Model Matematik Isotermi Sorpsi

19 Gambar 5. Isotermi sorpsi jagung kering destilasi Kingsly dan Ileleji, 2009 Winarno 1994 juga menyatakan bahwa kurva isotermi sorpsi khas untuk setiap bahan pangan. Bila perubahan kandungan air merubah mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan air dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan produk tersebut dapat ditentukan.

H. Model Matematik Isotermi Sorpsi

Persamaan isotermi sorpsi air sangat berguna untuk memperkirakan penyerapan air oleh makanan, walaupun hanya menyediakan sedikit pengetahuan mengenai interaksi antara air dan komponen-komponen makanan Leung 1983 dalam Al- Muhtaseb, 2003. Walaupun beberapa model matematika hadir untuk mendeskripsikan isotermi sorpsi air dari bahan makanan Iglesias et al., 1975, tidak satupun persamaan memberikan hasil yang akurat untuk seluruh range aktivitas air, atau untuk semua tipe makanan. Labuza menghubungkannya dengan fakta bahwa air berhubungan dengan matrix makanan oleh mekanisme-mekanisme yang berbeda dalam wilayah aktivitas air yang berbeda. Chirife dan Iglesias 1978 menyatakan beberapa kendala yang dihadapi dalam menyusun suatu persamaan yang dapat menjelaskan kurva isotermi sorpsi pada keseluruhan selang aw dan dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis bahan pangan. Adapun kendala-kendala tersebut adalah; 1 perubahan aw pada bahan pangan dipengaruhi oleh kombinasi beberapa macam faktor yang masing-masing mendominasi dalam selang-selang aw yang berbeda, 2 isotermi sorpsi suatu bahan Kelembaban relatif ekuilibrium Kad ar ai r keseti mbanga n bk 20 pangan menggambarkan kemampuan higroskopis yang kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi baik fisik maupun kimia antara kompnen-komponen bahan pangan tersebut dengan lingkungan yang diinduksi oleh proses pemanasan atau perlakuan awal lainnya, dan 3 pada saat bahan pangan menyerap air dari lingkungannya, bahan pangan tersebut umumnya akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Teori paling klasik tentang adsorbsi lapisan tunggal monolayer yang merupakan dasar dari perkembangan teori-teori selanjutnya dikemukakan pertama kali oleh Langmuir pada tahun 1918. Labuza 1968, mengemukakan bahwa model isotermi sorpsi Langmuir ini tidak cocok diterapkan pada bahan pangan karena adanya asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi dalam persamaan, seperti adsopsi air dapat bersifat lebih dari satu lapisan molekul air, permukaan bahan tidak rata yang mana bahan terdiri dari berbagai komponen yang masing-masing mempunyai ikatan yang berbeda terhadap air, dan dapat terjadi interaksi antara molekul-molekul uap air yang diadsorbsi bahan. Oleh Soekarto 1978 dikemukakan bahwa Langmuir mengajukan teori untuk menghitung volume gas ideal tak bermuatan non-polar yang terserap oleh permukaan benda padat dengan menganggap bahwa tidak ada interaksi di antara molekul gas terikat yang saling berdekatan. Oleh sebab itu validitas persamaan Langmuir untuk bahan biologis sangat terbatas yaitu hanya sampai lapisan tunggal aw sekitar 0.30. Oleh Van den Berg dan Bruin 1981, persamaan Langmuir dinyatakan sebagai berikut: = 5 dalam hal ini, N = jumlah molekul gas terserap, Ns = jumlah lokasi penyerapan pada permukaan benda padat adsorbant, C L = tetapan gas adsorpsi gas Langmuir yang besarnya tergantung pada interaksi antara adsorbat dan gas, dan a = aktivitas termodinamik relatif untuk gas dan uap. Persamaan 5 dapat diubah untuk aplikasinya pada proses penguapan uap air oleh bahan biologis, dengan persamaan sebagai berikut: = C C 6 21 Dimana C = C L , aw = aktivitas air terikat atau aktivitas air terserap, M = kadar air terikat, Mm = kadar air lapis tunggal yaitu kandungan air dalam bahan samapai seluruh gugus polar bebas yang terdapat dalam bahan mengikat satu molekul air. Tahun 1938 model Langmuir diperluas oleh Braunauer, Emmet, dan Teller BET, dengan menganggap terjadi interaksi antara molekul gas terikat setelah lapisan monolayer dalam jumlah terbatas. Persamaan yang dikemukakan oleh BET adalah: = C C C aw 7 Dimana M = kadar air bahan, C = konstanta, Mm = kadar air lapis tunggal monolayer. Penerapan persamaan 7 dilakukan dengan menganggap bahwa molekul gas yang terikat setelah lapisan tunggal mengalami kondensasi sehingga sifatnya seperti gas murni. Rizvi 1995 menyatakan bahwa model BET merupakan model yang paling tepat pada berbagai jenis pangan pada kisaran aw = 0.05 hingga 0.45, dan yang mendasari model BET adalah laju kondensasi pada lapisan pertama sebanding dengan lapisan kedua. Energi ikatan seluruh molekul pengikat pada lapisan pertama adalah sama dan energi ikatan pada lapisan lain sebanding dengan energi ikatan pada molekul pengikat murni. Labuza 1968 menyatakan bahwa penerapan BET dapat mencakup daerah RH 10 sampai 50. Model BET sangat berguna untuk menentukan kadar air dimana adsorpsi permukaan bersifat satu lapis molekul air nilai monolayer. Banyak penelitian yang telah memodifikasi model BET dan persamaan yang telah dimodifikasi tersebut menghasilkan isotermi sorpsi air yang cukup baik hingga aktivitas air 0.9 Aguerre et al., 1989. Soekarto 1978 mengemukakan tentang model analisa logaritma yang dapat digunakan untuk menentukan fraksi air terikat sekunder. Model ini merupakan analogi dari perambatan panas di dalam kaleng. Kurva isotermi sorpsi air yang biasanya diplot sebagai kadar air Me terhadap aktifitas air aw ditukar plotnya menjadi 1-aw terhadap m sehingga bentuk kurvanya serupa dengan kurva perambatan panas di dalam kaleng sebagai plot suhu T terhadap waktu pemanasan t. Model matematikanya adalah sebagai berikut : Log 1-aw = b M + a 8 22 dalam hal ini M = kadar air, b = faktor kemiringan, dan a = titik potong pada ordinat Penerapan model ini pada produk pangan ternyata menghasilkan garis lurus yang patah menjadi dua, dimana garis pertama mewakili air terikat sekunder dan garis lurus kedua mewakili air terikat tersier. Titik potong kedua garis dianggap sebagai kapasitas air terikat sekunder. Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Model Henderson dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : 1-a w = exp-kTMe n 9 dimana T = suhu absolut, M = kadar air basis kering, k = konstanta, n = konstanta Model Henderson adalah salah satu model persamaan yang paling banyak digunakan dan bisa mendeskripsikan karakteristik air dari bahan-bahan pertanian yang bersifat higroskopis seperti bahan makanan dan bahan pertanian yang memiliki kisaran aktivitas air dari 0.1-0.75. Chirife dan Iglesias 1978 menyatakan bahwa persamaan Henderson dapat diterapkan pada kebanyakan bahan pangan terutama biji-bijian pada seluruh nilai aw. Hasil eksperimen Corzo dan Fuentez 2004 menunjukkan model Henderson cukup baik mendeskripsikan kadar air kesetimbangan pigeon pea dan kacang lima. Model Henderson juga cukup baik dalam mendeskripsikan data bibit jagung hibrid 647 Soleimani et al., 2006. Kadar air kesetimbangan tepung jagung dapat dideskripsikan cukup baik oleh model Henderson pada suhu penyimpanan 30, 45,da 60°C Peng et al., 2009. Halsey mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer Chirife dan Iglesias, 1978. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif antara 10-81. Model Hasley dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : aw 10 Kingsly dan Ileleji 2009 menyatakan bahwa model Halsey sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan jagung DDGS distillers dried grains with soluble dengan nilai deviasi rata-rata sebesar 3. 23 Caurie merumuskan model persamaan matematis untuk mendeskripsikan sorpsi isotermi produk pangan pada selang Aw 0.0 sampai 0.85, dengan model persamaannya seperti di bawah ini : Ln ln 11 Hossain et al. 2002 menyatakan bahwa model Caurie sangat baik dalam mendeskripsikan data sorpsi dudh churpi susu manis tradisional india. Model Caurie juga sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan sandesh susu manis Indian Sahu dan Jha, 2008. Selain itu, Diamante et al. 2004 juga menyatakan bahwa model Caurie sangat baik dalam mendeskripsikan data kadar air kesetimbangan mangga kering. Chen Clayton juga merumuskan model persamaan matematis yang dapat mendeskripsikan sorpsi isotermi produk pangan pada semua aktivitas air, dimana persamaan matematis tersebut adalah : aw 12 Model Chen Clayton sangat baik dalam medeskripsikan data sorpsi biji bunga matahari dan produk olahannya Mok dan Hettiarachchy, 2006. Oswin juga mengemukakan persamaan yang sesuai untuk kurva isotermi sorpsi yang berbentuk sigmoid Chirife dan Iglesias, 1978, yang mana persamaan ini berlaku untuk bahan pangan dengan selang kelembaban relatif antara 0 hingga 85. Adapun model persamaan Oswin adalah sebagai berikut : Me 13 Dalam hal ini aw = aktivitas air, Me = kadar air kesetimbangan, P1 dan P2= konstanta

I. Kemasan

Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan pangan dan melindungi produk tersebut dari lingkungan secara langsung. Adanya