dominan dalam pengambilan keputusan baik di dalam rumah tangga, maupun di dalam pelaksanaan program.
Hal yang hampir serupa mengenai ketidakberhasilan program pembangunan diungkapkan oleh Hardianti 2008, yang meneliti mengenai
keberhasilan Program Pemberdayaan Petani Sehat P3S di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa P3S adalah program pemberdayaan pertanian bagi petani miskin atau buruh tani. Program inipun juga dinilai tidak berhasil dilihat
berdasarkan analisis gender. P3S hanya diakses oleh petani laki-laki dikarenakan masih lekatnya budaya patriarkhi sehingga perempuan tidak dilibatkan dalam
program. Program pembangunan lain yang dinilai tidak berhasil berdasarkan
Analisis Gender adalah pada penelitian Qoriah 2008 mengenai Program Desa Mandiri Pangan di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, masih terjadi bias gender yang terlihat dalam pembagian
kelompok afinitas yang didominasi oleh laki-laki. Hampir serupa dengan dua kasus sebelumnya, Program Desa Mandiri Pangan dapat dinilai tidak berhasil jika
dilihat dari segi analisis gender. Program tersebut hanya sekadar memenuhi kebutuhan praktis gender, yakni mengatasi kerawanan pangan pada masyarakat
miskin, tetapi belum memenuhi kebutuhan strategis gender yakni menyetarakan kedudukan perempuan dan laki-laki di dalam kehidupan bermasyarakat.
2.3. Kerangka Pemikiran
Gender berbeda dengan jenis kelamin. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dibentuk oleh faktor sosial,
maupun budaya sehingga lahirlah anggapan tentang peran sosial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi jenis kelamin pada laki-laki dan
perempuan mengakibatkan munculnya perbedaan peran sosial diantara keduanya. Perbedaan peran sosial ini terbentuk melalui proses yang sangat panjang sehingga
umumnya masyarakat menganggapnya sebagai kodrat Tuhan, seperti misalnya, perempuan memiliki sel telur sehingga perempuan bisa melahirkan, maka tak
heran jika perempuan memiliki sikap penyayang, lemah lembut, mampu merawat anak. Anggapan seperti ini melalui proses yang sangat panjang dan terjadi terus-
menerus sehingga menjadi kebudayaan masyarakat tertentu. Pemahaman yang keliru mengenai perbedaan peran sosial inilah yang disebut dengan ideologi
gender yang tinggi yakni membeda-bedakan peran sosial antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik. Kemiskinan
bagi Indonesia masih merupakan isu penting yang sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, pemerintah gencar mengeluarkan berbagai program pembangunan
yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP. P2KP dilaksanakan sejak
tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara
berkelanjutan. Program P2KP dinilai berhasil dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia, sehingga pada tahun 2008 program tersebut bergabung
ke dalam Program PNPM Mandiri yakni sebuah program terpadu yang khusus menangani permasalahan kemiskinan. P2KP yang saat ini lebih dikenal sebagai
Program PNPM-P2KP tidak hanya bergerak di wilayah perkotaan saja, tetapi juga mulai merambah ke kelurahan-kelurahan di wilayah kabupaten.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang semakin menurun, yakni dari 79,4 juta orang BPS, 2000 menjadi 32,5 juta orang pada tahun 2009 BPS,
2009, menunjukkan bahwa program pembangunan pengentasan kemiskinan dinilai berhasil dalam pelaksanaannya. Sayangnya, keberhasilan program ini
hanya dilihat secara general saja, artinya program pengentasan kemiskinan dikatakan berhasil jika program tersebut mampu mengurangi tingkat kemiskinan.
Misalnya PNPM-P2KP, program ini dikatakan berhasil dilihat dari semakin banyaknya pemanfaat atau munculnya KSM-KSM baru serta lancarnya
pengembalian pinjaman dana usaha yang diberikan selama satu periode. Mengacu pada salah satu tujuan khusus yang ada dalam Pedoman Umum
Pelaksanaan PNPM-P2KP, disebutkan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi kelompok perempuan dalam upaya pengentasan
kemiskinan, sehingga dapat disimpulkan bahwa PNPM-P2KP merupakan program pemberdayaan perempuan. Artinya, dalam setiap pelaksanaan program,
peran perempuan sama pentingnya dengan laki-laki. Sayangnya, sampai saat ini peran perempuan dinilai masih rendah dibanding laki-laki. Sejauhmana
keterlibatan perempuan dalam Program PNPM-P2KP dapat dianalisis dengan menggunakan alat analisis gender yakni akses dan kontrol terhadap pelaksanaan
program PNPM-P2KP baik dalam tataran keorganisasian KSM maupun sasaran program individu.
Tingkat pendidikan masyarakat yang menjadi anggota KSM dan mendapat pinjaman dari Program PNPM-P2KP diduga memiliki hubungan dengan
pengembalian pinjaman, yakni jika tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengembalian pinjaman juga tinggi. Besarnya pinjaman menggambarkan nominal
uang yang diterima oleh anggota KSM setiap periode. Besarnya pinjaman diduga berhubungan dengan pengembalian pinjaman, yakni jika nominal dana pinjaman
kecil, maka pengembalian pinjaman lebih lancar dibanding dengan anggota yang mendapat pinjaman lebih besar. Kemudian besarnya pinjaman juga diduga
berhubungan dengan ideologi gender yang dimiliki oleh anggota KSM, yaitu jika nominal pinjaman kecil, maka kontrol laki-laki terhadap besarnya pinjaman kecil ,
dan sebaliknya jika nilai nominal pinjaman besar, maka kontrol laki-laki terhadap besarnya pinjaman besar.
Pengembalian pinjaman diduga berhubungan dengan pemberdayaan perempuan yang menjadi kunci keberhasilan Program PNPM-P2KP.
Pemberdayaan perempuan diukur dengan menggunakan analisis gender berupa pemenuhan kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Jika
pengembalian lancar diduga kebutuhan praktis gender telah terpenuhi. Hal ini berarti dengan kemampuan mengembalikan pinjaman, menggambarkan usaha
yang dimiliki oleh anggota KSM berhasil atau berkembang. Dengan berkembangnya usaha yang dimiliki diduga akan berpengaruh pada pemenuhan
kebutuhan strategis gender yakni kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan terutama dalam pengambilan keputusan pengembangan usaha.
Jadi untuk melihat sejauhmana Program PNPM-P2KP dapat memberdayakan perempuan, digunakan Analisis Gender dari Moser 1985 yakni
melihat keberhasilan program dalam memenuhi kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender dilihat dari sejaumana
program tersebut mampu memenuhi kebutuhan jangka pendek perempuan seperti sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan strategis gender dilihat dari sejauhmana
program mampu menyetarakan status perempuan dan laki-laki dalam perkembangan usahanya serta dalam rumah tangganya sebagai dampak dari
keikutsertaannya dalam program. Kebutuhan strategis gender juga dilihat melalui pengalokasian pengambilan keputusan suami dan istri dalam rumah tangga.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Perempuan Melalui Program
PNPM-P2KP, 2010.
Keterangan: : ada hubungan dan diuji menggunakan uji statistik.
: ada hubungan dan tidak diuji menggunakan uji statistik. Tingkat
Pendidikan Pinjaman Bergulir
PNPM-P2KP •
Tingkat Akses •
Tingkat Pengembalian
Pinjaman Tingkat Besarnya
Pinjaman
Tingkat Relasi
Gender Tingkat
Pemberdayaan Perempuan
• Pemenuhan Kebutuhan
Praktis • Pemenuhan
Kebutuhan Strategis
2.4 . Hipotesis Penelitian