lvii memperhatikan keseluruhan proses produksi sejak dari pembelian,
pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian hingga siap dikonsumsi.
8. Analisa haram dan penetapan pengendalian titik kritis
Menurut Apriyantono et al. 2003 analisa haram dan penetapan pengendalian titik kritis adalah gambaran suatu proses analisis haram dan
penetapan pengendalian titik kritis yang dilakukan oleh suatu tim pada setiap tahapan proses sampai ke tangan konsumen, dengan mempertimbangkan
kehalalan produk, cara pencegahan masuknya bahan haram pada proses produksi sampai dengan produk akhir. Proses produksi tersebut meliputi
tahap pembelian, penerimaan, pemingsanan, penyembelihan, pencelupan air panas, pencabutan bulu, pengeluaran jerohan, pencucian, penmotongan,
pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Analisa bahaya keharaman dapat disajikan dalam bentuk matrik dimana
tergambarkan suatu proses analisa bahaya keharaman yang dilakukan oleh suatu tim. Pada setiap tahapan proses mempertimbangkan hukum, halal-haram
dalam agama Islam. Seluruh bahaya dideskripsikan dan dicari penyebabnya kemudian dibuat cara pengendalianpencegahan bahaya keharaman tersebut.
Tindakan pencegahan ini dibutuhkan terlebih lagi pada proses yang beresiko tinggi.
9. Lembar Kerja Pengendalian Status Preventif dan Tindakan Koreksi.
Sistem ini sama halnya dengan sistem HACCP hanya saja elemen dan pertimbangan dalam menentukan titik kritis yang berbeda. Pengembangan
sistem ini disebut sistem HrACCP yang menitikberatkan pada pertimbangan kehalalan produk. Sistem HrACCP ini mengadopsi dari tujuh prinsip konsep
HACCP versi Codex Alimentarius Commission. Tujuh prinsip yaitu : a identifikasi semua bahaya dan penetapan resiko, b penetapan Critical
Control Point CCP, c penetapan batas kritislimit kritis, d pemantauan
CCP, e tindakan koreksi terhadap penyimpangan, f verifikasi dan g dokumentasi. Dengan mengacu pada 7 prinsip dalam HACCP dapat dibuat
6 prinsip HrACCP yaitu : a identifikasi semua bahan haram dan najis, b penetapan CCP keharaman, c membuat prosedur monitoring, d membuat
lviii tindakan perbaikan, e melakukan pencatatan dan f melakukan prosedur
verifikasi. Operasionalisasi sistem ini diwujudkan dalam bentuk lembar kerja yang disebut lembar kerja status preventif dan tindakan koreksi
control measure sebagai upaya mencegah dan menindaklanjuti titik-titik kritis keharaman yang diidentifikasikan. Menurut Apriyantono et al. 2003
lembar kerja status preventif dan tindakan koreksi menyajikan uraian tentang informasi tentang : lokasi CCP pada tahap proses produksi, faktor-faktor yang
mungkin menyebabkan keharaman produk antara lain jenis bahan dan kontaminasi najis, prosedur pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi, dan
pencatatan.
10. Audit Halal.
Audit halal yang dilakukan adalah audit halal internal dan audit halal eksternal. Audit halal internal dilakukan oleh internal auditor halal yang telah
ditunjuk oleh pimpinan. Pihak RPA membuat dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk merencanakan dan menjalankan audit halal internal
dalam rangka melakukan verifikasi, apakah sistem produksi halal efektif. Audit halal eksternal dilakukan oleh auditor halal internal bersama LP POM
MUI sebagai lembaga pemeriksa halal. Audit dilakukan untuk menilai kesesuaian sistem produksi halal dengan pesyaratan halal. Audit yang
dilakukan meliputi audit kelengkapan dokumen halal dan audit pelaksanaan produksi halal tersebut. Hasil audit yang dilakukan akan dilaporkan kepada LP
POM MUI setiap 6 bulan sekali, terhitung dari tanggal terbitnya sertifikat halal LP POM MUI, 2003.
11. Personel dan Pelatihan.