaruh perbedaan formula
terhadap rangking kesukaan sampel. Apabila hasil analisis berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji LSD least significant difference untuk
mengetahui formula yang mempunyai rangking terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi Pati Sagu dengan Metode HMT
Perubahan karakteristik pati sagu karena modifikasi HMT kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pH dan waktu. Untuk mengetahui
keberadaan interaksi antara waktu dan pH modifikasi HMT terhadap karakteristik pati termodifikasi, pati sagu yepha hungleu dimodifikasi pada kombinasi waktu
dan pH yang berbeda. Waktu modifikasi yang digunakan adalah 4 jam, 8 jam dan 16 jam. Sementara itu untuk perlakukan pH digunakan perlakuan pencucian yaitu
dicuci untuk meningkatkan pH dan tidak dicuci. Pemilihan waktu modifikasi dilakukan berdasarkan beberapa studi yang
dilakukan sebelumnya bahwa modifikasi HMT dengan waktu 16 jam dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pati alaminya Collado 2001; Adebowale and Lawal 2005; Purwani 2006; Olayinka 2008. Studi yang dilakukan oleh Collado et al. 1999;
menunjukkan bahwa modifikasi HMT dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat 16 jam.
Pati sagu yepha hungleu yang diperoleh dari Sentani, Jayapura merupakan pati sagu yang telah melalui berbagai tahapan proses. Pada rangkaian proses
pengolahan pati sagu tersebut banyak tahapan proses yang tertunda sehingga memungkinkan adanya aktivitas mikroba pembentuk asam yang membuat pati
sagu yang dihasilkan mempunyai pH yang rendah. Pengukuran pH yang dilakukan menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai pH rendah yaitu mencapai
4.75. Rendahnya pH asal pati sagu kemungkinan akan mempengaruhi karakteristik pati sagu termodifikasi yang dihasilkan mengingat keberadaan asam
organik dan suhu tinggi berpeluang menyebabkan adanya hidrolisis pati secara parsial selama modifikasi berlangsung. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan modifikasi pati sagu dengan perlakuan persiapan sampel yang berbeda yaitu tanpa tahap pencucian atau melalui tahap pencucian. Sampel yang tidak
dicuci memiliki pH asam yaitu 4.75. Sementara itu pati yang dicuci mempunyai pH yang lebih tinggi.
53 Air yang digunakan dalam proses pencucian pati sagu asal Papua adalah air
minum dalam kemasan dengan pH netral. Selama pencucian berlangsung, asam- asam organik yang terdapat pada pati sagu akan terlarut bersama air pencuci
sehingga konsentrasinya menjadi jauh berkurang. Pencucian pati sagu dilakukan secara berulang untuk mengoptimalkan pengurangan asam organik yang terdapat
pada pati sagu. Pencucian dengan air sebanyak tiga kali yang menggunakan perbandingan 1:3 untuk pati : air menghasilkan pati sagu dengan pH netral pH
± 7.
Pati tanpa pencucian dan pati dengan pencucian dimodifikasi HMT dengan 3 perlakuan waktu 4 jam, 8 jam dan 16 jam sehingga akan diperoleh 6 kombinasi
yang berbeda. Kombinasi antara waktu dan perlakuan pencucian yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan interaksi yang nyata terhadap
karakteristik pati termodifikasi yang dituju yaitu pati dengan profil gelatinisasi tipe C yang sesuai untuk produksi bihun. Kondisi modifikasi yang lain seperti
kadar air, suhu, dan jenis pati sagu dibuat homogen yaitu kadar air 26 - 27, suhu 110
o
C dan menggunakan satu jenis pati sagu. Estimasi penambahan jumlah air pada pati sagu dilakukan dengan
menggunakan prinsip kesetimbangan masa. Melalui prinsip kesetimbangan masa tersebut ditetapkan kadar air target adalah sebesar 28. Target kadar air yang
lebih tinggi pada penghitungan kesetimbangan masa ditujukan untuk mengantisipasi adanya penguapan air yang terjadi pada proses penambahan air
yang dilakukan dengan penyemprotan. Penyemprotan yang disertai dengan pengadukan pada wadah terbuka memungkinkan air menguap dan kadar air
sebenarnya akan lebih kecil dari kadar air target. Analisis kadar air yang dilakukan terhadap pati sagu yang telah disetimbangkan selama satu malam pada
suhu refrigerator menunjukkan bahwa pati sagu mempunyai kisaran kadar air 26 – 27. Kadar air tersebut sesuai dengan kadar air yang telah ditargetkan semula.
Menurut Lawal and Adebowale 2005 pati jack bean yang dimodifikasi HMT pada kadar air 27 memiliki suhu awal gelatinisasi yang paling tinggi, viskositas
puncak yang paling rendah dan breakdown yang paling rendah bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi pada kadar air yang lebih rendah 18, 21 dan
24 serta pati alaminya. Hal ini menunjukkan bahwa pati jack bean yang
54 dimodifikasi pada kadar air 27 memiliki profil gelatinisasi yang lebih mendekati
pati dengan profil gelatinisasi tipe C. Studi yang dilakukan oleh Collado et al. 2001 menunjukkan bahwa pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe C
dapat dihasilkan melalui modifikasi HMT yang dilakukan pada kadar air 27 – 30.
Pemilihan suhu modifikasi dilakukan berdasarkan beberapa studi yang dilakukan sebelumnya. Modifikasi HMT pada suhu 110
o
C dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe C Collado et al. 1999; Collado et
al. 2001; Olayinka et al. 2008. Penggunaan kondisi modifikasi yang homogen diharapkan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda pada perlakuan yang diterapkan. Dengan demikian perbedaan karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan diharapkan
hanya dipengaruhi oleh perlakuan pencucian dan waktu.
Pengaruh Perlakuan Pencucian, Waktu Modifikasi HMT dan Interaksinya Terhadap Profil Gelatinisasi Pati Sagu
Modifikasi pati sagu yang dilakukan pada kombinasi waktu 4 jam, 8 jam dan 16 jam dan pencucian tidak dicuci dan dicuci menghasilkan pati sagu
termodifikasi dengan profil gelatinisasi yang berbeda dengan pati sagu alaminya Gambar 13. Secara visual terlihat bahwa pati sagu alami lebih mudah
mengalami gelatinisasi yang dapat dilihat dari peningkatan viskositas pasta sagu alami yang lebih cepat bila dibanding pati sagu termodifikasi HMT pada semua
perlakuan. Viskositas pasta sagu alami semakin meningkat dengan meningkatnya waktu dan suhu pemanasan sampai mencapai puncaknya dimana pasta pati sagu
tidak dapat meningkat lagi. Secara umum sagu alami mempunyai viskositas puncak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan puncak viskositas pati
termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Adanya penurunan puncak viskositas pati yang termodifikasi HMT dilaporkan oleh Collado and Corke 1999; Collado
et al. 2001; dan Pukkahuta et al. 2008. Puncak viskositas pasta yang tinggi pada pati sagu alami menurun dengan
cepat ketika pemanasan dipertahankan pada suhu 95
o
C. Penurunan puncak viskositas yang tajam pada pati sagu alami mengindikasikan bahwa pati sagu
alami memiliki viskositas breakdown selisih antara viskositas puncak dengan
55 viskositas pasta pada saat dipertahankan pada suhu 95
o
C selama 20 menit yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT pada semua
perlakuan. Tingginya viskositas puncak dan viskositas breakdown pati sagu alami menunjukkan bahwa pati sagu alami lebih rentan terhadap pemanasan yang
disertai pengadukan bila dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan. Peningkatan stabilitas pati termodifikasi HMT terhadap panas
disebabkan oleh terjadinya pergeseran tipe kristalisasi pati yang mengarah pada peningkatan stabilitas granula pati Gunaratne dan Hoover, 2002; Vermeylen et
al. 2006. Selanjutnya menurut Gunaratne dan Hoover 2002, pati kentang dan uwi termodifikasi HMT mengalami pergeseran tipe kristalisasi dari tipe B menjadi
A+B, dimana pati dengan tipe A mempunyai susunan kristal double heliks yang lebih rapat sehingga lebih resisten terhadap perlakuan panas.
Gambar 13 Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa perbedaan profil gelatinisasi secara
keseluruhan tidak hanya terjadi antara pati sagu alami dengan pati sagu termodifiksi HMT, melainkan antara sesama pati termodifikasi HMT dari semua
perlakuan. Secara visual dapat dilihat bahwa pati sagu yang melalui proses pencucian dan dimodifikasi selama 4 jam mempunyai viskositas panas yang lebih
100 200
300 400
500 600
700
10 20 30
40 50 60
70 80 90 100 110 120
Waktu menit V
isko s
it as
B U
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Su hu
o
C
Sagu Alami HMT tidak dicuci dan w aktu 4 jam
HMT tidak dicuci dan w aktu 8 jam HMT tidak dicuci dan w aktu 16 jam
HMT dicuci dan w aktu 4 jam HMT dicuci dan w aktu 8 jam
HMT dicuci dan w aktu 16 jam Profil suhu analisis gelatinisasi
56 tinggi dan viskositas breakdown yang lebih rendah yang menunjukkan bahwa pati
tersebut memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi dengan perlakuan yang lain. Namun demikian, untuk
mengetahui adanya pengaruh kombinasi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi yang nyata terhadap profil gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT
diperlukan pengujian pengaruh perlakuan yang ada terhadap parameter profil gelatinisasi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian pengaruh pencucian,
pengaruh waktu dan pengaruh interaksi antara pencucian dengan waktu terhadap profil gelatinisasi yang terdiri atas: suhu awal gelatinisasi SAG, suhu puncak
gelatinisasi SPG, viskositas puncak pasta VP, VPP viskositas pasta panas, VB viskositas breakdown, VPD viskositas pasta dingin dan VB viskositas set
back.
a. Pengaruh Pencucian