60 perlakuan memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pati alaminya. Adanya peningkatan suhu awal gelatinisasi pati sagu termodifiksi HMT
mengindikasikan bahwa energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan hidrogen antar dan intermolekuler di dalam granula pati sagu termodifikasi lebih
besar bila dibandingkan dengan pati alaminya. Hal ini dapat terjadi apabila pengaturan kembali molekul amilosa dan amilopektin pada granula selama proses
modifikasi mengarah pada peningkatan stabilitas interaksi molekul di dalam granula pati.
Pati termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam dan 8 jam terlihat membutuhkan suhu yang paling tinggi untuk memulai proses gelatinisasi.
Pati termodifikasi tersebut diduga mempunyai interaksi hidrogen inter dan antar molekul dalam granula yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pati
termodifikasi lain ataupun pati alaminya. Beberapa studi menunjukkan bahwa modifikasi HMT dapat meningkatkan suhu awal gelatinisasi pati antara lain pati
sagu Purwani et al. 2006, pati new cocoyam Lawal 2005 dan pati shorgum putih Olayinka et al. 2008. Peningkatan suhu gelatinisasi juga terjadi pada pati
yang mengalami modifikasi ikatan silang Muhammad et al. 2000; Wattanachant et al. 2003. Peningkatan stabilitas pati termodifikasi ikatan silang terjadi karena
pembentukan ikatan kovalen yang menggantikan sebagian ikatan hidrogen yang menstabilisasi interaksi molekul di dalam granula pati.
c.2. Suhu puncak gelatinisasi SPG pati sagu
Pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam terlihat tidak memiliki suhu puncak gelatinisasi Tabel 9 sehingga tidak dilakukan uji
statistik terhadap parameter suhu puncak gelatinisasi. Suhu puncak gelatinisasi pati sagu termodifikasi pada perlakuan lain cenderung menurun. Peningkatan suhu
awal gelatinisasi yang tidak diikuti dengan peningkatan suhu puncak gelatinisasi menyebabkan rentang suhu gelatinisasi pati sagu termodifikasi menjadi lebih
sempit. Penyempitan rentang suhu gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT telah dilaporkan oleh Purwani et al. 2006.
61
c.3. Viskositas puncak VP pasta pati sagu
Analisis data seperti yang disajikan pada Lampiran 1 menunjukkan adanya pengaruh interaksi perlakuan pencucian dan waktu modifikasi HMT terhadap
viskositas puncak VP pati sagu. Interaksi antara perlakuan pencucian dan waktu modifikasi menyebabkan adanya perbedaan pola respon viskositas puncak pasta
pati sagu termodifikasi pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda Gambar 15.
Gambar 15 Grafik pola respon VP pada kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang berbeda
Semakin panjang waktu modifikasi yang dilakukan pada sagu yang dicuci maka VP pati semakin rendah dan penurunan viskositas puncak pasta yang tajam
terlihat pada saat waktu modifikasi dinaikkan dari 8 jam menjadi 16 jam. Modifikasi yang dilakukan pada pati yang tidak dicuci memperlihatkan adanya
penurunan viskositas pasta pati yang tajam ketika waktu modifikasi ditingkatkan dari 4 jam menjadi 8 jam. Uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa
pati sagu termodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 4 jam memiliki VP tertinggi bila dibandingkan perlakuan HMT lainnya yaitu mencapai 465
± 7 BU Tabel 9. Sementara itu, pati yang mempunyai VP terendah adalah pati sagu yang
dimodifikasi HMT dengan pencucian dan waktu 16 jam, namun VP pati tersebut
340 360
380 400
420 440
460 480
4 8
12 16
20 Waktu jam
V isko
si ta
s B
U
Tidak dicuci Dicuci
62 tidak berbeda nyata dengan pati yang dimodifikasi tanpa pencucian dengan waktu
8 dan 16 jam. Pengaruh interaksi antara pencucian dan waktu terhadap viskositas pasta
diduga terkait dengan reaksi hidrolisis parsial selama modifikasi HMT berlangsung. Keberadaan air dan suhu tinggi yang diterapkan pada modifikasi
HMT menyebabkan berkurangnya amilopektin pati dan bertambahnya fraksi pati yang mempunyai berat molekul rendah Lu et al. 1996; Vermeylen et al. 2006.
Bertambahnya pati dengan berat molekul rendah dapat menurunkan viskositas puncak pasta karena pati dengan berat molekul rendah memiliki kemampuan
pengembangan yang terbatas. Keterlibatan asam-asam organik yang banyak terdapat pada pati yang tidak dicuci dalam mengkatalisis reaksi hidrolisis pati
sagu terlihat dari lebih rendahnya viskositas puncak pasta pati yang dimodifikasi tanpa perlakuan pencucian sebelumnya. Perbedaan tersebut hanya terjadi ketika
modifikasi dilakukan selama 4 dan 8 jam. Modifikasi yang dilakukan dengan waktu yang lebih lama 16 jam tidak menyebabkan adanya perbedaan viskositas
puncak pasta yang nyata antara pati yang dicuci dan tidak dicuci karena diduga asam organik yang terdapat pada pati sagu yang tidak dicuci telah banyak
menguap sehingga tidak lagi mempengaruhi hidrolisis yang terjadi selama modifikasi HMT.
Walaupun uji lanjut menunjukkan adanya kombinasi perlakuan pencucian dan waktu yang menghasilkan pati dengan viskositas puncak tertinggi, uji lanjut
tersebut juga menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT pada semua perlakuan memiliki viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati
alaminya. Penurununan viskositas pasta pati termodifikasi HMT terjadi pada pati sorgum putih Olayinka et al. 2008, pati ubi jalar Collado and Cork 1999;
Collado et al. 2001, pati sagu Purwani et al. 2006, dan pati jagung Widaningrum dan Purwani 2006; Ahmad 2009. Penurunan viskositas pasta
menunjukkan adanya penurunan kemampuan penyerapan air oleh granula pati. Pati yang mempunyai kemampuan penyerapan air yang tingi akan mengalami
pembengkakan yang tinggi pula yang berakibat pada tingginya viskositas puncak pasta. Pembengkakan granula pati yang berlebihan akan diikuti dengan peluruhan
molekul amilosa dari dalam granula sebagai akibat dari ketidakmampuannya
63 menahan tekanan. Peluruhan yang terjadi akan diikuti dengan penurunan
viskositas pasta yang tajam breakdown yang tinggi selama pemanasan seperti halnya pada pati sagu alami.
Perlakuan hidrotermal seperti HMT dapat membuat granula pati lebih resisten terhadap deformasi sebagai akibat dari penguatan gaya ikatan intra-
granula Stute et al. 1992. Oleh karena itu, pati cenderung mempunyai kemampuan penyerapan air yang rendah dan mengalami pengembangan yang
terbatas pada saat mengalami gelatinisasi. Hubungan antara pengembangan granula pati dan viskositas puncak pasta terlihat jelas pada pati barley dengan
berbagai proporsi amilosa dan amilopektin. Pati barley dengan kandungan amilosa tinggi mempunyai pengembangan terbatas sehingga mempunyai viskositas puncak
pasta yang terbatas pula Song and Jane 2000. Selanjutnya menurut Song and Jane 2000, barley dengan kadungan amilopektin tinggi dapat mengembang lebih
bebas dan menghasilkan viskositas puncak pasta yang tinggi pada temperatur gelatinisasi yang rendah. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa amilopektin
merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap pengembangan granula. Menurut Collado and Corke 1999, perubahan viskositas puncak pati ubi
jalar termodifikasi HMT dipengaruhi oleh waktu, pH dan kandungan amilosa pati. Untuk pati dengan kandungan amilosa rendah, viskositas puncak terendah dicapai
pada modifikasi HMT selama 16 jam pada pH asal pH 6.5 – 6.7. Sementara itu, untuk pati dengan kandungan amilosa tinggi, modifikasi HMT yang dilakukan
pada pH asal selama 4 jam cenderung mempunyai viskositas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi selama 8 jam dan 16 jam baik
pada pH asal pH 6.5 – 6.7 maupun pH basa pH 10.
c.4. Viskositas pasta panas VPP dan viskositas breakdown VB