Waktu Rehidrasi, Berat Rehidrasi dan KPAP Bihun Sagu

79 dibandingkan dengan bihun sagu dari bahan baku pati alami. Demikian juga halnya hasil rehidrasi bihun tersebut. Hasil rehidrasi bihun dari bahan baku pati sagu termodifikasi HMT memiliki intensitas warna merah yang lebih tinggi namun memiliki tingkat kecerahan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bihun dari pati sagu alaminya Purwani et al. 2006. Gambar 22 Hasil pemasakan bihun sagu a 0 HMT, b 25 HMT dan c 50 HMT

b. Waktu Rehidrasi, Berat Rehidrasi dan KPAP Bihun Sagu

Perbedaan tingkat substitusi pati sagu termodifikasi HMT memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu rehidrasi bihun sagu P 0.05 seperti yang disajikan pada Tabel 16 dan Lampiran 4. Sementara itu, pengaruh tingkat a b c 80 substitusi pati HMT tidak berpengaruh nyata terhadap berat rehidrasi bihun sagu dan KPAP kehilangan padatan akibat pemasakan P0.05. Melalui uji lanjut Duncan terlihat bahwa waktu rehidrasi bihun sagu HMT 50 mempunyai waktu rehidrasi yang lebih singkat bila dibandingkan dengan bihun sagu HMT 0 maupun 25. Terjadinya penurunan waktu rehidrasi ini kemungkinan terkait dengan karakteristik gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT. Kisaran suhu gelatinisasi pati sagu HMT yang lebih sempit bila dibandingkan dengan pati alami menyebabkan pati akan lebih cepat tergelatinisasi sempurna setelah introduksi gelatinisasi terjadi. Oleh karena itu, bihun sagu yang disubstitusi dengan pati termodifikasi HMT sebanyak 50 mempunyai waktu rehidrasi yang lebih singkat. Tabel 16 Waktu rehidrasi, berat rehidrasi dan KPAP bihun sagu Sampel Waktu rehidrasi menit Berat rehidrasi KPAP Alami 100 6.2 ± 0.4 b 248.73 ± 6.18 a 12.65 ± 4.49 a Alami 75, HMT 25 5.5 ± 0.0 b 259.82 ± 21.14 a 12.67 ± 6.98 a Alami 50, HMT 50 4.5 ± 0.0 a 264.79 ± 10.10 a 15.68 ± 0.30 a Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji Duncan P0.05 Penambahan pati sagu termodifikasi HMT diharapkan dapat menurunkan berat rehidrasi bihun, karena bihun dengan berat rehidrasi yang tinggi cenderung mengalami pembengkakan baik selama pemasakan maupun pascapemasakan. Berat rehidrasi produk bihun sangat terkait dengan kemampuan penyerapan air selama proses rehidrasi berlangsung. Untaian bihun yang dapat menyerap air lebih banyak akan mempunyai berat rehidrasi yang lebih tinggi dan sebaliknya untaian bihun yang kurang mampu menyerap air akan mempunyai berat rehidrasi yang lebih rendah. Ketidakmampuan pati sagu termodifikasi HMT dalam menurunkan berat rehidrasi dapat dikaitkan dengan karakteristik pati sagu termodifikasi HMT yang diperoleh. Pati sagu termodifikasi HMT dengan perlakuan pencucian dan waktu 4 jam memiliki swelling volume yang tidak berbeda nyata dengan pati sagu alami Tabel 13. Swelling volume suatu sumber pati yang digunakan untuk bahan baku bihun dapat digunakan untuk menduga derajat pengembangannya saat direhidrasi. 81 Sumber pati dengan swelling volume yang tidak berbeda kemungkinan akan menghasilkan bihun dengan derajat pengembangan yang tidak berbeda pula. Oleh karena itu, bihun yang dihasilkan dari 100 pati alami maupun yang disubstitusi dengan pati termodifikasi HMT mempunyai berat rehidrasi yang tidak berbeda nyata. Selama bihun direhidrasi, padatan dari bihun sagu akan keluar dari permukaan untaian bihun. Jumlah padatan yang keluar dari untaian bihun selama rehidrasi berlangsung dinyatakan dengan KPAP kehilangan padatan akibat pemasakan. Perlakuan substitusi pati sagu termodifikasi HMT tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap KPAP bihun sagu. Namun demikian, bihun substitusi HMT 50 memiliki nilai rataan KPAP yang paling tinggi yaitu mencapai 15.68 ± 0.30 . Bihun pati alami 100 dan substitusi HMT 25 memiliki rataan KPAP yang lebih rendah yaitu masing-masing mencapai 12.65 ± 4.49 dan 12.67 ± 6.98 . Belum terlihatnya pengaruh penambahan pati termodifikasi HMT terhadap KPAP lebih disebabkan oleh standar deviasi nilai KPAP bihun pati alami 100 dan substitusi HMT 25. Adonan bihun yang disubstitusi pati HMT 50 sangat mudah diekstrusi dan untaian bihun yang dihasilkan seragam. Sementara itu, adonan bihun dari 100 pati alami dan substitusi HMT 25 bersifat sangat lengket sehingga menyulitkan ekstrusi. Waktu yang dibutuhkan untuk ekstrusi adonan tersebut menjadi lebih lama dan suhu ekstruder berfluktuasi selama ekstrusi berlangsung. Fluktuasi suhu ini terjadi karena adanya gesekan pada ulir saat mendorong adonan ke luar dari die. Pada saat suhu meningkat, bihun yang keluar dari die ekstruder telah mengalami gelatinisasi. Sementara itu, pada saat suhu menurun, gelatinisasi untaian bihun tidak terjadi. Untaian bihun yang telah tergelatinisasi cenderung memiliki daya rekat yang lebih tinggi sehingga pada saat direhidrasi padatan tidak mudah keluar dari untaian bihun. Namun demikian, apabila bihun tersebut dimasak maka untaiannya tidak dapat memisah dengan baik. Sementara itu, untaian bihun yang tidak tergelatinisasi terlebih dahulu di dalam ekstruder cenderung lebih mudah memisah antar untaiannya tetapi memiliki tekstur yang lebih rapuh. Akibatnya padatan yang keluar saat pemasakan menjadi jauh lebih tinggi. Bihun sagu yang diproduksi dari pati alami 100 82 maupun substitusi pati termodifikasi HMT 25 sulit diterapkan dalam skala yang lebih besar karena mutu bihun yang dihasilkan akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu ekstruder. Walaupun mempunyai kehilangan padatan terlarut yang relatif lebih tinggi, bihun yang dihasilkan dari pati sagu yang disubstitusi pati termodifikasi HMT mempunyai nilai KPAP yang lebih konsisten. Tingginya nilai KPAP pada bihun yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT sebanyak 50 sangat terkait dengan tingginya fraksi pati terlarut dan pati yang tidak mampu membentuk gel tersuspensi pada pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian yang digunakan sebagai pensubstitusi. Apabila dijumlahkan, pati terlarut dan tersuspensi pada pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian mencapai 12.76 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13. Pati yang mudah larut maupun yang hanya membentuk suspensi apabila digelatinisasi kemungkinan tidak dapat terikat dengan kuat di dalam struktur untaian bihun. Pati jenis ini kemungkinan akan mudah keluar dari untaian bihun apabila bihun terekspos oleh air selama pemasakan kembali rehidrasi.

c. Tekstur Bihun Sagu