6.3. Pemberdayaan Perempuan Melalui Program PNPM-P2KP
6.3.1. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender dan Kebutuhan Strategis Gender
Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa salah satu tujuan Program PNPM-P2KP adalah untuk memberdayakan perempuan. Pemberdayaan
perempuan dilihat tidak hanya pada sejauhmana program dapat memenuhi kebutuhan perempuan sehari-hari, tetapi juga pada sejauhmana program dapat
memberdayakan perempuan agar setara dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan rumah tangganya. Pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang menjadi tujuan utama program disebut sebagai kebutuhan praktis gender, sedangkan penyetaraan kedudukan perempuan dengan
laki-laki disebut dengan pemenuhan kebutuhan strategis gender. Pemenuhan kebutuhan praktis gender responden setelah mengikuti
Program PNPM-P2KP berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan perkembangan usaha yang dimilikinya. Pemenuhan kebutuhan praktis setelah
mengikuti program dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 30. Persentase Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Praktis di
Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Pernyataan
Tidak Terpenuhi
Terpenuhi 1.
Makan lebih dari dua kali dalam sehari 14,6
85,4 2. Mengkonsumsi
makanan bergizi
12,5 87,5
3. Berobat ke dokter atau rumah sakit
37,5 62,5
4. Memperbaiki kerusakan dalam rumah
72,9 27,1
5. Memiliki MCK sendiri
14,6 85,4
6. Memiliki modal usaha
27,1 72,9
7. Melunasi iuran sekolah anak
22,9 77,1
8. Melunasi hutangtagihan
27,1 72,9
9. Berkembangnya usaha
43,8 56,2
10. Meningkatnya keeratan
organisasiKSM 91,7
8,3
Sumber: Data Primer, 2010
Merujuk pada Tabel 30. di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan dalam rumah tangga responden yaitu pemenuhan
kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan kesehatan. Sebanyak 85,4 persen respoden menyatakan bahwa frekuensi makan keluarga lebih dari dua kali sehari
dengan makanan yang cukup bergizi 87,5 persen. Makanan yang cukup bergizi tersebut bukanlah makan makanan yang mengandung gizi seimbang, mayoritas
responden menyatakan cukup puas dan cukup bergizi dengan makanan yang mereka konsumsi setiap hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Em, ibu rumah
tangga, sebagai berikut:
“Alhamdulillah makan lebih dari dua kali setiap hari. Ibu rasa cukup bergizi lah walau kadang cuma nasi, tahu, tempe, lalap. Kan bergizi itu
ngga harus daging neng, pakai ikan asin saja cukup. Jarang juga yang jual daging di sini mah, harus ke pasar Cigombong dulu
.” Dengan mengikuti Program PNPM-P2KP, diharapkan responden bisa
memiliki modal untuk usaha yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Walaupun pinjaman yang diberikan terlampau kecil jumlahnya, ternyata
72,9 persen responden menyatakan pinjaman tersebut cukup untuk menambah modal usaha mereka, dan 56,2 persen responden menyatakan bahwa usaha mereka
telah berkembang. Persentase keberhasilan program dalam memenuhi kebutuhan praktis tersaji pada tabel berikut.
Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keberhasilan Program Dalam Memenuhi Kebutuhan Praktis di Desa Srogol, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No.
Kebutuhan Praktis Jumlah
Persen 1. Tidak
Terpenuhi 11
22,9 2. Terpenuhi
37 77,1
Total 48 100
Sumber: Data Primer, 2010
Data di dalam Tabel 31. di atas menunjukkan bahwa kebutuhan praktis responden telah terpenuhi setelah mengikuti program 77,1 persen. Pemenuhan
kebutuhan praktis responden berkaitan dengan perubahan atau perbaikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, kesehatan, dan pendidikan. Merujuk
pada tujuan PNPM-P2KP yang dirumuskan oleh BKM dan UPK Desa adalah masyarakat memiliki modal usaha untuk mengembangkan usahanya. Terbukti
dengan pinjaman yang kecil, ternyata banyak responden yang mengaku puas dengan adanya program pinjaman karena dapat menambah modal usahanya.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Tt, pemilik katering, sebagai berikut:
“Alhamdulillah neng, walaupun sedikit tapi cukup untuk simpanan modal usaha kalau nanti lagi ramai pesanan. Kan kalau ibu suka pakai uang
ibu dulu buat beli bahan kue, baru nanti diganti sama yang pesan.”
Penuturan Ibu Tt diperkuat oleh Ibu Rm, seorang penjahit, yang mengatakan:
“Jahit itu kan usaha ibu sama bapak, tapi yang ikut program cuma ibu. Uang pinjaman ibu pakai untuk menambah modal usaha neng, buat beli
kain, jarum, benang. Tapi kadang terpakai juga buat keperluan lain, seperti sekolah anak, jajan anak. Pokoknya mah uang itu buat simpanan
saja lah neng.”
Pada umumnya kebutuhan praktis responden telah terpenuhi, namun hal tersebut belum menggambarkan peningkatan kesejahteraan responden. sebagai
program yang mengaku program pemberdayaan kelompok perempuan, maka perlu dilihat sejauhmana program mampu memenuhi kebutuhan strategis gender,
yakni mampu mengubah status kedudukan perempuan dalam rumah tangganya setelah mengikuti program. Pemenuhan kebutuhan strategis gender dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 32. Persentase Responden Berdasarkan Perubahan Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender di Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, 2010 No. Pernyataan Perubahan
Tidak Ya 1.
Menentukan frekuensi makan sehari-hari 45
93,8 3
6,2 2.
Menentukan menu makan sehari-hari 48
100 3.
Menentukan besarnya biaya untuk makan 45
93,8 3
6,2 4.
Menentukan besarnya biaya untuk belanja bulanan 39
81,2 9
18,8 5.
Menentukan berobat dimana ketika ada keluarga yang sakit
44 91,7
4 8,3
6. Mengurus anak
48 100
7. Menentukan pendidikansekolah anak
41 85,4
7 14,6
8. Menentukan uang sakujajan anak
48 100
9. Menentukan komoditijenis usaha
40 83,3
8 16,7
10. Menentukan besarnya uang yang digunakan untuk
melunasi hutangtagihan 48
100 11.
Menentukan ikut KSM 39
81,2 9
18,8 12.
Menentukan pengelolaan dana pinjaman 43
89,6 5
10,4 13.
Menentukan siapa yang menjalankan usaha 42
87,5 6
12,5
14. Menentukan usaha akan lanjut atau berhenti
41 85,4
7 14,6
15. Menentukan dana investasitabungan
36 75
12 25
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan Tabel 32. dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan strategis perempuan setelah mengikuti program
pinjaman dari PNPM-P2KP. Artinya, setelah mengikuti program dan mendapatkan pinjaman, perempuan belum mampu menjadi pengambil keputusan
di dalam keluarga, kecuali pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangga seperti menentukan frekuensi makan, menu makan, dan merawat anak. Hal
ini menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi pekerjaan domestik yang telah disinggung pada subbab sebelumnya, pekerjaan rumah tangga merupakan
kodrat dan tanggung jawab perempuan. Setelah mengikuti program, diharapkan terjadi perubahan keputusan dalam mengurus pekerjaan rumah tangga, setidaknya
terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, seperti sama-sama memutuskan dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bukan hanya
dibebankan kepada perempuan. Selain dalam urusan rumah tangga, perempuan belum memiliki kontrol
dalam hal pengaturan uang. Hal ini tercermin dari tidak terjadinya perubahan pada kontrol perempuan dalam mengelola keuangan keluarga. Perempuan hanya
sekadar menerima uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh laki-laki, kemudian merekalah yang mengatur uang untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat
disimpulkan bahwa laki-laki yang menentukan sedangkan perempuan hanya menjalankan. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Rd, pedagang, sebagai berikut
: “Semuanya sajalah neng, kalau urusan rumah tangga mah ibu yang
ngatur. Tapi kalau uang, bapak yang kasih, nah terus ibu atur itu, mau belanja apa. Kadang kalau anak minta jajan, ibu juga kasih, tapi pan
uangnya tetap dari bapak.”
Tidak berbeda dengan pengelolaan keuangan dalam rumah tangga yang masih didominasi oleh laki-laki, ternyata masih sulit bagi perempuan untuk
mengambil keputusan dalam hal kegiatan publik. Walaupun kegiatan publik yang diikuti oleh perempuan biasanya tidak jauh berbeda dengan urusan domestik,
seperti pengajian, PKK, atau penyuluhan KB dan Posyandu. Begitpula dalam hal
memutuskan untuk menjadi anggota KSM, sebagian besar responden menyatakan masih membutuhkan ijin dari suami. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Ag, ibu
rumah tangga, berikut:
“Saya ikut, karena disuruh ibu, kebetulan ibu kan BKM. Saya sih mau saja, kan dapat pinjaman, lumayan buat tambah-tambah. Saya ijin dulu
sama suami, boleh atau ngga ikut itu. Alhamdulillah suami mengijinkan. Kalau waktu itu suami ngga mengijinkan, ya saya ngga ikut. Ngga berani
dek.”
Dengan mengikuti program pinjaman dari PNPM-P2KP diharapkan perempuan menjadi berdaya dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
rumah tangganya dan perkembangan usahanya. Pada kenyataannya, program tersebut belum mampu sepenuhnya memberdayakan perempuan. Persentase
mengenai sejauhmana program berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender responden dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keberhasilan Program Dalam Memenuhi Kebutuhan Strategis di Desa Srogol, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, 2010 No. Kebutuhan
Strategis Jumlah Persen
1. Tetap 17
35,4 2. Kurang
Berubah 31
64,6 3. Sangat
Berubah Total 48
100
Sumber: Data Primer, 2010
Tabel 33. memperlihatkan sebanyak 64,6 persen responden menyatakan setelah mengikuti program, pemenuhan kebutuhan strategis mereka kurang
berubah. Artinya hampir tidak terjadi perubahan yang berarti dalam menentukan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga, mengikuti program, serta
perkembangan usaha. Selain dalam hal urusan rumah tangga seperti makan, kesehatan dan mengurus anak, perempuan tidak memiliki kontrol dalam
menentukan keuangan keluarga, mengikuti kegiatan publik, serta menentukan perkembangan usaha. Bahkan dalam mengelola uang pinjaman masih didominasi
oleh laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa Program PNPM-P2KP belum mampu untuk merubah kedudukan perempuan dalam rumah tangganya.
6.3.2. Hubungan Keberhasilan Program dengan Pemberdayaan Perempuan