Gambar 16 Proses pemotongan karkas ayam menggunakan Parting Machine.
Dalam hal ini QC selalu mengontrol penambahan keping es pada tiap-tiap keranjang dan selalu memeriksa penggantian bak cuci tangan
mengandung desinfektan apabila sudah kotor. Selain itu, diperiksa pula
suhu ruangan cut up dimana suhu maksimal berkisar antara 15-16 C
untuk menekan pertumbuhan bakteri pada karkas.
8. Pengemasan Packaging dan Penyimpanan Storaging
Pengemasan karkas dan potongan-potongan karkas dilakukan dengan menggunakan plastik secara vacuum dan tidak. Daging dada dan
paha dikemas sendiri-sendiri atau dicampur dengan perbandingan 40 : 60. Sedangkan fillet dan tulip dikemas sendiri-sendiri. Kemudian dilakukan
labelisasi untuk setiap produk yang telah dikemas. Produk yang telah dikemas kemudian dimasukkan ke dalam Ware House penyimpanan
Penyimpanan produk pada PT. Sierad Produce Tbk dalam bentuk segar dilakukan dalam chilling room, dengan suhu -2-4
C sedangkan pada PT. Charoen Pokphand Indonesia suhu chilling room 0-5
C untuk produk beku yang akan disimpan lama dimasukkan ke blast freezer selama lebih
kurang 4 jam pada suhu -40 C. Selanjutnya produk-produk tersebut
disimpan dalam cold storage yang bersuhu -18 C. Penyimpanan dalam
cold storage dilakukan untuk memenuhi pemesanan, dan dikeluarkan
dengan metode first in first out. Contoh produk Whole Chicken, parting dan boneless dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini.
Produk Boneless Paha BLP Produk Whole Chicken
Produk Boneless Dada BLD Produk parting 8
Produk Fillet Produk Parting 12 Gambar 17 Produk Whole Chicken, Parting dan Boneless.
9. Distribusi loading
Selama distribusi mutu produk tetap dijaga dengan penggunaan mobil boks pendingin dengan suhu pendingin -2-4
C Gambar 18 juga dilakukan pencucian boks pendingin dengan air yang mengandung
desinfektan. Pendistribusian dilakukan dengan tidak mencampur bahan yang tidak halal.
Gambar 18 Mobil box pendingin yang digunakan dalam pendistribusian. Cara produksi halal yang dilakukan pada kedua RPA yang telah
diuraikan di atas pada prinsipnya hampir sama dengan control sistem halal yang dilakukan oleh Majelis Ugama Islam Singapura MUIS. Ada
4 tahap yang disarankan oleh MUIS dalam melakukan control system halal pada unggas yaitu : a penyortiran unggas, b penyembelihan unggas,
c monitoring halal dan d pelabelan unggas www.muis.gov.sg.pdf
.
Karyawan dan Internal Auditor Halal
PT. Sierad Produce Tbk dan PT. Charoen Pokphand Indonesia telah menunjuk personil yang bertanggung jawab dalam melaksanakan sistem
jaminan produk halal yang telah dibuat. Personil yang ditunjuk adalah personil yang beragama Islam. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ada
pada RPP jaminan produk halal, yang rnenyatakan bahwa koordinator halal dan internal auditor halal beragama Islam. Kedua RPA juga telah memiliki
internal auditor halal yang menjalankan sistem jaminan halal ini. Sebagai upaya perbaikan manajemen halal yang ada di PT. Sierad
Produce Tbk perlu ditunjuk secara khusus seorang koordinator halal sehingga lebih jelas dalam menjalankan tugasnya. Selain itu dilakukan pula
pendokumentasian dari usulan penunjukkan koordinator halal yang dituangkan dalam usulan revisi sistem jaminan halal sedangkan PT. Charoen
Pokphand Indonesia telah mempunyai ketua komite halal yang fungsinya sama dengan seorang koordinator halal.
Konsep Model Deskriptif Sistem Jaminan Halal di RPA.
Konsep model deskriptif sistem jaminan halal di RPA adalah model yang menggambarkan keterkaitan antara faktor-faktor dalam proses produksi
pemotongan ayam untuk menghasilkan produk daging ayam yang halal dalam meningkatkan daya saing produk dan perusahaan Gambar 19. Model ini
menggunakan pendekatan proses yang melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi antara proses dan pengelolaan proses-proses tersebut. Menurut Badan
Standarisasi Nasional 2000 pendekatan proses menekankan pentingnya : 1 memahami dan memenuhi persyaratan, 2 kebutuhan untuk
mempertimbangkan proses dalam pengertian nilai tambah, 3 memperoleh kinerja proses dan keefektifannya dan 4 perbaikan berkesinambungan proses
berdasarkan pengukuran obyektif. Model dengan pendekatan proses terdiri dari tujuan, pelanggan, masukan,
proses, hasil, luaran dan pengukuran umpan balik. Tujuan dari proses produksi pemotongan ayam adalah untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan atau memuaskan pelanggan, yaitu produk daging ayam yang halal, oleh karena itu, identifikasi kebutuhan konsumen oleh produsen pangan harus
dilakukan sebagai salah satu masukan dalam proses. Produsen pangan dalam proses produksinya harus menerapkan suatu sistem
yang dapat menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan pelanggan. Untuk menjamin proses sesuai dengan
persyaratan halal, maka diterapkan sistem jaminan halal. Sistem ini terdiri dari manual halal, SOP halal, Guideline halal dan WI halal. Sistem HrACCP adalah
pendekatan sistem yang digunakan untuk memberikan jaminan kehalalan produk. Sistem ini terdiri dari penerapan 6 prinsip HrACCP yaitu : 1 identifikasi bahan
haram atau najis, 2 penetapan titik-titik kontrol kritis keharaman, 3 prosedur monitoring, 4 pembuatan lembar status preventif dan tindakan koreksi,
5 pencatatan dokumentasi dan 6 prosedur verifikasi.
Manual Halal
- Kebijakan Halal - Sasaran Halal
- Deskripsi Produk - Organisasi Halal
- Persyaratan Dasar Kehalalan
- Pembelian - Diagram Alir Proses
SOP Halal
-
SOP Pembelian - SOP Produksi
- SOP Penyimpanan - SOP Inspeksi QC
- SOP Analisis dan penetapan CCP
- SOP
K e
b u
t u
h a
n
K o
n
s u
m e
n M
u s
l i
m Masukan
-
Bahan baku - Prosedur
- Informasi - SDM
- Pabrik dan Peralatan
Proses Produksi
-
Penerimaan - Pemingsanan
- Penyembelihan - Penirisan darah
- Pencelupan air panas
- Pencabutan bulu - Pengeluaran jeroan
- Pencucian - Pemotongan
- Pengemasan - Penyimpanan
- Distribusi
Prinsip HrACCP
-
Identifikasi bahan haram najis
- Penetapan CCP - Prosedur
monitoring - Lembar status
preventif dan tindakan koreksi
- Dokumentasi - Prosedur verifikasi
Penerapan Dokumen SJH
dan HrACCP
- Manual halal
- SOP halal
- Guideline halal
- WI halal
-
Prinsip HrACCP
Penerapan Pelaksanaan SJH
dan HrACCP
-
Manajemen sistem jaminan halal
- Fasilitas fisik dan
peralatan produksi
- Pemesanan dan
pemilihan ayam hidup
- Cara berproduksi
- Karyawan
dan Internal
Lua ran
H a
s i
l
Umpan balik Evaluasi dan
Peningkatan terus menerus
Keterangan : : Proses penambahan nilai : Sistem terpisah parsial
: Sistem terintegrasi holistik
Gambar 19 Model deskriptif SJH dan HrACCP di RPA
.
WI Halal
WI Pembelian WI Penerimaan
WI Killing dan Bleeding
WI Operasi Mesin Stunning
WI Produksi WI Audit Halal
Internal WI Prosedur
Pengaduan dan Penarikan
kembali
Guideline Halal -
Guideline Pembelian - Guideline Penerimaan
- Guideline Produksi - Guideline Audit Halal
- Guideline Karyawan
S J
H
Sistem ini diterapkan pada masukan untuk memenuhi persyaratan pada bahan baku, metode, informasi, SDM keterampilan dan pelatihan, peralatan dan pabrik.
Sistem jaminan halal dan HrACCP dapat diterapkan pada proses yang mencakup persiapan, proses produksi dan distribusi. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, penerapan sistem ini dinyatakan dalam pencatatan atau dokumen SJH dan pelaksanaan SJH yang dapat menjadi acuan dalam pengelolaan masukan dan
proses. Elemen-elemen yang terdapat pada sistem ini dapat diterapkan pada industri daging ayam RPA, sebagai upaya untuk menghasilkan luaran yaitu
produk daging ayam yang halal untuk dikonsumsi. Penerapan SJH dan HrACCP perlu dievaluasi dan ditinjau ulang untuk
meningkatkan efektifitas pelaksanaan sistem. Evaluasi dan tinjauan ulang dilakukan berdasarkan audit internal dan analisis data sebagai umpan balik dari
pelaksanaan sistem untuk perbaikan dan peningkatan secara terus menerus. Penerapan sistem ini dapat menghasilkan produk pangan yang halal daging ayam
halal untuk dikonsumsi atau digunakan oleh pelanggan yang mensyaratkan halal pada produk yang diterimanya. Dengan dipenuhinya keinginan dan harapan
konsumen tersebut, maka diharapkan produk daging ayam yang diproduksi dengan didukung oleh SJH dan HrACCP dapat bersaing dengan produk sejenis
dan meningkatkan daya saing industri. Pengembangan Konsep Model Sistem Akreditasi dan Sertifikasi Halal
Untuk menjamin kehalalan suatu produk daging tidak saja cukup dengan penerapan sistem jaminan halal yang ada di RPA. Jaminan kehalalan suatu produk
yang dihasilkan oleh RPA diwujudkan juga dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk daging ayam tersebut, yang dengan sertifikatnya tersebut
produsen RPA dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya setelah memperoleh izin dari Badan POM. Masalahnya, bagaimana menjamin bahwa
sertifikat halal tersebut telah memenuhi kaidah syariah yang ditetapkan dalam penetapan kehalalan suatu produk pangan, khususnya dalam hal produksi halal di
RPA dalam hal ini akan berkaitan dengan kompetensi lembaga yang mengeluarkan sertifikat, standar halal yang digunakan, personil yang terlibat
dalam sertifikasi dan auditing dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme
sertifikasi halal itu sendiri. Selain perhatian terhadap sistem sertifikasi halal yang ada, jaminan suatu produk halal juga sangat berkaitan dengan kompetensi
lembaga yang melakukan akreditasi pada lembaga sertifikasi halal yang ada. Dengan demikian, diperlukan adanya suatu standar dan sistem yang dapat
menjamin kebenaran hasil sertifikasi halal dan akreditasi halal.
V III. Sistem ISO 9000 dan Sistem Jam inan H alal
Pada dasarnya suatu sistem manajemen yang diterapkan dalam menjamin sesuatu, seperti mutu atau halal secara prinsip sama. Akan tetapi berbeda dengan
mutu yang yang merupakan konsensus manusia dalam mendefinisikan mutu suatu produk, dalam masalah halal, ketentuan halal ditetapkan oleh yang Maha Kuasa
kemudian melalui para ulama dan ilmuan ketentuan itu diterjemahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Di samping itu dampak pengharaman suatu produk
akan jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan dampak ketidaksesuaian mutu suatu produk, oleh karena itu dalam menerapkan sistem manajemen untuk menjamin
kehalalan suatu produk harus sesempurna mungkin, sehingga produk yang dihasilkan terjamin kehalalannya sepanjang waktu Apriyantono et al. 2003.
Perusahaan yang telah menerapkan ISO 9000 mendapat kesempatan untuk berusaha dan bersaing dipasar bebas dalam era
globalisasi. Standar sistem mutu ISO 9000 mempunyai pengaruh yang baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dan
mempunyai penerapan taktis ataupun strategis yang bertujuan untuk mempengaruhi baik kemampuan bersaing maupun mutu.
Dengan melihat adanya kemampuan bersaing dan kemampuan mutu pada produk yang dihasilkan dengan menerapkan ISO 9000
memberikan pemikiran baru tentang kemungkinan akan adanya kemampuan yang lebih baik lagi apabila aspek halal menjadi
atribut mutu yang dapat meningkatkan juga kemampuan bersaing produk, sehingga diperlukan adanya sistem jaminan halal pada
suatu produk.
T u ju a n J a m in a n M u tu v s J a m in a n H a la l
Tujuan sistem mutu adalah memberikan keyakinan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan memenuhi persyaratan mutu pembeli. Mutu
sebagaimana diinterpretasikan oleh ISO 9000, merupakan perpaduan antara
sifat-sifat dan karakteristik yang menentukan sampai seberapa jauh keluaran dapat memenuhi kebutuhan pembeli. Pembeli yang menentukan sifat-sifat dan
karakteristik apa yang penting. Pembeli yang menilai sampai seberapa jauh sifat-sifat dan karakteritik keluaran memenuhi kebutuhannya Hadiwiardjo, 1996.
Pada halal penentuan sifat dan karakteristik produk yang diinginkan konsumen adalah yang sesuai dengan ajaran agama Islam, sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan adanya sistem jaminan halal adalah untuk menghindari masyarakat muslim dari produk atau barang yang haram. Dengan adanya sistem jaminan halal ini
memberikan kepercayaan kepada konsumen muslim untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh industri pangan dalam hal ini industri daging ayam RPA.
Penilaian mutu vs halal yang obyektif Salah satu keuntungan dengan sertifikasi mutu ISO adalah bahwa
perusahaan secara teratur menjalani penilaian yang obyektif, yang dilaksanakan oleh ahli-ahli mutu dari luar. Sertifikasi mutu dilaksanakan oleh lembaga
sertifikasi mutu yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional KAN. Beberapa lembaga sertifikasi mutu yang telah diakreditasi oleh KAN seperti
BBIHP-ABIQA Bogor, PT. SUCOFINDO-ICS Jakarta, dan lain-lain memberikan informasi bahwa sertifikasi mutu dapat dilakukan tidak hanya oleh satu lembaga
saja melainkan bisa dari lembaga mana saja yang penting sudah diakreditasi oleh KAN Suardi, 2001. Begitu pula bila sertifikasi halal juga diterapkan pada
produk seperti halnya sertifikasi mutu. Perusahaan akan dinilai tentang kehalalan produknya oleh lembaga sertifikasi halal yang telah terakreditasi. Proses
sertifikasi halal yang telah berjalan sampai saat ini dilaksanakan oleh LP POM MUI saja, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Satu hal yang
perlu diingat dalam penilaian mutu dan halal adalah standar halal tidak sama dengan standar mutu. Mutu ditetapkan oleh produsen atas dasar permintaan atau
kebutuhan konsumen dan mutu adalah suatu konsensus, sedangkan halal ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa melalui Al-Qur”an dan Hadist yang
diinterpretasikan oleh orang yang memiliki otoritas untuk itu yang dikenal dengan ijma. Dengan demikian penetapan kehalalan tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang.
IX . Proses Sertifikasi H alal di R PA
Lembaga yang mengakui Lembaga pemeriksa halal LP POM MUI Pusat
adalah Majelis Ulama Indonesia MUI. Kerja LP POM MUI Pusat pada awalnya berdasarkan berdasarkan SK. No. 018MUII1989. Pengakuan terhadap lembaga
sertifikasi halal LP POM MUI Daerah dilakukan oleh LP POM MUI Pusat, berbeda dengan persyaratan dalam sistem sertifikasi mutu ISO, proses akreditasi
dalam sistem ini dilakukan oleh ISO Akreditator Komite Akreditasi Nasional.
Untuk mendapatkan sertifikat halal dari MUI, maka RPA harus mengajukan permohonan pengajuan sertifikat halal dan melengkapi berbagai persyaratannya.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama adalah pihak RPA mengajukan sertifikat halal dengan mengisi formulir yang telah disediakan LP POM MUI, yaitu
formulir permintaan sertifikat halal, formulir pernyataan bahan baku produk, dan formulir pernyataan dari RPA. Surat pengajuan sertifikat halal yang disampaikan
ke LP POM MUI harus disertai dengan lampiran yang terdiri dari sistem mutu termasuk panduan mutu, SOP, spesifikasi bahan baku ayam potong, dan
dokumen lain yang dapat mendukung kehalalan produknya. Pada saat pengajuan sertifikat halal, produsen harus menandatangani surat
pernyataan tentang kesediaannya untuk menerima tim audit halal gabungan MUI-Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan memberi contoh produk
daging ayam siap olah, bahan penolong, untuk dapat diperiksa di laboratorium LP POM MUI.
Setelah semua formulir beserta lampirannya dikembalikan, maka LP POM MUI akan memeriksa kelengkapannya. Bila semua telah lengkap, maka
LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan ke lokasi RPA dalam hal ini LP POM MUI sebagai auditor. Hasil pemeriksaan tersebut akan dievaluasi
melalui rapat tenaga ahli MUI dan diserahkan kepada Komisi Fatwa MUI untuk ditentukan kehalalannya. Setelah mendapat fatwa halal dari komisi fatwa MUI
sertifikat halal akan dikeluarkan oleh MUI. RPA yang telah mendapatkan sertifikat halal dapat mengambil sertifikat halalnya di LP POM MUI setelah
melunasi seluruh biaya sertifikasi yang telah ditentukan. Diagram alir proses sertifikasi halal untuk RPA dapat dilihat pada Gambar 20.
Rencana Pengajuan Sertifikat Halal
Rencana Sistem Jaminan Halal
Penyusunan Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya
Pemasyarakatan dan Uji Coba Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya
Audit Internal dan Evaluasi
Pengajuan Sertifikat Halal
Cek Sistem Jaminan Halal
Audit dilokasi Produksi
Evaluasi
Sertifikat Halal Untuk RPA
Revisi Revisi
Revisi
Tidak Lengkap
PRODUSEN RPA
LP POM MUI
FATWA MUI
Gambar 20 Diagram alir proses sertifikasi di RPA. Sumber : LP POM MUI, 2003
.
Sertifikat halal yang dimiliki oleh RPA berlaku selama 2 tahun, kecuali untuk daging import berlaku untuk setiap kali pengapalan. Dua bulan sebelum
masa berlaku sertifikat habis, RPA harus memperpanjang kembali untuk tahun berikutnya. Prosedur perpanjangan sama seperti saat pengajuan awal. Jika
produsen RPA tidak memperbaharui sertifikat halalnya, maka untuk tahun tersebut tidak diijinkan lagi menggunakan label halal berdasarkan sertifikat yang
sudah tidak berlaku tersebut dan akan diumumkan di berita berkala LP POM MUI. Sertifikat halal MUI ini tidak dapat dipindahtangankan, jika hilang
harus melapor pada LP POM MUI. Sertifikat halal yang sudah habis masa berlakunya tidak dapat dan tidak boleh digunakan kembali untuk maksud tertentu
dan sertifikat halal ini adalah milik MUI. Pencantuman label halal pada produk daging ayam sebagai jaminan
kehalalan produk dilakukan dengan mendaftarkan produk yang bersangkutan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM. Badan POM bersama-sama
dengan Depag dan LP POM MUI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap produk yang didaftarkan yaitu secara desk evaluation dan kunjungan ke
pabrikRPA. Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di LP POM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil pemeriksaan dibawa ke komisi Fatwa MUI untuk
diperiksa kembali dan jika tidak ada masalah maka MUI akan mengeluarkan sertifikat halal untuk produk yang didaftarkan tersebut. Berdasarkan sertifikat
halal inilah kemudian BPOM akan mengizinkan pencantuman label pada produk daging ayam yang didaftarkan.
Dalam mengawasi dan memelihara sistem jaminan halal ini RPA memiliki internal auditor halal. Internal auditor halal ini tetap diperlukan untuk melakukan
pemeriksaan rutin secara berkala, karena pemeriksaan kehalalan tidak mungkin dilaksanakan oleh LP POM MUI sendiri. Internal auditor halal telah mengikuti
pelatihan yang dilakukan oleh LP POM MUI dalam hal ini LP POM MUI juga berfungsi sebagai lembaga yang memberikan pelatihan dan konsultasi halal.
X . Perbedaan Sertifikat halal dan L abel H alal
Perbedaan sertifikat halal dan label halal adalah sertifikat halal merupakan keterangan bahwa suatu produk telah dinyatakan halal setelah melalui
pemeriksaan secara obyektif oleh lembaga yang independent. Saat ini LP POM MUI pusat maupun LP POM MUI daerah merupakan lembaga yang diberi
kewenangan oleh MUI untuk melakukan pemeriksaan kehalalan di industri pangan. Hasil pemeriksaan ini untuk mengetahui bahwa proses produksinya
menggunakan bahan bahan yang halal artinya tidak tercampur bahan-bahan yang haram atau diragukan kehalalannya, sedangkan keputusan status kehalalannya
ditetapkan secara obyektif oleh Komisi Fatwa MUI dan pemberian sertifikat halal dikeluarkan oleh MUI. Berbeda dengan sertifikat halal, tanda halal adalah
keterangan halal yang dicantumkan oleh pihak produsen pada kemasan produk setelah mendapat izin dari BPOM sehingga konsumen yakin bahwa produk yang
terdapat di dalam kemasan tersebut telah terjamin kehalalannya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada pihak produsen RPA
maupun pihak LP POM MUI, masalah yang sering ditemui pada label halal adalah bervariasinya label halal yang digunakan oleh produsen, sehingga bentuk
logo halal, jenis huruf, letak, ukuran dan warnanya belum seragam. Bervariasinya tanda halal merupakan suatu indikasi bisa terjadinya pemalsuan tanda halal,
sehingga tidak sedikit produk yang mencantumkan tanda halal, tetapi sebenarnya belum terjamin kehalalannya, oleh karena itu perlu adanya pedoman tentang cara
pencantuman label halal, sehingga produsen RPA memiliki rambu-rambu yang jelas ketika hendak mencantumkan keterangan halal pada kemasan produk daging
ayamnya. Selain itu, konsumen akan memiliki petunjuk yang jelas dalam membedakan keterangan halal yang sah dan palsu pada produk daging ayam yang
akan dibelinya. Dalam perdagangan dunia juga diperlukan ciri khas halal yang menandakan bahwa suatu keterangan halal dikeluarkan oleh badanlembaga yang
berwenang di Indonesia. Mengingat pentingnya tanda halal, baik bagi konsumen maupun
kepentingan perdagangan, maka perlu adanya aturan dalam penandaan halal, sehingga konsumen yakin bahwa informasi halal pada kemasan adalah benar dan
jujur. Sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur atau memberikan pedoman tentang tata cara penandaan halal, dengan tidak adanya
pedoman dan aturan pembuatan tanda halal tersebut, pihak RPA diserahkan untuk mendeskripsikan sendiri bentuk keterangan halal yang akan dicantumkan pada
kemasannya. Beberapa saran untuk pedoman penandaan halal adalah :
1. Terdapat tulisan “Halal” yang mengindikasikan bahwa produk di dalam kemasan tersebut telah dinyatakan halal, baik dari bahan baku yang digunakan
maupun pemrosesannya. Sebaiknya ditulis dalam dua bahasa, yaitu Arab dan Latin.
2. Terdapat tulisan “Nama Lembaga” yang menunjukkan lembaga yang telah mengeluarkan sertifikat halal, juga dicantumkan nama negara yang
mengeluarkan sertifikat halal. 3. Terdapat tulisan “ No Sertifikat” yang menunjukkan nomor dari sertifikat halal
untuk produk yang bersangkutan seperti yang dikeluarkan oleh MUI.
Perbandingan Sistem Sertifikasi Halal dengan Sertifikasi Mutu ISO 9000.
Berdasarkan kajian literatur, dilakukan perbandingan sistem sertifikasi halal yang dibuat oleh LP POM MUI dan sistem sertifikasi mutu ISO 9000 Tabel 15.
Tabel 15 Perbandingan Sistem Sertifikasi Halal dengan Sertifikasi Mutu ISO 9000
No Jenis
Perbedaan Sistem Sertifikasi
Manajemen Mutu ISO 9000 Sistem
Sertifikasi Halal
1. Filosofi
Hasil kompromi dapat diukur obyektif
Bukan hasil kompromi, tidak dapat diukur obyektif
2. Standar persyaratan
sistem manajemen Ada
Ada 3.
Dokumentasi sistem manajemen di
perusahaan Harus ada sistem manajemen
mutu Belum semua ada sistem
jaminan halal 4.
Lama berlakunya sertifikat
Tiga tahun Dua tahun
5. Audit setelah mendapat
sertifikat sertifikat Secara acak 2-3 kali setahun
Inspeksi mendadak jika diperlukan
6. Internal dan eksternal
auditor Profesional semua agama
Harus beragama Islam 7.
Laporan audit internal Kepada manajemen puncak
Ke LP POM MUI 8.
Lembaga sertifikasi
Lembaga sertifikasi yang diakreditasi PT. Sucofindo-
ICS, ABIQA LP POM MUI Pusat dan
LP POM MUI Daerah 9.
Lembaga yang mengakui lembaga
sertifikasi ISO Akreditator
Komite Akreditasi Nasional MUI
10. Otoritas pemberian sertifikat kepada
perusahaan Lembaga sertifikasi
LP POM MUI Pusat dan LP POM MUI Daerah
11. Lembaga yang memberi
jasa pendidikan dan konsultasi
Konsultan LP POM MUI
Pada Tabel 15 diatas dapat dilihat 11 perbedaan antara sistem sertifikasi halal dan sistem m anajem en IS O 9000.
Perbedaan yang paling m endasar adalah lem baga sertifikasi hanya dipegang oleh LP PO M M U I dan belum dibuka kem ungkinan
organisasi lain untuk m em egangnya. S elain itu LP PO M M U I Pusat juga berperan sebagai akreditator LP PO M M U I daerah dan
konsultan untuk m asalah-m asalah yang berhubungan kehalalan produk pangan. Pelaksanaaan audit dalam sistem sertifikasi halal
harus dilakukan oleh auditor yang beram a Islam , baik pada audit eksternal m aupun internal.
Dari uraian perbandingan ISO mutu dan sistem sertifikasi halal serta proses sertifikasi yang ada di RPA, dapat dipertimbangkan beberapa hal untuk
perbaikan dimasa mendatang agar lebih efisien dan efektif. 1. Sebaiknya lembaga sertifikasi halal yang memberikan sertifikat halal
kepada RPA tidak hanya diberikan oleh LP POM MUI saja tetapi setiap organisasi Islam dan berbadan hukum.
Pemberian sertifikat halal kepada RPA sebaiknya memenuhi persyaratan seperti : a lembaga pemeriksa halal adalah organisasi
Islam dan berbadan hukum, b memiliki kantor, sarana dan fasilitas yang menunjang kegiatan pemeriksaan produksi halal, c mempunyai unit
organisasi yang bertanggung jawab atas perumusan kebijakan, penerapan kebijakan, pelaksanaan pendelegasian wewenang, pelaksanaan
pemeriksaan dan pengawasan, d dapat menjaga kenetralan dan transparansi, e mempunyai sistem manajemen pemeriksaan halal dan
f mempekerjakan minimal 5 auditor halal. Saat ini Yayasan Lembaga Konsumen Muslim YLKM mendesak
Badan Standardisasi Nasional BSN untuk membentuk Komite Akreditasi Nasional KAN Halal yang diperkuat keanggotaannya dengan
memasukkan ulama MUI. Lembaga inilah yang nantinya menyusun regulasi standardisasi halal dan memberi atau mencabut akreditasi
lembaga penyedia jasa sertifikasi halal beserta pemeriksaan halal di seluruh Indonesia. Dengan demikian, pelayanan sertifikasi halal tidak
dimonopoli LP POM MUI Irawan 2004.
Menurut Apriyantono 2001 sebenarnya jika ada yang mau mempelopori pendirian lembaga pemeriksa kehalalan di luar
LP POM MUI yang bekerja sama dengan MUI seharusnya bisa dilakukan karena secara UU dan PP tidak melanggar dan tidak ada peraturan yang
tegas yang mengharuskan pemeriksaan kehalalan dilakukan hanya oleh LP POM MUI. Apabila perangkat pendukung PP no 69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan telah lengkap maka seharusnya lembaga pemeriksa dapat dilakukan oleh siapa saja, asalkan mengikuti pedoman
dan tata cara yang ditetapkan. Lembaga sertifikasi halal ini dapat diakreditasi oleh KAN seperti halnya dalam sertifikasi mutu. Selain itu
perlu pula dipertimbangkan adanya keterlibatan ulama atau ahli fiqih, karena masalah halal adalah masalah yang berhubungan erat dengan
masalah keagamaan. Menurut Susanto 2001 perbaikan sistem, prosedur, struktur
organisasi serta regulasi atas kelembagaan jasa sertifikasi halal harus mampu menempatkan posisi ulama dalam struktur yang baik dan tidak
merugikan mereka. Para ulama hanya menjabat posisi-posisi pimpinan dari lembaga semacam International Organization for Standardization of
Halal . Para ulama bersama pemerintah dan pakar berbagai bidang terkait
membentuk dan memimpin suatu lembaga independen setara Badan Standardisasi Nasional Indonesia atau Badan Standardisasi
Nasional Halal BSN Halal; yaitu suatu lembaga independen yang beranggotakan tokoh-tokoh ulama dan pakar berbagai bidang terkait yang
bertugas dan berkewenangan membuat suatu standar-standar nasional tentang sertifikasi halal atas berbagai produk yang dipasarkan di Indonesia
maupun untuk ekspor. Para ulama juga dapat duduk pada suatu lembaga independen setara
Komite Akreditasi Nasional Indonesia atau Komite Akreditasi Nasional Halal KAN Halal. Suatu lembaga independen di bawah hierarki dari
BSN Halal dan beranggotakan tokoh-tokoh ulama dan pakar berbagai bidang terkait yang bertugas dan berwenang memberi akreditasi atau
mencabut akreditasi pada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang jasa
sertifikasi halal di wilayah Indonesia. Lembaga ini harus lolos uji dan memperoleh akreditasi dari KAN Halal. Para ulama juga bisa menjabat
pada lembaga-lembaga pelatihan training yang terkait dengan standardisasi halal.
Agar terhindar dari tuntutan hukum yang terkait dengan jasa sertifikasi halal, para ulama sebaiknya juga tidak terlibat secara langsung,
atau menjabat pada lembaga-lembagabadan-badan yang bergerak di bidang usaha jasa sertifikasi halal di wilayah Indonesia. Dengan demikian,
para ulama hanya terlibat secara langsung pada kelembagaan organisasi standardisasi halal, dan tidak terlibat dalam memberikan jasa sertifikasi
halal kepada produsen yang hasil produknya harus mendapatkan sertifikat halal. Layanan di bidang jasa sertifikasi halal kepada dunia usaha
sebaiknya tidak dimonopoli oleh suatu lembaga saja. Setiap institusi yang telah memenuhi persyaratan serta memperoleh akreditasi dari suatu
lembaga independen seperti Komite Akreditasi Nasional Halal KAN Halal yang beranggotakan tokoh-tokoh ulama dan pakar berbagai
bidang terkait, bisa memperoleh ijin praktek memberikan layananjasa sertifikasi halal. Monopoli hanya boleh diaplikasikan oleh BSN Halal dan
pada akreditasi lembaga sertifikasi halal yang dilakukan oleh KAN Halal. Pada skala internasional, monopoli standardisasi halal boleh
diaplikasikan oleh suatu lembaga independen secara Internasional Organization for Standardization
ISO atau lembaga independen Internasional Organization for Standardization of
Halal ISO Halal yang dibentuk oleh para ulama bersama pemerintah dan pakar berbagai bidang
terkait dari seluruh dunia terutama negara-negara OKI. Selain berfungsi sebagai sarana pemersatu dan memberikan perlindungan konsumen
muslim dunia, juga sekaligus bisa berfungsi strategis dan optimal dalam menghadapi pasar bebas. Selama ini ISO yang ada hanya akan
menghasilkan trade barrier melalui berbagai standardisasi sistem mutu model ISO 9000, ISO 14000, ISO 18000, dll.
2. Lembaga Pelatihan dan Konsultan Halal dan Lembaga Sertifikasi halal tidak berada dalam suatu lembaga yang sama.
Selama ini LP POM adalah satu-satunya lembaga yang dapat melakukan pelatihan untuk para auditor internal halal di industri dan
menangani masalah-masalah kehalalan di RPA khususnya dan industri makanan pada umumnya. Bila kita bandingkan dengan lembaga yang
memberi jasa pendidikan dan konsultasi konsultan pada sistem ISO mutu, lembaga konsultannya adalah lembaga independen yang mampu
membantu pihak industri dalam pelaksanaan sistem manajemen mutu yang akan diterapkan. Oleh karena itu sebaiknya hal ini dapat diterapkan pada
sistem jaminan halal yang ada, sehingga antara lembaga konsultan dan lembaga yang memberikan sertifikat halal tidak berada dalam suatu
lembaga yang sama LP POM MUI. Karena bila terdapat dalam suatu lembaga yang sama, dimana LP POM MUI sebagai lembaga yang
melakukan sertifikat halal juga berperan sebagai lembaga yang memberikan pelatihan dan konsultan, maka mekanisme kerja akan
berjalan kurang baik. Bagaimana suatu lembaga yang mengawasi dan memberikan sertifikat halal tetapi juga terlibat dalam memberikan jasa
konsultasi tentunya akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai suatu lembaga jasa konsultasi halal tentunya bertujuan agar
industri ini RPA dapat secara mandiri menyiapkan dan merancang dan melatih untuk menerapkan standar jaminan halal yang diberikan oleh
lembaga pemeriksa halal, dan apabila industri RPA sudah mampu menerapkan baru diperiksa oleh lembaga sertifikasi halal. Oleh karena itu
antara lembaga yang memeriksa kehalalan dan lembaga yang memberikan jasa konsultasi harus terpisah agar tidak terjadi kolusi, sehingga hasil
pemeriksaan dan penilaian yang diberikan kepada industri RPA adalah suatu penilaian yang obyektif. Menurut Susanto 2001 agar sistem
manajemen halal dapat dioperasionalkan secara mandiri dan profesional maka salah satu lembaga yang perlu ada adalah Lembaga Pelatihan dan
Konsultasi Halal. Lembaga ini dapat membantu industriperusahaan dalam menyiapkan, merancang dan melatih untuk menerapkan standar yang ada
dalam pedoman standar, jika perusahaan merasa belum mampu untuk secara langsung menerapkan apa yang tertuang dalam pedoman standar
yang dikeluarkan oleh badan standardisasi, maka jasa konsultan inilah yang berperan.
3. Lembaga Akreditasi Halal dan Lembaga Sertifikasi tidak berada dalam suatu lembaga yang sama.
Pelayanan akreditasi bagi LP POM MUI Pusat dilaksanakan oleh MUI Pusat sedangkan pelayanan akreditasi dalam sistem jaminan halal
dilaksanakan oleh LP POM MUI Pusat yang merupakan akreditator LP POM MUI daerah. Bila kita bandingkan dengan lembaga akreditasi
yang terdapat dalam sistem ISO mutu yang memberi akreditasi pada lembaga sertifikasi dan lembaga pelatihan dan konsultasi jasa
pendidikan dan konsultasi konsultan pada sistem ISO mutu adalah Komite Akreditasi Nasional KAN, oleh karena itu sebaiknya hal ini
dapat diterapkan pada sistem jaminan halal yang ada, sehingga antara lembaga akreditasi dan lembaga pelatihan dan konsultan tidak berada
dalam suatu lembaga yang sama LP POM MUI, karena bila terdapat dalam suatu lembaga yang sama, dimana LP POM MUI sebagai lembaga
yang melakukan akreditasi dengan tugasnya adalah memberikan penilaian kompetensi lembaga yang akan melakukan pemeriksaan halal
lembaga sertifikasi halal pada lembaga sertifikasi akreditator, maka penilaian yang dilakukan menjadi tidak obyektif dan mekanisme kerja
akan berjalan kurang baik, padahal sangat diharapkan dengan adanya lembaga akreditasi dapat merupakan kontrol atas penilaian yang
dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal. Dengan adanya kontrol dari lembaga akreditasi ini, diharapkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh lembaga pemeriksa halal dapat dipertanggungjawabkan. Mekanisme kerja dan keterkaitan antara 3 lembaga dasar dalam
sistem jaminan halal seperti Lembaga Akreditasi Halal, Lembaga Sertifikasi Halal dan Lembaga Konsultasi Halal dapat mengacu pada
pola dasar Sistem Mutu Triangel ISO yang dapat kita sebut dengan Sistem Triangel Halal dilihat pada Gambar 21.
P erb a n d in g a n S istem ja m in a n h a la l 4 a ta p d a n 1 a ta p
Berdasarkan kajian literatur, dilakukan perbandingan sistem jaminan halal 4 atap dengan sistem jaminan halal 1 atap, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16.
T ab el 1 6 P erb an d in g an siste m 1 atap d an 4 atap
Sistem 4 Atap Sistem 1 Atap
No Keunggulan
Kelemahan Keunggulan
Kelemahan 1.
Menghindari adanya peta kompli antara akreditator dan auditor.
_ _
Sering terjadi peta kompli antara akreditator dan auditor.
2. Masing-masing bagian dalam
SJH 4 atap tidak saling mandatori, tugas dari 4 lembaga
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
_ _
Tugas dari 4 lembaga dalam SJH terpusat pada satu
lembaga saja, sehingga sering terjadi saling mandatori dari
masing-masing bagian dalam SJH.
3. Tugas MUI lebih difokuskan
pada pembuat kebijakan- kebijakan yang berkaitan dengan
status kehalalan produk pangan penetapan fatwa halal.
_ _
Komisi fatwa MUI sering menangani masalah yang
bersifat teknis.
4. Lembaga sertifikasi halal yang
telah diakreditasi KAN Halal dapat berfungsi melaksanakan
audit terhadap pelaku usaha.
_ _
Lembaga yang mengakreditasi lembaga sertifikasi halal dan
lembaga sertifikasi halal berada pada satu lembaga
yang sama. Lembaga Akreditasi
Halal
Lembaga Konsultasi Halal
Lembaga Sertifikasi Halal
Gambar 21 Sistem Triangel Halal.
Sistem 4 Atap Sistem 1 Atap
No
Keunggulan Kelemahan
Keunggulan Kelemahan
5. Lembaga Sertifikasi Halal
menyediakan uraian rinci yang mutakhir bagi setiap pemohon
mengenai prosedur pemeriksa yang berlaku, dokumen yang
memuat persyaratan pemeriksaan halal, hak dan kewajiban pemohon
yang produknya akan diperiksa. _
_ Pedoman audit halal
belum terurai secara rinci
6. Industri dapat melakukan
konsultasi pada Lembaga Konsultasi Halal yang profesional
karena mempunyai fungsi memberikan pelatihan dan
bimbingan kepada industri yang belum mampu menerapkan
pedoman standar. _
_ Lembaga Konsultasi
Halal dengan Lembaga Sertifikasi
Halal terdapat pada lembaga yang sma
Pada penerapan sistem jaminan halal, tidak saja cukup dengan Sistem Triangel
Halal, mengingat ada peran MUI yang sangat karismatik di mata masyarakat Indonesia. Berdasarkan perbandingan SJH 4 atap dan 1 atap
didapatkan gambaran bahwa sistem 4 atap memiliki beberapa keunggulan yang dapat menghilangkan kelemahan yang terdapat pada SJH 1 atap. Pengembangan
dengan Sistem Jaminan Halal 4 atap, dapat menjadi alternatif dalam pengembangan sistem jaminan halal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 22 berikut ini.
Gambar 22 Sistem jaminan halal 4 atap.
Lembaga Teknis
Akreditasi halal
Lembaga Kebijakan
MUI
Lembaga Sertifikasi
Auditor
A . H
Lembaga Konsultasi
Halal
SJH
Berdasarkan Gambar 22 dapat dilihat bahwa SJH 4 atap mempunyai 4 lembaga dasar yaitu a Lembaga Kebijakan MUI, b Lembaga Teknis