71 membentuk gel yang lebih baik bila dibandingkan dengan pati yang mempunyai
setback yang lebih rendah. Disisi lain, peningkatan viskositas selama pendinginan menggambarkan kemudahan pati untuk mengalami retrogradasi.
Retrogradasi pati terjadi ketika molekul pati yang telah mengalami gelatinisasi membentuk struktur kristal kembali melalui interaksi hidrogen antar
sesamanya. Akibatnya, molekul air yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar. Pengeluaran molekul air dari matriks gel pati dinamakan
dengan sineresis. Retrogradasi dan sineresis akan semakin cepat bila gel pati disimpan pada suhu rendah terutama suhu beku. Stabilitas gel pati terhadap
retrogradasi dan sineresis dapat diketahui dengan mengukur jumlah air yang keluar dari gel pati yang telah mengalami proses pendinginan, pembekuan dan
thawing. Pati yang lebih mudah mengalami retrogradasi umumnya mempuyai persentase sineresis yang tinggi. Pati sagu termodifikasi HMT yang diperoleh
mempunyai sifat yang unik. Berdasarkan profil gelatinisasi yang diperoleh, terlihat bahwa pati termodifikasi cenderung lebih mudah mengalami retrogradasi
bila dibandingkan dengan pati alaminya. Namun demikian, persentase sineresis pati termodifikasi HMT lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya
P0.05 seperti yang disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 2. Hal ini menunjukkan bahwa pati termodifikasi yang dihasilkan lebih stabil terhadap
pembekuan dan thawing.
c. Derajat Putih
Pati sagu yang dimodifikasi dengan perlakuan pencucian mempunyai derajat putih yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya Tabel 12 dan
Lampiran 2. Hal ini disebabkan oleh berubahnya pigmen alami yang terdapat pada sagu Papua yaitu yang tadinya tidak berwarna pada pH asam pH pati sagu
asal menjadi menjadi berwarna pink pada pH netral pH pati sagu yang telah dicuci.
Perubahan warna sagu telah terjadi sejak proses pencucian sagu. Pencucian sagu dengan air akan menyebabkan asam-asam organik dari sagu alami akan
terlarut dan pH sagu menjadi naik. Kenaikan pH sagu menyebabkan pigmen alami yang terdapat pada sagu berubah dari tidak berwarna menjadi berwarna pink
72 pudar. Proses modifikasi HMT yang dilakukan pada pati sagu tersebut membuat
warna pink pati sagu semakin kuat yang menyebabkan terjadinya penurunan derajat putih secara nyata.
Tabel 12 Derajat putih pati sagu alami dan termodifikasi HMT Pati sagu
Derajat putih terhadap BaSO
4
Alami 73.87
± 0.06
b
HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam
52.89 ± 0.40
a
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji t P0.05
d. Swelling Volume dan Fraksi Pati yang Tidak Membentuk Gel
Penentuan swelling volume dan kelarutan pati sagu dilakukan secara bersamaan. Pada penentuan tersebut, suspensi pati dengan konsentrasi tertentu
digelatinisasi kemudian disentrifusi. Sentrifusi ini akan menghasilkan dua fraksi yang terpisah yaitu fraksi pati pembentuk gel dan fraksi pati larut air. Namun
tidak demikian halnya dengan pati sagu alami maupun pati sagu termodifikasi HMT yang diperoleh. Pada saat pati tergelatinisasi tersebut disentrifusi diperoleh
tiga fraksi yaitu fraksi gel, fraksi larut air dan fraksi tersuspensi yang berada di antara fraksi gel dan fraksi terlarut. Olah karena itu, pengaruh modifikasi HMT
terhadap kelarutan pati ditentukan berdasarkan pengukuran fraksi pati yang tidak membentuk gel penjumlahan dari pati terlarut dan pati tersuspensi.
Analisis data dengan uji t menunjukkan bahwa Swelling volume dan fraksi pati yang tidak membentuk gel antara pati alami dan pati termodifikasi HMT
terpilih tidak berbeda nyata P0.05 seperti yang terdapat pada Tabel 13 dan Lampiran 2. Perlakuan HMT semula diharapkan dapat menurunkan swelling
volume dan pembentukan fraksi pati yang tidak membentuk gel. Namun demikian, hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan HMT
dengan kondisi suhu 110
o
C, kadar air 26-27, waktu 4 jam dan perlakuan pencucian belum terbukti dapat menurunkan swelling volume dan fraksi pati sagu
yang tidak membentuk gel. Perubahan sifat fisik pati oleh modifikasi HMT sangat tergantung pada jenis
dan sumber pati Belitz and Grosch 1999. Modifikasi pada kadar air rendah dan
73 suhu tinggi dapat menurunkan swelling capacity pati gandum maupun pati
kentang. Di sisi lain, penurunan kelarutan oleh modifikasi tersebut hanya terjadi pada pati kentang namun tidak demikian halnya dengan pati gandum. Pati gandum
mempunyai kelarutan yang lebih tinggi setelah diberi perlakuan HMT. Penurunan kelarutan pada pati kentang terjadi karena adanya konversi molekul amilosa yang
semula berada pada bagian amorpous menjadi berada pada bagian yang lebih rapat kondisi yang sulit terlarut. Sebaliknya, molekul amilosa pada granula pati
gandum menjadi lebih mudah terlarut Belitz and Grosch, 1999. Peningkatan kelarutan juga terjadi pada sorgum merah termodifikasi HMT Adebowale et al.
2005. Adebowale et al. 2005, melaporkan tingkat kelarutan pati sorgum termodifikasi HMT tergantung pada kadar air perlakukan HMT dan suhu
pengujian kelarutan. Kelarutan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar air HMT dan suhu pengujian kelarutan.
Tabel 13 Swelling volume dan fraksi pati yang tidak membentuk gel
Pati sagu Swelling
volume mlg Fraksi pati tidak
membentuk gel Alami
6.1 ± 0.6
a
9.32 ± 1.27
a
HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam
5.9 ± 0.1
a
12.76 ± 0.59
a
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji t P0.05
e. Kandungan Pati, Amilosa, Amilopektin dan Proporsi Amilosa:Amilopektin