83 P0.05. Bihun yang dibuat dari 50 pati termodifikasi HMT memiliki
elastisitas yang lebih rendah dari bihun yang buat dari 100 pati alami dan lebih tinggi dari elastisitas bihun yang dibuat dari pati alami 75. Penurunan elastisitas
bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT kemungkinan disebabkan oleh karakteristik pati termodifikasi HMT yang cenderung short spoonable.
Tabel 17 Tekstur bihun sagu Parameter
Alami 100 Alami 75,
HMT 25 Alami 50,
HMT 50
Kekerasan gf 986.5
± 168.4
a
891.6 ± 211.5
a
1481.25 ± 218.9
b
Elastisitas 0.72
± 0.04
b
0.56 ± 0.08
a
0.67 ± 0.01
ab
Daya Kohesif 0.44
± 0.15
a
0.47 ± 0.06
a
0.40 ± 0.02
a
Kelengketan gf -48.5
± 15.2
a
-53.1 ± 16.6
a
-95.4 ± 38.1
a
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji Duncan P0.05
Data yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 5 menunjukkan bahwa substitusi pati sagu termodifikasi HMT pada bihun belum dapat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap daya kohesif dan kelengketan. Walaupun secara visual bihun yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT terlihat mempunyai
kelengketan yang lebih rendah dan mudah dipisahkan antar untaianya pada saat dimasak kembali, pengukuran dengan texture analyzer menunjukkan bahwa bihun
tersebut memiliki kelengketan yang tidak berbeda nyata dengan bihun dari bahan baku 100 pati alami. Lebih lanjut bila dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh
terlihat bahwa bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT 50 cenderung memiliki kelengketan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bihun dari 100
pati alami maupun pati alami 75. Peningkatan kelengketan bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT sebanyak 50 kemungkinan terkait dengan
tingginya KPAP bihun tersebut.
d. Penilaian Organoleptik Bihun Sagu
Pengaruh substitusi pati sagu termodifikasi HMT terhadap penilaian organoleptik bihun sagu dapat diketahui dengan melakukan uji ranking hedonik.
Uji tersebut dapat digunakan untuk menentukan bihun yang lebih disukai oleh panelis. Uji yang telah dilakukan menunjukkan bahwa substitusi pati sagu
termodifikasi HMT berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter uji yang terdiri
84 atas warna, kelengketan, kekenyalan, kekerasan, rasa dan kesan keseluruhan
P0.05 seperti yang terdapat pada Tabel 18 dan Lampiran 6. Uji lanjut dengan uji LSD least significant difference menunjukkan bahwa
bihun yang disubstitusi dengan pati termodifikasi HMT sebanyak 50 memiliki kelengketan dan kesan keseluruhan yang lebih disukai dibandingkan dengan bihun
dari 100 pati sagu alami dan bihun dari 75 pati alami. Lebih lanjut, bihun dari pati alami 100 memiliki warna, kekenyalan, kekerasan, dan rasa yang paling
tidak disukai bila dibandingkan dengan bihun dari pati alami 75 dan bihun pati termodifikasi HMT 50.
Tabel 18 Penilaian organoleptik bihun sagu Parameter Alami
100 Alami 75,
HMT 25 Alami 50,
HMT 50 Warna 2.87
b
1.8
a
1.33
a
Kelengketan 2.87
c
1.93
b
1.2
a
Kekenyalan 2.77
b
1.7
a
1.5
a
Kekerasan 2.7
b
1.8
a
1.5
a
Rasa 2.87
b
1.6
a
1.6
a
Kesan Keseluruhan 3
c
1.8
b
1.2
a
Keterangan:
Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata
pada uji LSD P0.05
Adanya perbedaan tingkat kesukaan bihun sagu menunjukkan bahwa substitusi bihun sagu dengan pati termodifikasi HMT dapat meningkatkan
penerimaan panelis. Peningkatan penerimaan panelis terhadap bihun sagu yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT memberikan bukti bahwa pati
termodifikasi HMT dapat memperbaiki kualitas bihun sagu walaupun penilaian yang dilakukan secara objektif hanya dapat menjelaskan adanya penurunan waktu
rehidrasi dan peningkatan kekerasan bihun sagu.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Modifikasi HMT yang dilakukan terhadap pati sagu dengan kombinasi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi dapat menghasilkan pati dengan
stabilitas panas, stabilitas pengadukan dan kemampuan pembentuk gel yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati sagu alaminya. Perlakukan pencucian dapat
menghasilkan pati sagu termodifikasi dengan ketahanan panas, ketahanan pengadukan dan kemampuan pembentuk gel yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan tanpa pencucian. Ketahanan panas, ketahanan pengadukan dan kemampuan membentuk gel pati termodifikasi semakin tinggi dengan semakin
singkatnya waktu modifikasi. Kombinasi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi yang dapat menghasilkan pati dengan tipe C yaitu dengan ketahanan
panas, ketahanan pengadukan dan kemampuan membentuk gel yang paling tinggi diperoleh dari modifikasi yang dilakukan dengan perlakuan pencucian dan waktu
4 jam. Pati termodifikasi terpilih mengalami perubahan bentuk pada pusat granula serta mempunyai kekuatan gel lebih tinggi, persentase sineresis yang lebih rendah,
derajat putih yang lebih rendah, swelling volume dan fraksi pati tidak membentuk gel yang tidak berbeda, kandungan pati, amilosa dan amilopektin yang lebih
rendah bila dibandingkan pati alaminya. Kekutan gel, persentase sineresis, derajat putih, swelling volume, fraksi pati tidak membentuk gel, kandungan pati,
kandungan amilosa dan kandungan amilopektin pati sagu termodifikasi HMT terpilih adalah 50.8
± 3.7 gf, 19.68 ± 2.40, 52.89 ± 0.40, 5.9 ± 0.1 mlg, 12.76 ± 0.59 81.71 ± 0.92bk, 38.65 ± 0.45bk, 43.06 ± 1.16bk. Kekutan gel,
persentase sineresis, derajat putih, swelling volume, fraksi pati tidak membentuk gel, kandungan pati, kandungan amilosa dan kandungan amilopektin pati sagu
alami adalah 8.8 ± 0.6 gf, 32.15 ± 3.71, 73.87 ± 0.06, 6.1 ± 0.6mlg, 9.32 ±
1.27, 88.32 ± 0.38bk, 41.34 ± 0.36bk, dan 46.97 ± 0.74.
Substitusi pati sagu termodifikasi HMT dalam produksi bihun sagu dapat meningkatkan kualitas bihun sagu. Berdasarkan pengujian secara fisik waktu
pemasakan dan kekerasan dan organoleptik, bihun sagu yang disubtitusi dengan
86 pati sagu termodifikasi HMT sebanyak 50 mempunyai kualitas yang lebih baik
bila dibandingkan dengan bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT sebanyak 25 maupun bihun sagu yang tidak disubstitusi pati sagu termodifikasi
HMT. Bihun sagu yang disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT sebanyak 50 mempunyai waktu pemasakan paling singkat 4.5 menit, kekerasan tertinggi
1481.25 gf dan paling disukai bila dibandingkan dengan dengan bihun yang disubstitusi pati termodifikasi HMT sebanyak 25 maupun bihun sagu yang tidak
disubstitusi pati sagu termodifikasi HMT.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Perlu dilakukan penentuan sensitifitas perubahan profil gelatinisasi terhadap kisaran kadar air pati sagu mengingat sulitnya memperoleh kadar
air yang tepat sesuai target pada pengaturan kadar air pati yang akan dimodifikasi.
2. Perlu dilakukan pemantauan perubahan kadar air selama modifikasi pati sagu dengan metode HMT mengingat kadar air pati sagu mengalami
penurunan selama modifikasi berlangsung. 3. Perlu dilakukan modifikasi HMT pada kisaran pH yang lebih luas dengan
perlakuan pencucian yang berbeda hingga pencucian pati tersebut menghasilkan pati dengan pH yang berbeda.
4. Perlu dilakukan substitusi pati termodifikasi HMT dengan konsentrasi yang lebih rendah untuk menekan penggunaan pati termodifikasi HMT
pada pembuatan bihun.
DAFTAR PUSTAKA
Adebowale KO, Olu-Owolabi BI, Olayinka OO, and Lawal OS. 2005. Effect of Heat Moisture Treatment and Annealing on Physicochemical Properties of
Red Sorgum Starch. African J of Biotech Vol. 4 9:928-933. Ahmad BF, Williams PA, Doublier J, Durand S and Buleon. 1999.
Physicochemical Characterization of Sago Starch. Carbohydrate Polymer 38: 361 – 370.
Ahmad L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. AOAC official Methods 925.10. Ed ke-16. 1999. Solids Total and Moisture in
Flour, Air Oven Methods, Final Action. AOAC International. USA. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S dan Budiyanto S. 1989.
Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. PT IPB Press, Bogor. Belitz HD and Grosch W. 1999. Food Chemistry. Springer, Germany.
Chen Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starches and Their
Application in Noodle Products [tesis]. The Netherlands, Wageningen University,
Chen Z, Schols HA, and Voragen AGJ. 2003. Starch Granule Size Strongly Determines Starch Noodle Processing and Noodle Quality. J of Food Sci 68
5: 1584 – 1589. Codex Stan 249-2006. Codex Standard for Instant Noodles.
Collado LS, and Corke H. 1999. Heat-Moisture Treatment Effects on Sweetpotato Starches Differing in Amylose Content. Food Chem 65 3: 339-346.
Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, and Corke H. 2001. “Bihon-type of Noodles from Heat-Moisture Treated Sweetpotato Starch”. J. Food Sci 664:604-
609. Collona P. and Buléon A. 1992. In Verwimp, T. 2007. Isolation, Characterization
and Structura; Features of Rye Fluor Starch and Non-starch Polysaccharide Constituents [Dissertationes]. Leuven. De Agricultura, Faculteit Bio-
ingenieurswetenschappen, Katholieke Universiteit.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia Tepung Sagu 01- 3729-1995.
Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992.
88 Direktur Jenderal Bina Produksi Pertanian Departemen Pertanian RI. 2003. Arah
Kebijakan Pengembangan Agribisnis Sagu di Indonesia. Dalam Sagu Untuk Ketahanan Pangan. Prosiding Seminara Nasional Sagu. Manado, 6 Oktober
2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2003.
Eliasson A-C editor. 2004. Starch in Food Structure, function and applications. Woodhead Publishing Limited. Cambridge England.
Flach M. 1997. Sago Palm: Metroxylon Sagu Rottb. Institute of Plant Genetics and Crops Plant Research Gatersleben and International Plant Genetic
Resources Institute Rome, Italy. http:www.ipgri.cgiar.orgpublications
pdf238.pdf Gunaratne A and Hoover R. 2002. Effect of Moisture Treatment on the Structure
and Physical Properties of Tuber and Root Starches. Carbohydrate Polymers 49:425-437.
Hoover R and Manuel H. 1996. The Effect of Heat-Moisture Treatment on the Structure and Physicochemical Properties of Normal Maize, Waxy Maize,
Dull Waxy Maize and Amylomaize V Starches. J of Cereal Sci 23:153-162. Istalaksana dan Maturbongs. 2007. Studi Teknik dan Sosial-Budaya Terhentinya
Operasi PT. Sasari di Distrik Arandai, Kabupaten Bintuni, Papua. Laporan Akhir Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok. KMNRT-Seafast
Center, IPB.
Jane J-l. 2006. Curret Understanding on Starch Granule Structures. J Appl Glycosci 53: 205-213.
Juliano BO, and Sakurai J. 1985. Miscellaneous Rice products. In B.O. Juliano, Rice: Chemistry and Technology 2
nd
ed., pp. 592 – 599. St. Paul, Minessota: AACC.
Kruger JE, Matsuo RB, Dick JW editor. 1996. Pasta and Noodle Technology, American Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, Minnesota, U.S.A.
Kertopermono AP, Munami, Maturbongs L, and Sukarwo. 1983. Penerapan Remote Sinsing untuk Penelitian, Pemetaan Distribusi Areal Sagu di Agats
Irian Jaya. PPUS UNIPA. Kim YS, Wiesenborn DP, Lorenzen JH, and Berglund P. 1996. Suitable of Edible
Bean and Potato Starches for Starch Noodles. Cereal Chem 733: 302 – 308.
Lawal OS. and Adebowale KO. 2005. An Assessment of Changes in Thermal and Physico-chemical Parameter of Jack Bean Canavalia ensiformis Starch
Following Hidrothermal Modification. Eur Food Res Technol 221:631-638. Lawal OS. Studies on The Hydrothermal Modifications of New Cocoyam
Xanthosoma sagittifolium Starch. 2005. International J of Biol Macromolecule 37: 268 – 277.
89 Lestari, OA. 2009. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi
Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lii C-Y and Chang SM. 1981. Characterization of Read Bean Phaseolus radiatus var. auea starch and its noodle quality. J Food Sci 46: 78 -81.
Lim S-T Chang E-H, and Chung H-J 2001. Thermal Transition Characteristics of Heat-Moisture Treated Corn and Potato Starches. Carbohydrate Polymers
46: 107-115. Limbongan J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. J Litbang
Pertanian 26 1: 16-24. Lorlowhakarn K and Naivikul O. 2006. Modification of Rice Flour by Heat
Moisture Treatment HMT to Produce Rice Noodle. Kasetsart J Nat Sci 40 Suppl.: 135 – 143.
Lu S. Chen C-Y. and Lii C-Y. 1996. Gel-Chromatography Fractionation and Thermal Characterization of Rice Starch Affected by Hydrothermal
Treatment. Cereal Chem 731:5-11. Manuel HJ. 1996. The Effect of Heat-Moisture Treatment on The Structure
Physicochemical Properties of Legum Starches. Thesis-Department of Biochemistry Memorial University of Newfoundland, St. John’s
Newfoundland, Canada.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB PRESS. Bogor.
Maturbongs L. 1984. Potensi dan Distribusi Sagu di Memberamo Hilir. Irian Jaya. Maturbongs L dan Rumbino A. 1996. Potensi dan Distribusi Sagu di Mimika-Irian
Jaya. Maturbongs L, Istalaksana P, Rochani A, Kesaulija DN dan Musaad I. 2001.
Pengembangan Komoditas Sagu di Kabupaten Biak Numfor dalam Rangka Menunjang KAPET Biak. PPUS UNIPA.
Miyazaki, A. 2004. Di dalam Limbongan, J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. J Litbang Pertanian 261: 16 – 24.
McClatchey W, Manner HI, and Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarum, M. paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, M. vitiense, and M. warburgii sago
palm Spesies Profile for Pasific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org
Mohamed A, Jamilah B, Abbas KA, Rahman RA and Roseline K. 2008. A Review on Physicochemical and Thermorheological Properties of Sago
Starch. Am J of Agric and Bio Sci 34: 639 – 646.
90 Muhammad K, Hussin F, Man YC, Ghazali HM and Kennedy JF. 2000. Effect of
pH on Phosphorylation of Sago Starch. Carbohydrate Polymers 42: 85-90. Olayinka OO, Adebowale KO, Olu-Owolabi BI. 2008. Effect of Heat-Moisture
Treatment on Physicochemical Properties of White Sorghum Starch. Food Hydrocolloids 22: 225-230.
Pukkahuta C and Varavinit S. 2007. Structural Transformation of Sago Starch by Heat-Moisture and Osmotic-Pressure Treatment. Starch-stärke 5912: 624-
631. Pukkahuta C, Suwannawat B, Shobsngob S, and Varavinit S. 2008. Comparative
Study of Pasting and Thermal Transition Characteristic of Osmotic Pressure and Heat-Moisture Treated Corn Starch. Carbohydrate Polymer 72: 527 –
536.
Purwani EY, Widaningrum, Thahrir R dan Muslich. 2006. Effect of Moisture Treatment of Sago Starch on Its Noodle Quality. Indonesian J of Agric Sci
71: 8 -14. Riley CK, Wheatley AO, Asemota HN. 2006. Isolation and Characterization of
Starches from Eight Dioscorea alata Cultivars Grown in Jamaica. African J of Biotech 517:1528 – 1536.
Roder N, Ellis PR and Butterworth PJ. 2005. Starch Molecular and Nutritional Properties: a Review. Advance in Molecular Medicine 11: 5 – 14.
Schoch TJ and Maywald EC. 1968. Preparation and Properties of Various Legume Starches. In Collado, L.S., L.B. Mabesa, C.G. Oates and H. Corke. 2001.
Bihon-Type Noodles from Heat- Moisture-Treated Sweet Potato Starch. J of Food Sci 664: 604-609.
Singh N, Singh J and Sodhi NS. 2002. Morphological, Thermal, Rheological and Noodle-Making properties of Potato and Corn Starch. J of Food and Agric
82: 1376-1383. Singh S, Raina CS, Bawa AS, and Saxena DC. 2005. Effect of Heat-Moisture
Treatment and Acid Modification on Rheological, Textural, and Differential Scanning Calorimetry Characteristics of Sweetpotato Starch. J of Food Sci
706:373 – 378.
Song Y and Jane J. 2001. Characterization of Barley Starches of Waxy, normal and high amylose varieties. Carbohydrate Polymers 41: 365 – 377.
Stute R. 1992. Hydrothermal modification of starches: The difference between annealing and heat moisture treatment. In Collado, L.S., L.B. Mabesa, C.G.
Oates and H. Corke. 2001. Bihon-Type Noodles from Heat- Moisture- Treated Sweet Potato Starch. J of Food Sci 66 4: 2001: 604-609.
91 Tenda ET, Noviantoro H, and Limbongan J. 2005. Di dalam Limbongan, J. 2007.
Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. J Litbang Pertanian 26 1: 16 – 24.
Vermeylen RB, Goderis and Delcour JA. 2006. An X-ray Study of Hydrothermally Treated Potato Starch. Carbohydrate Polymers 642: 364-
375. Wattanachant S, Muhammad K, Hasyim DM, Rahman RA. 2003. Effect of
Crosslink Reagent and Hydroxypropilation Levels on Dual-Modified Sago Starch Properties. Food Chemistry 80: 463-471.
Wattanachant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002
1
. Characterization of Hydroxypropylated Crosslinked Sago Starch as
Compared to Commercial Modified Starches. Songklanakarin J Sci Technol 243: 439-450.
Wattanachant S, Muhammad SKS, Hasyim DM, Rahman RA. 2002
2
. Suitability of sago starch as a base for dual-modification. Songklanakarin J.Sci.Technol
243:432 – 438. Whistler RY and Daniel JR. 1985. Carbohydrates. Di dalam Fennema, O.R ed.
1985. Princiles of Food Science-Part 1-Food Chemistry. Marcell Dekker, Inc, Newyork and Bassel.
Widaningrum, Purwani E Y dan Munarso S J. 2005. Kajian Terhadap SNI Mutu Pati Sagu. J Standardisasi 73 November 2005. Badan Standardisasi
Nasional. Widaningrum dan Purwani E Y. 2006. Karakterisasi serta Studi Pengaruh
Perlakuan Panas Annealing dan Heat Moisture Treatment HMT terhadap Sifat Fisikokimia Pati Jagung. J Pascapanen 32 2006: 109-118.
Yiu PH, Loh SL, Rajan A, Wong SC and Bong CFJ. 2008. Physiochemical Properties of Sago Starch Modified by Acid Treatment in Alcohol. Am J of
appl Sci 5 4:307 – 311. Zobel HF. 1988. Molecules to granules: A Comprehensive starch review. Starch
40: 44-50. Zobel HF, Young SN and Rocca LA. 1988. Starch Gelatinization: An X-ray
Diffraction Study. Cereal Chem 656: 443 - 446.
Lampiran 1. Hasil analisis data pengaruh pencucian dan waktu modifikasi HMT terhadap profil gelatinisasi pati sagu dengan metode
GLM pada program SAS
a. Suhu awal gelatinisasi SAG