berbahaya bagi menejer karena dapat menyebabkan frustasi, konflik, dan ketegangan mental.
2.3.3.2.Teori Dua Faktor Frederick Herzberg
Herzberg mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi Herzberg, 1959 dalam Gibson dkk, 1997. Penelitian awal Herzberg
menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut. Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan job context yang menghasilkan
ketidakpuasan di kalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada, sehingga tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat
orang merasa tidak puas dissatisfier factors atau disebut juga faktor higiene. Faktor- faktor tersebut mencakup upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur
perusahaan, mutu supervisi, dan mutu hubungan antar pribadi. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik, isi pekerjaan job content yang apabila
ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi tersebut ada maka tidak
akan timbul rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab,
kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang.
2.3.3.3. Teori Prestasi McClelland
McClelland mengajukan teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep belajar. Ia berpendapat bahwa banyak kebutuhan yang didapat dari kebudayaan
McClelland, 1962 dalam Gibson dkk, 1997. Tiga kebutuhan yang dipelajari tersebut
Universitas Sumatera Utara
adalah kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan kebutuhan berkuasa.
McClelland mengemukakan bahwa jika kebutuhan seseorang sangat kuat, dampaknya ialah motivasi orang tersebut untuk untuk menggunakan perilaku yang
mengarah kepada pemuasan kebutuhannya. Seseorang yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan dan
bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut serta menggunakan keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya McClelland, 1962 dalam Gibson
dkk, 1997. Untuk menilai perbedaan individu dalam kebutuhan berprestasi, McClelland
menggunakan Tes Apersepsi Tematis Thematic Apperception Test, TAT. McClelland 1962 dalam Gibson dkk 1997 berpendapat:
”jika kita ingin memahami motif di balik tindakan, temukan apa yang ada dalam pikiran orang bersangkutan. Jika anda ingin menemukan apa yang ada di dalam
pikiran seseorang jangan tanya dia, karena dia tidak akan menceritakannya secara tepat. Pelajari khayalan dan impiannya. Jika anda lakukan ini dalam jangka waktu
tertentu, anda akan menemukan tema dimana pikirannya kembali berulang. Dan temna ini dapat digunakan untuk menjelaskan tindakannya”.
2.3.3.4. Teori Penguatan
Teori ini didasarkan atas 2 prinsip yaitu prinsip hukum ganjaran dan prinsip respon rangsangan. Berdasarkan prinsip hukum ganjaran, seseorang akan mengalami
penguatan tingkah laku bila mendapat ganjaran positif atau menyenangkan. Seseorang yang merasa berhasil menunaikan pekerjaan dengan sangat baik
memperoleh dorongan positif untuk bekerja keras lagi di masa yang akan datang
Universitas Sumatera Utara
sehingga meraih keberhasilan yang lebih besar. Dalam hal ini terlihat motivasi bersifat positif.
Sebaliknya, jika seseorang kurang berhasil melakukan kewajiban maka ia akan mendapat teguran dari atasannya yang merupakan faktor negatif bagi yang
bersangkutan yang seterusnya dapat dijadikan dorongan untuk memperbaiki kekurangan atau kesalahan di masa depan supaya situasi kekurangberhasilannya tidak
terulang kembali Siagian, 2004.
2.3.3.5. Teori Pengharapan