82 maupun substitusi pati termodifikasi HMT 25 sulit diterapkan dalam skala yang
lebih besar karena mutu bihun yang dihasilkan akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu ekstruder.
Walaupun mempunyai kehilangan padatan terlarut yang relatif lebih tinggi, bihun yang dihasilkan dari pati sagu yang disubstitusi pati termodifikasi HMT
mempunyai nilai KPAP yang lebih konsisten. Tingginya nilai KPAP pada bihun yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT sebanyak 50 sangat terkait
dengan tingginya fraksi pati terlarut dan pati yang tidak mampu membentuk gel tersuspensi pada pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian yang
digunakan sebagai pensubstitusi. Apabila dijumlahkan, pati terlarut dan tersuspensi pada pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian mencapai
12.76 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13. Pati yang mudah larut maupun yang hanya membentuk suspensi apabila digelatinisasi kemungkinan tidak dapat
terikat dengan kuat di dalam struktur untaian bihun. Pati jenis ini kemungkinan akan mudah keluar dari untaian bihun apabila bihun terekspos oleh air selama
pemasakan kembali rehidrasi.
c. Tekstur Bihun Sagu
Melalui pengukuran dengan instrumen texture analyzer, diketahui bahwa substitusi pati termodifikasi HMT sebanyak 50 dapat meningkatkan kekerasan
bihun sagu P0.05 seperti yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 5. Kemampuan pati termodifikasi HMT dalam meningkatkan tekstur bihun
kemungkinan terkait dengan kekuatan gel dan viskositas setback pati termodifikasi HMT. Pati termodifikasi HMT dengan perlakuan pencucian dan
waktu 4 jam memiliki kekuatan gel dan viskositas setback yang jauh lebih tinggi dan bila dibandingkan dengan pati alaminya. Pati dengan kekuatan gel yang lebih
tinggi kemungkinan akan membentuk tekstur bihun yang lebih kokoh dan meningkatkan mouthfeel pada saat bihun tersebut dikonsumsi. Peningkatan
kekerasan bihun yang dibuat dari pati termodifikasi HMT telah dilaporkan oleh Purwani et al. 2006 dan Collado et al. 2001.
Selain berpengaruh nyata terhadap kekerasan bihun, substitusi pati termodifikasi HMT juga memberikan pengaruh nyata terhadap elastisitas bihun
83 P0.05. Bihun yang dibuat dari 50 pati termodifikasi HMT memiliki
elastisitas yang lebih rendah dari bihun yang buat dari 100 pati alami dan lebih tinggi dari elastisitas bihun yang dibuat dari pati alami 75. Penurunan elastisitas
bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT kemungkinan disebabkan oleh karakteristik pati termodifikasi HMT yang cenderung short spoonable.
Tabel 17 Tekstur bihun sagu Parameter
Alami 100 Alami 75,
HMT 25 Alami 50,
HMT 50
Kekerasan gf 986.5
± 168.4
a
891.6 ± 211.5
a
1481.25 ± 218.9
b
Elastisitas 0.72
± 0.04
b
0.56 ± 0.08
a
0.67 ± 0.01
ab
Daya Kohesif 0.44
± 0.15
a
0.47 ± 0.06
a
0.40 ± 0.02
a
Kelengketan gf -48.5
± 15.2
a
-53.1 ± 16.6
a
-95.4 ± 38.1
a
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji Duncan P0.05
Data yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa substitusi pati sagu termodifikasi HMT pada bihun belum dapat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap daya kohesif dan kelengketan. Walaupun secara visual bihun yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT terlihat mempunyai
kelengketan yang lebih rendah dan mudah dipisahkan antar untaianya pada saat dimasak kembali, pengukuran dengan texture analyzer menunjukkan bahwa bihun
tersebut memiliki kelengketan yang tidak berbeda nyata dengan bihun dari bahan baku 100 pati alami. Lebih lanjut bila dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh
terlihat bahwa bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT 50 cenderung memiliki kelengketan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bihun dari 100
pati alami maupun pati alami 75. Peningkatan kelengketan bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT sebanyak 50 kemungkinan terkait dengan
tingginya KPAP bihun tersebut.
d. Penilaian Organoleptik Bihun Sagu