Kandungan Pati, Amilosa, Amilopektin dan Proporsi Amilosa:Amilopektin

73 suhu tinggi dapat menurunkan swelling capacity pati gandum maupun pati kentang. Di sisi lain, penurunan kelarutan oleh modifikasi tersebut hanya terjadi pada pati kentang namun tidak demikian halnya dengan pati gandum. Pati gandum mempunyai kelarutan yang lebih tinggi setelah diberi perlakuan HMT. Penurunan kelarutan pada pati kentang terjadi karena adanya konversi molekul amilosa yang semula berada pada bagian amorpous menjadi berada pada bagian yang lebih rapat kondisi yang sulit terlarut. Sebaliknya, molekul amilosa pada granula pati gandum menjadi lebih mudah terlarut Belitz and Grosch, 1999. Peningkatan kelarutan juga terjadi pada sorgum merah termodifikasi HMT Adebowale et al. 2005. Adebowale et al. 2005, melaporkan tingkat kelarutan pati sorgum termodifikasi HMT tergantung pada kadar air perlakukan HMT dan suhu pengujian kelarutan. Kelarutan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar air HMT dan suhu pengujian kelarutan. Tabel 13 Swelling volume dan fraksi pati yang tidak membentuk gel Pati sagu Swelling volume mlg Fraksi pati tidak membentuk gel Alami 6.1 ± 0.6 a 9.32 ± 1.27 a HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam 5.9 ± 0.1 a 12.76 ± 0.59 a Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji t P0.05

e. Kandungan Pati, Amilosa, Amilopektin dan Proporsi Amilosa:Amilopektin

Pati yang telah mengalami modifikasi HMT kemungkinan akan mengalami perubahan kandungan pati maupun proporsi amilosa dan amilopektin mengingat adanya kemungkinan hidrolisis selama modifikasi berlangsung. Pati sagu termodifikasi HMT dengan percucian memiliki kandungan pati, amilosa dan amilopektin yang berbeda nyata dengan pati sagu alaminya P0.05 seperti yang disajikan pada Tabel 14 dan Lampiran 2. Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa pati sagu termodifikasi HMT memiliki kandungan pati, amilosa dan amilopektin yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati sagu alaminya. Penurunan kandungan pati, amilosa dan amilopektin pati sagu akibat modifikasi HMT masing-masing mencapai 7.48, 6.51, dan 74 8.32. Adanya perbedaan penurunan kandungan pati, amilosa dan amilopektin pada pati termodifikasi menyebabkan adanya peningkatan proporsi amilosa dari 46.8 bagian menjadi 47.3 bagian dan penurunan proporsi amilopektin dari 53.2 bagian menjadi 52.7 bagian. Tabel 14 Kandungan pati, amilosa, amilopektin dan proporsi amilosa:amilopektin Sampel Pati bk Amilosa bk Amilopektin bk Proporsi Amilosa:Amilopektin Alami 88.32 ± 0.38 b 41.34 ± 0.36 b 46.97 ± 0.74 b 46.8:53.2 HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam 81.71 ± 0.92 a 38.65 ± 0.45 a 43.06 ± 1.16 a 47.3:52.7 Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji t P0.05 Menurut Lu et al. 1996, panas yang diberikan pada modifikasi HMT menyebabkan molekul amilopektin terdegradasi. Selanjutnya menurut Lu et al. 1996, degradasi molekul amilopektin diperlihatkan dengan adanya penurunan jumlah komponen berberat molekul tinggi yang mengindikasikan adanya degradasi termal terutama pada rantai linier dibagian luar molekul amilopektin. Studi yang dilakukan oleh vermeylen et al. 2006, menunjukkan hal serupa dimana pati kentang termodifikasi HMT pada kadar air 23 dan suhu 130 o C mempunyai lebih banyak molekul dengan DP degree of polimerization yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya. Aplikasi Pati Termodifikasi HMT pada Bihun Sagu Produksi Bihun Sagu yang Disubstitusi Pati Sagu Termodifikasi HMT Kondisi optimum modifikasi pati sagu dicapai dengan waktu modifikasi 4 jam dan melalui pencucian. Dengan karakteristik gelatinisasi yang mendekati tipe C dan kekuatan gel yang tinggi, pati yang termodifikasi pada kondisi optimum tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas bihun sagu. Aplikasi pati termodifikasi HMT pada produksi bihun sagu berperan sebagai pensubstitusi pati sagu alami. Tingkat substitusi yang digunakan adalah 0, 25 dan 50. Substitusi pati sagu termodifikasi HMT pada produksi bihun bertujuan untuk memperbaiki kualitas adonan maupun kualitas bihun yang dihasilkan. 75 Pembuatan bihun sagu diawali dengan membuat binder pengikat adonan. Sebanyak 20 sagu dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1:2. Ke dalam suspensi ditambahkan STPP sodium tripolifosfat sebagai pembentuk tekstur. Suspensi dipanaskan sambil diaduk hingga tergelatinisasi yang ditandai dengan meningkatnya kekentalan maupun transparansi suspensi. Sagu yang digunakan sebagai binder adalah sagu alami karena pasta pati sagu termodifikasi HMT cenderung bersifat short atau sponable sehingga tidak mampu berperan sebagai pengikat adonan. Binder yang diperoleh dicampurkan dengan 80 bagian tepung yang sebelumnya telah dicampur dengan guar gum. Campuran diadon sehingga diperoleh adonan yang homogen. Adonan dimasukkan ke dalam multifunctional noodle machine yang bekerja dengan prinsip ekstrusi. Ulir tunggal yang berputar dalam mesin akan menekan dan mendorong adonan keluar melalui die dengan ukuran tertentu. Penggunaan pati termodifikasi pada produksi bihun mulai terlihat saat proses ekstrusi. Bihun yang diproduksi dari 100 pati alami bersifat sangat lengket sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses ekstrusi. Keluarnya untaian bihun juga menjadi tidak seragam dan bihun hanya keluar melalui beberapa die. Lebih lanjut, untaian bihun yang keluar dari die yang berdekatan akan saling menyatu dan sulit untuk dipisahkan. Proses ekstrusi bihun dari pati sagu alami dapat dilihat pada Gambar 19a. Adonan bihun yang dibuat dari campuran pati termodifikasi HMT 25 dan 50 bersifat tidak terlalu lengket sehingga lebih mudah diekstrusi. Untaian bihun dari adonan tersebut dapat keluar secara bersamaan melalui seluruh lubang die seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19b. Untaian bihun selanjutnya dibentuk dan diletakkan di atas pelat-pelat berlubang. Penyusunan untaian bihun dari pati alami 100 sulit dilakukan karena untaian melekat satu sama lain Gambar 20a. Sementara itu, penyusunan untaian bihun dari pati sagu HMT 50 mudah dilakukan karena antai untaian terpisah dengan baik Gambar 20b. Untaian bihun yang diletakkan di atas pelat berlubang dikukus pada suhu 95 o C selama 2 menit. Kelengketan untaian bihun pati 0 HMT semakin 76 meningkat setelah pengukusan berlangsung, dimana penyatuan untaian bihun menjadi semakin kuat dan sulit dipisahkan. Untaian bihun yang telah dikukus dikeringkan dengan oven udara pada suhu 60 o C selama 35 menit untuk mencapai kadar air yang relatif aman untuk penyimpanan. Bihun sagu yang diperoleh dikemas dengan menggunakan kemasan plastik PP Polyprophylene untuk melindunginya selama penyimpanan. Gambar 19 Ekstrusi adonan bihun a 0 pati HMT dan b 50 pati HMT Gambar 20 Penyusunan untaian bihun a 0 pati HMT dan b 50 pati HMT b a a b 77 Pengaruh Substitusi Pati Termodifikasi HMT Terhadap Kualitas Bihun Sagu Pengaruh penggunaan pati sagu termodifikasi HMT diketahui dengan melakukan karakterisasi terhadap bihun sagu yang diperoleh. Karakteristik yang diuji antara lain intensitas warna, waktu rehidrasi, berat rehidrasi, kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP, tekstur dengan texture analyzer dan penilaian organoleptik.

a. Warna Bihun Sagu