46
pemilihan model-model tersebut adalah karena model-model persamaan tersebut telah banyak digunakan atau dicoba pada penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat
menggambarkan siotermi sorpsi pada selang kelembaban relatif tertentu untuk bahan hasil pertanian. Selain itu, model-model persamaan tersebut mempunyai parameter
kurang atau sama dengan tiga sehingga sesuai dengan pernyataan Labuza 1968 bahwa jika tujuan penggunaan kurva isotermi sorpsi tersebut untuk mendapat kemulusan kurva
yang tinggi, maka lebih cocok menggunakan model-model persamaan yang sederhana, dan lebih sedikit jumlah parameternya. Persamaan Henderson digunakan untuk
memprediksi kadar air produk serealia dan biji-bijian pada daerah kelembaban relatif luas Labuza, 1968. Persamaan Oswin dapat menggambarkan kurva sigmoidal untuk
menjelaskan sorpsi isotermi bahan pangan pada kelembaban relatif 0 sampai 80, sedangkan persamaan Caurie digunakan untuk menggambarkan isotermi sorpsi sebagian
besar bahan pangan pada selang kelembaban 0 sampai 85. Selanjutnya model-model persamaan matematis yang digunakan dimodifikasi
bentuknya dari persamaan non linier menjadi persamaan linier sehingga dapat mempermudah perhitungan tetapan nilai-nilai konstanta dari tiap persamaan.
Perhitungan nilai-nilai konstanta dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, dimana Walpole 1990 mengatakan bahwa dengan metode kuadrat terkecil
dapat dipilih suatu garis regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar. Persamaan-persamaan isotermi sorpsi dan nilai
konstanta dari model-model BET, Caurie, Chen Clayton, Halsey, Henderson, dan Oswin untuk jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C, 30°C, dan 35°C, bersamaan dengan
nilai modulus deviasi P dapat dilihat pada gambar 8-16.
1. Model BET
Model BET gagal untuk mendeskripsikan data percobaan dengan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan. Nilai P untuk model BET berkisar antara 37.73-
53.59. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sama dengan yang dilaporkan oleh Al-Muhtaseb 2004, dimana model BET gagal meneskripsikan sorpsi isotermi
tepung kentang yang berkadar amilose tinggi dan juga terjadi pada tepung kentang yang berkadar amilopektin tinggi yang disimpan pada suhu 30, 45, dan 60°C, dengan
nilai P rata-rata di atas 20.
47
Gambar 9. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model BET pada jagung titi yang disimpan pada suhu a 25°C,
b 30°C, dan c 35°C
5 10
15 20
25 30
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KA
K bk
Aktivitas air
5 10
15 20
25 30
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KAK bk
Aktivitas air
5 10
15 20
25
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KAK bk
Aktivitas air P = 53.59
P = 45.12
P = 37.73 aw1-awMe = -2.4031 + 25.0358aw
aw1-awMe = -3.4336 + 34.2640aw aw1-awMe = -2.9088 + 28.9071aw
a
b
b
Model BET suhu 25°C
Model BET suhu 30°C
Model BET suhu 35°C
48
Model BET sangat baik digunakan untuk pendugaan jumlah air terikat dalam sistem pangan kering dan daerah prediksinya terbatas pada aw dibawah 0.5.
Siripatrawan dan Jantawat 2005 menyatakan bahwa model BET sangat baik dalam mempresentasikan data kadar air kesetimbangan sereal beras pada kisaran aktivitas
air kurang dari 0.60. Model BET dalam eksperimen ini digunakan untuk memprediksi KAK jagung titi pada selang aw 0.069-0.84, sehingga KAK jagung titi yang
diprediksi dengan model BET tidak akurat.
2. Model Caurie
Dalam kisaran aktivitas air 0.069 Aw 0.84, model Caurie menunjukkan hasil yang tidak terlalu baik dalam mendeskripsikan data percobaan pada semua suhu
penyimpanan, dengan nilai Mean Relative Percentage Deviation Moduli P berkisar antara 10.22-15.13, dengan nilai rata-rata 13.25. Perbandingan antara kurva
sorpsi isotermi jagung titi hasil percobaan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan dengan model Caurie dan persamaan linear kurva sorpsi isotermi jagung titi
berdasarkan hasil perhitungan dengan model Caurie beserta nilai modulus deviasi P dapat dilihat gambar 10.
Bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Sholehuddin 2005, hasil yang diperoleh dari penelitian ini lebih baik. Sholehuddin mengaplikasikan model Caurie
untuk mendeskripsikan kadar air kesetimbangan mie instan jagung dan snack mie jagung, dan menyimpulkan bahwa model Caurie tidak dapat menggambarkan kadar
air kesetimbangan produk mie dengan tepat, dimana nilai P sebesar 236.10 untuk mie instan jagung, dan 13.22 untuk snack mie instan jagung.
Hossain et al. 2002 menjabarkan hasil eksperimannya yang menunjukkam bahwa model Caurie sangat baik dalam mendeskripsikan sifat isotermi susu
tradisional india. Model Caurie juga sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan sandesh susu manis indian pada kisaran aw 0.11-0,97 Sahu dan Jha,
2008.
49
Gambar 10. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Caurie pada jagung titi yang disimpan pada suhu a 25°C,
b 30°C, dan c 35°C
5 10
15 20
25 30
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KAK BK
Aktivitas Air
5 10
15 20
25
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KAK BK
Aktivitas Air
5 10
15 20
0.2 0.4
0.6 0.8
1 KAK BK
Aktivitas Air P = 15.13
lnMe = -3 2534 + 2 3198aw
P = 14.40
P = 10.22 lnMe = -3.3418 + 2.2456aw
lnMe = -3.4231 + 2.0732aw
c b
a
Model Caurie suhu 25°C
Model Caurie suhu 30°C
Model Caurie suhu 35°C
50
Diamante et al. 2004 menjabarkan bahwa model Caurie sangat baik dalam manggambarkan data sorpsi manisan mangga kering yang disimpan pada suhu 25-
45°C. Berdasarkan penjabaran kemampauan model Caurie dalam mendeskripsikan sifat isotermi sorpsi jagung titi, snack mi instan jagung, susu manis, dan manisan
mangga kering, dapat dikatakan bahwa model Caurie gagal mendeskripsikan data kadar air kritis jagung titi karena model Caurie hanya cocok untuk diterapkan pada
produk pangan yang berkadar gula tinggi.
3. Model Chen Clayton