5.2.2. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM Ekonomi Desa Srogol
Pembentukan KSM merupakan langkah selanjutnya dari proses sosialisasi program. Dalam hal ini, masyarakat membentuk kelompok-kelompok kecil
sebagai syarat menerima dana pinjaman. Biasanya anggota KSM terdiri atas orang-orang yang berdomisili di satu RW bahkan di satu RT. Pembentukan KSM
seperti ini bertujuan untuk memudahkan interaksi anggota ketika terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman. Langkah awal yang dilakukan oleh
BKM dan UPK adalah mendata warga miskin yang ada di desa. Kriteria miskin dibuat sendiri oleh BKM dan UPK dengan disesuaikan dengan aturan umum
Program PNPM-P2KP. Tahun 2008 juga merupakan tahun awal dilaksanakannya program dan
merupakan masa percobaan, sehingga jumlah KSM di Desa Srogol tidak terlalu banyak yakni hanya 12 KSM yang tersebar di lima RW. Penentuan jumlah KSM
yang tidak banyak ini dilakukan dengan beberapa tahap yakni: pertama, UPK dibantu dengan ketua RW setempat menawarkan bantuan pinjaman kepada
masyarakat miskin yang memiliki usaha. Masing-masing RW hanya ada dua hingga tiga KSM saja yang bertujuan sebagai kelompok pioneer yang diharapkan
dapat berhasil. Kedua, masyarakat yang tertarik mengikuti program, kemudian didata dan langsung dibuat kelompok-kelompok. Pada awalnya, pembentukan
kelompok-kelompok ini dilakukan oleh UPK, namun untuk selanjutnya masyarakat sendiri yang menentukan kelompok mereka. Jumlah anggota KSM
pada saat itu adalah minimal tiga orang. Selama berjalannya program pada masa percobaan, ternyata 12 KSM
pertama tidak berjalan dengan mulus, dilihat dari macetnya pengembalian pinjaman oleh beberapa KSM. Tidak lancarnya beberapa KSM dalam
pengembalian pinjaman tersebut tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk ikut mendapatkan pinjaman. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat
yang mendaftar untuk menjadi anggota KSM dan menerima pinjaman. Oleh UPK, masyarakat yang mendaftar dan umumnya telah membuat KSM sendiri,
dimasukkan ke dalam daftar tunggu yang nantinya akan dimasukkan ke tahap dua.
Persyaratan untuk menjadi penerima pinjaman atau menjadi anggota KSM antara lain: 1 merupakan warga miskin yang memiliki usaha dan dirasa mampu
untuk mengembalikan pinjaman, 2 menyertakan KTP dan Kartu Keluarga, serta 3 membayar biaya administrasi yang berasal dari pemotongan dana pinjaman
sebesar 70 ribu rupiah. Persyaratan tersebut sedikit bertentangan dengan syarat- syarat penerima bantuan menurut Ketentuan Pelaksanaan PNPM-P2KP yang
menetapkan bahwa kelompok sasaran penerima Bantuan Langsung Masyarakat BLM adalah warga kelurahan yang miskin menurut kriteria kemiskinan
setempat yang disepakati warga, termasuk yang telah lama miskin, yang penghasilannya menjadi tidak berarti karena inflasi, yang kehilangan sumber
penghasilannya Pedoman Umum Program PNPM-P2KP, 2008
.
Persyaratan penerima pinjaman haruslah warga miskin yang memiliki usaha ini dibenarkan
oleh Bapak Mn, koordinator BKM, sebagai berikut:
“Yang mendapatkan pinjaman itu warga miskin yang punya usaha. Warga miskin yang tidak punya usaha ya kita tidak kasih dek, karena
kalau mereka tidak punya usaha trus gimana cara melunasinya? Yang punya usaha saja kadang masih suka macet, apalagi yang sama sekali
tidak punya usaha.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh UPK bahwa:
“Syaratnya adalah warga miskin yang sudah punya usaha. Kenapa yang sudah punya usaha, karena dana pinjaman yang 500 ribu itu kan ngga
cukup kalau buat bikin usaha baru. Jadi pinjaman itu buat nerusin usaha. Atau bolehlah yang dulu pernah punya usaha tapi gagal, terus mau coba
lagi.”
Persyaratan yang mengutamakan warga yang memiliki usaha tentu saja berdampak pada keterpinggiran warga miskin pada umumnya. Karena pada
kenyataannya, warga miskin tidak memiliki usaha sendiri. Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh perempuan adalah adanya persetujuan dari suami. Persetujuan
dari suami ini bertujuan agar ketika terjadi sesuatu hal seperti macet mengembalikan pinjaman, suami mengatahui dan bertanggung jawab. Seperti
yang diungkapkan oleh beberapa responden, salah satunya adalah Ibu Sr, pedagang makanan, sebagai berikut:
“Iyalah neng, harus minta ijin suami dulu. Nanti kalau ada apa-apa kan suami yang tanggung jawab. Suami harus tahu istrinya ngapain aja, tiba-
tiba saya mati, trus suami ngga tahu saya punya hutang, ya kumaha atuh?”
Persyaratan ini jelas tidak sesuai dengan Prinsip dan Nilai-Nilai PNPM- P2KP yakni kesetaraan dan keadilan gender, dimana laki-laki dan perempuan
mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan. Persyaratan tersebut jelas
semakin memarginalkan perempuan dalam pelaksanaan program. Pada kenyataannya, persyaratan untuk menjadi anggota KSM yang
disusun oleh BKM dan UPK tersebut tidak sepenuhnya berlaku. Masyarakat yang menjadi anggota KSM tidak semuanya warga miskin. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan, diketahui bahwa warga yang menerima bantuan pinjaman dana bergulir dari PNPM-P2KP adalah masih saudara dekat dengan ketua RT, ketua
RW, BKM bahkan UPK sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program yang berkaitan dengan sasaran program tidak tercapai. Warga miskin
yang seharusnya mendapatkan pinjaman, justru tidak mendapatkan pinjaman karena tidak memiliki usaha.
Sampai saat ini telah terbentuk 39 KSM yang terdiri atas KSM perempuan, KSM laki-laki, dan KSM campuran. Anggota KSM minimal berjumlah lima
orang, namun faktanya banyak KSM yang berjumlah tiga orang. Jumlah anggota kelompok yang tidak banyak ini jelas berpengaruh pada pengembalian pinjaman.
UPK menuturkan bahwa anggota KSM yang jumlahnya sedikit lebih berhasil daripada yang jumlahnya besar. RW 03 merupakan wilayah yang memiliki KSM
terbanyak dan pengembalian pinjaman terlancar, sedangkan RW 05 merupakan wilayah yang paling tidak lancar dalam pengembalian pinjaman.
BAB VI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PNPM-P2KP