66
Dimana untuk nilai batas fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C 18.25 berkeseimbangan dengan aw 0.53, untuk nilai fraksi air terikat
sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 30°C 13.95bk berkeseimbangan dengan aw 0.41, dan nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada
suhu 35°C 13.02bk berkeseimbangan dengan aw 0.41. Dengan demikian, terlihat bahwa semakin rendah suhu penyimpanan, semakin tinggi nilai fraksi air terikat dan
aw yang merupakan batas antara daerah fraksi air teikat. Gambar 23 menunjukkan fraksi air terikat primer jagung titi yang disimpan pada
suhu 25°C lebih lebar dibanding fraksi air terikat primer jagung yang disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Begitu juga batas fraksi air terikat sekunder dan tersier,
menurun dengan adanya peningkatan suhu penyimpanan. Kondisi ini berhubungan erat dengan kadar air kritis jagung titi, karena daerah kritis penyimpanan jagung titi
berada pada fraksi air terikat sekunder. Berdasarkan uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa kadar air monolayer dan
multilayer jagung titi menurun bila suhu penyimpanan ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktural polimer-polimer strach jagung titi saat suhu
meningkat. Khususnya daerah monolayer, derajat ikatan hidrogen dalam beberapa polimer berkurang saat terjadi peningkatan suhu penyimpanan, dengan demikian
mengurangi bagian yang aktif untuk mengikat air Westgate et al., 1992.
E. Pendugaan Umur Simpan Jagung Titi
Secara umum, pendugaan umur simpan jagung titi ditetapkan berdasarkan waktu pada saat kadar air jagung titi sama dengan kadar air kritisnya. Jagung titi akan menyerap uap
air dari lingkungan sampai tercapai batas kritisnya, sehingga mempengaruhi kerenyahan dan ditolak oleh konsumen. Kondisi ini akan diikiuti dengan perubahan warna, rasa, dan
aroma. Jagung titi merupakan salah satu produk pangan yang sangat sensitif terhadap perubahan kadar airnya, dan pendekatan kadar air kritis merupakan metode yang tepat
untuk menetukan umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan kadar airnya.
Berdasarkan persamaan umur simpan yang diturunkan Labuza 1982 terdapat beberapa parameter yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan dengan pendekatan
67
kadar air kritis, dimana parameter-parameter tersebut dikelompokkan ke dalam 3 unsur, yaitu unsur sifat fisik produk Mi, Me, Mc, Ws, dan b, unsur pengemas kx dan A, dan
unsur lingkungan luar dan atau dalam pengemas yaitu aw. Kadar air awal jagung titi ditentukan pada awal penelitian, dimana kadar air awalnya
Mi sebesar 0.03bk. Kadar air kesetimbangan Me ditentukan dengan menggunakan model Henderson, dimana nilai Me pada aw 0.80 berturut-turut adalah 0.24, 0.21, dan
0.17bk. Nilai berat kering diperoleh dari nilai bahan kering 250g jagung titi yang dikemas dalam kemasan 10cmx15cm.
Penentuan kadar air kritis Mc jagung titi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyimpan jagung titi tanpa kemasan pada ruang terbuka dengan suhu ruangan ±30ºC
dan kelembaban relatif ruangan bervariasi 80-94. Metode ini dipergunakan untuk menyesuaikan kondisi penyimpanan jagung titi saat dilakukan pengujian kadar air kritis
dengan kondisi penyimpanan jagung titi yang sebenarnya pada tingkat produsen hingga konsumen. Pengujian inderawi yang dilakukan adalah uji pertahapan berjenjang
partially staggered design yaitu membandingkan sampel jagung titi yang dipercepat proses penurunan mutunya dengan jagung titi yang dijaga kesegarannya dengan cara
disimpan dalam wadah kedap udara. Pengamatan dilakukan selama 10 jam penyimpanan, dan pengujian organoleptik dilakukan setiap 2 jam, dilanjutkan dengan pengujian kadar
air dan kerenyahan jagung titi. Penetuan kadar air kritis jagung titi dilakukan berdasarkan linearisasi kurva hubungan antara skor kesukaan dengan dengan kadar air.
Bila skor 2 yang merupakan skor terendah untuk kualitas kerenyahan jagung titi dimasukkan dalam persamaan y = 18.65 - 4.689x, maka diperoleh kadar air kritis
jagung titi, yaitu 9.272 bk.
68
Gambar 24. Grafik hubugan antara kadar air jagung titi dan skor penilaian tekstur jagung titi hasil uji inderawi
Nilai slope kurva sorpsi isotermi b yang digunakan adalah berdasarkan penentuan pada daerah linier. Menurut Labuza 1982, daerah linier untuk menentukan slope kurva
sorpsi isotermi diambil antara kadar air awal dan kadar air kritis. Dalam penelitian ini, penentuan nilai slope b dilakukan dengan memplotkan aktivitas air dengan kadar air
kesetimbangan berdasarkan persamaan model Henderson. Persamaan yang diperoleh
adalah sebagai berikut : Suhu 25°C Y = 0.018 + 0.232x b = 0.232
Suhu 30°C Y = 0.018 + 0.200x b = 0.200 Suhu 35°C Y = 0.019 + 0.159x b = 0.159
Dengan menggunakan parameter-paraeter persamaan Labuza yang telah dijabarkan, dapat dilakukan pendugaan umur simpan jagung titi seperti yang tersaji dalam
tabel 7. Berdasarkan hasil analisis umur simpan jagung titi, dapat disimpulkan bahwa jenis kemasan, dalam hal ini nilai permeabilitas kemasan sangat mempengaruhi umur
simpan jagung titi. Data pada tabel 7 menunjukkan korelasi negatif antara permeabilitas kemasan dengan umur simpan jagung titi, dimana semakin tinggi nilai permeabilitas
kemasan, semakin rendah umur simpan jagung tersebut. Umur simpan jagung titi yang dikemas dengan kemasan yang permeabilitasnya paling rendah 0.08
gH₂Oharim².mmHg lebih tinggi 500 dari jagung yang dikemas dengan kemasan yang permeabilitas kemasannya paling tinggi 0.51 gH₂Oharim².mmHg. Hal ini disebabkan
oleh jumlah uap air yang dapat bermigrasi dari lingkungan penyimpanan ke dalam
y = ‐4.689x + 18.65
R² = 0.816
2 4
6 8
10 12
1 2
3 4
KA BK
Skor
69
kemasan. Dengan nilai permeabilitas 0.51 gH₂Oharim².mmHg menunjukkan bahwa ± 0.51 g air dapat bermigrasi ke dalam kemasan lalu diadsorpsi oleh produk, sehingga laju
peningkatan kadar air jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE lebih tinggi bila dibandingakan denagan jagung titi yang dikemas dengan dua kemasan lain.
Tabel 7. Umur simpan jagung titi yang dikemas dengan HDPE, PP, dan LDPE Jenis Suhu
Kemasan Penyimpanan Umur simpan
Hari Bulan Tahun HDPE
PP
LDPE 25°C 555 18.5 1.5
30°C 522 17 1.4 35°C 285 9.5 0.8
25°C 292 9.7 0.8 30°C 257 8.6 0.7
35°C 239 7.9 0.7 25°C 111 3.7 0.3
30°C 104 3.5 0.3 35°C 91 3 0.25
Hubungan negatif juga terjadi antara suhu penyimpanan dan umur simpan jagung titi. Umur simpan jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C lebih tinggi 18 dari
jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C. Semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin tinggi pula kecepatan reaksi yang terjadi. Hal ini seolah-olah berkontadiksi dengan KAK
jagung titi, diamana semakin tinggi suhu, KAK semakin rendah. Umur simpan yang semakin rendah dengan peningngkatan suhu penyimpanan kemungkinan berhubungan
dengan besarnya energi aktivasi energi yang diperlukan untuk mengaktivasi reaksi kerusakan, dimana energi aktivasi sebagian besar bahan makanan akan meingkat seiring
dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Selain itu, peningkatan suhu juga mempengaruhi pemuaian gas yang
menyebabkan peningkatan konstanta permeabilitas kemasan. Bila konstanta
70
permeabilitas kemasan meningkat, maka pori-pori film kemasan semakin renggang sehingga meningkatkan permeabilitas kemasan. Kondisi ini berhubungan erat dengan
jumlah uap air yang dapat bermigrasi dari lingkungan ke dalam kemasan, sehingga makin tinggi suhu penyimpanan, makin besar pula jumlah air dari lingkungan yang berinteraksi
dengan produk yang disimpan.
F. Pengaruh Penyimpanan dan Pengemasan Terhadap Kualitas Jagung Titi