memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan
yang ada. Kebutuhan strategis biasanya berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan misalnya memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan
lebih besar terhadap akses sumberdaya, partisipasi yang seimbang dengan laki- laki dalam pengambilan keputusan memerlukan jangka waktu relatif lebih
panjang.
2.1.5. Kesejahteraan dan Pembangunan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, miskin adalah tidak berharta benda atau serba kurang. World Bank 2003 menyatakan bahwa
kemiskinan diukur dari pendapatan tertentu yakni dua dolar AS perhari. Sementara menurut Soekanto dalam Handayani 2009, kemiskinan merupakan
suatu kondisi ketidaksesuaian penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang terjadi secara terus-menerus dengan waktu relatif lama seiring
dengan ritme kehidupan sehari-hari dan akan mempengaruhi tingkat konsumsi, kesehatan, dan proses pengambilan keputusan. Diperkuat oleh Hadiprakoso
2005 bahwa kemiskinan merupakan fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang atau kelompok dalam memenuhi standar kebutuhan
dasar sehari-hari. Supriyatna 1997 mengungkapkan bahwa suatu keadaan disebut miskin ditandai dengan kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat
kebutuhan dasar yang mencakup aspek primer mencakup pengetahuan dan ketrampilan dan sekunder mencakup jaringan sosial, sumber keuangan, dan
sebagainya. Jika ditarik benang merah, maka dapat disimpulkan, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana individu tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya seperti makan, pakaian dan rumah karena tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.
Sejak Indonesia merdeka, pemerintah telah merancang berbagai program pembangunan yang bermuara pada pengentasan kemiskinan dan pembangunan
kesejahteraan sosial masyarakat. Menurut Suharto 2005, kesejahteraan sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera, yaitu suatu keadaan terpenuhinya
segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Wattimena 2009 mengungkapkan bahwa tingkat kesejahteraan mengacu pada keadaan
komunitas atau masyarakat luas. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu. Tingkat kesejahteraan mencakup pangan, pendidikan,
kesehatan, dan seringkali diperluas kepada perlindungan sosial lainnya seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua, keterbatasan dari kemiskinan, dsb.
Dengan demikian, pembangunan kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk investasi sosial dan pelayanan
sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial Suharto, 2005.
Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan dibahas oleh BPS 2006, sebagai berikut:
1. Kependudukan
Masalah kependudukan yang antara lain meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam
proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah.
Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional, dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada
upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
2. Kesehatan dan Gizi
Kesehatan dan gizi merupakan indikator dari kesejahteraan penduduk dalam hal kualitas fisik. Indikator tersebut meliputi angka kematian bayi dan
angka harapan hidup yang menjadi indikator utama. Selain itu, aspek penting yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang diukur
melalui angka kesakitan dan status gizi. 3.
Pendidikan Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antar lain ditandai dengan
tingkat pendidikan. Aspek yang dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat di bidang pendidikan yaitu anka melek huruf, tingkat partisipasi sekolah, dan
putus sekolah.
4. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang menunjukkan kesejahteraan masyarakat, dimana tolak ukur keberhasilan pembangunan
ketenagakerjaan diantaranya adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka TPT, lapangan usaha dan status pekerjaan,
jumlah jam kerja, dan pekerja anak. 5.
Taraf dan Pola Konsumsi Berkurangnya jumlah penduduk miskin mencerminkan bahwa secara
keseluruhan pendapatan penduduk meningkat, sebaliknya meningkatnya jumlah penduduk miskin mengindikasikan menurunnya jumlah pendapatan penduduk.
Dengan demikian, jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Indikator distribusi pendapatan,
walau didekati dengan pengeluaran, akan memberi petunjuk tercapai atau tidaknya aspek pemerataan. Dari data pengeluaran juga diungkapkan tentang pola
konsumsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan.
6. Perumahan dan Lingkungan
Secara umum, kualitas rumah tinggal menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga, dimana kualitas tersebut ditentukan oleh fisik rumah yang
dapat terlihat dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai fasilitas mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat
terlihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, dan fasilitas tempat buang air besar.
7. Sosial Lainnya
Pembahasan mengenai aspek sosial lainnya difokuskan pada kegiatan yang mencerminkan kesejahteraan seseorang. Semakin banyaknya waktu luang untuk
melakukan kegiatan yang bersifat sosial maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat, karena waktu
yang ada tidak digunakan hanya untuk mencari nafkah. Hakikat pembangunan adalah pengubahan dan pembaharuan, maka
pembangunan merupakan proses yang dinamis dan berorientasi pada upaya tanpa akhir Dudung, 2001. Pembangunan juga menyangkut proses bagaimana manfaat
itu diperoleh. Didukung oleh pendapat Sen dalam Prasodjo dan Wigna 2003, pembangunan seharusnya merupakan kapasitas yang berkelanjutan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Suharto 2005 menjelaskan bahwa fungsi pembangunan nasional dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang mesti
dilakukan sebuah negara-bangsa, yakni pertumbuhan ekonomi, perawatan masyarakat, dan pengembangan manusia.
Pembangunan yang berkelanjutan hendaknya adalah program yang berperspektif gender, yakni program pembangunan yang melibatkan seluruh
warga baik laki-laki maupun perempuan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program. Pada kenyataannya, hingga sampai saat
ini, dalam implementasi program pembangunan masih terjadi bias gender terutama meminggirkan kaum perempuan dalam program. Perempuan tidak
dilibatkan dalam program karena dipengaruhi oleh budaya patriakhi yang masih kental dalam masyarakat Nainggolan, 2005.
2.1.6. Gambaran Umum