93
melakukan hal yang tidak baik, dan RB juga berharap dapat memperoleh penghasilan dari hasil bertani tersebut. Intinya, RB sudah memiliki perencanaan yang baik untuk
hidup ke depannya. Namun, semua rencana tersebut tidak terealisasikan karena ia tidak mampu menahan dirinya untuk tidak menggunakan narkoba kembali. RB tidak
mampu menolak ajakan teman-temannya. Dalam hal inilah perbedaan TS dengan RB. TS mencari teman-teman baru yang bebas dari narkoba dan menghindari lingkungan
atau teman-teman sepergaulan yang tidak baik untuk sementara. RB tidaklah demikian, RB masih tetap bergaul dengan teman-temannya yang dulu sehingga RB
sulit untuk lepas dari ajakan-ajakan temannya tersebut. Jadi, lingkungan atau teman- teman juga sangat berpengaruh dalam proses seseorang berhenti dari narkoba.
4.6 Pandangan Masyarakat terhadap Penyalahgunaan Narkoba pada Kalangan Remaja
Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas
bersama. Dalam masyarakat terdapat nilai dan norma sosial untuk mengatur dan mengarahkan perilaku masyarakat, mana hal-hal yang dianggap boleh dilakukan dan
hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Munculnya nilai-nilai sosial dan norma sosial karena adanya interaksi sosial. Tidak akan pernah ada kehidupan sosial yang tanpa
nilai dan norma sosial. Nilai dan norma adalah pola-pola tata kelakuan yang harus dilakukan oleh manusia ketika ia berhubungan dengan orang lain. Setiadi, 2011:6
Universitas Sumatera Utara
94
Rambu-rambu yang ada di dalam masyarakat dapat berupa norma, nilai, aturan, undang-undang, aturan-aturan informal dan sebagainya, yang mana semuanya
bertujuan sama, yaitu mengatur dan mengarahkan perilaku dan hubungan antar- anggota masyarakat agar tidak saling merugikan atau menyimpang dari kesepakatan
yang telah ditentukan. Salah satu faktor yang mempertimbangkan alasan mengapa warga masyarakat perlu dikontrol di dalam berperilaku sehari-hari adalah agar selalu
tetap konform dengan keharusan-keharusan norma. Menurut Soerjono Soekanto dalam buku Narwoko 2013:132, yang
dimaksud dengan pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing, atau bahkan
memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku. Sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku,
hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Namun, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku taat,
tentu merupakan hal yang mahal. Dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan
tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadinya. Narwoko 2013:132
Lemahnya kontrol sosial dalam lembaga keluarga, khususnya orang tua kepada anak-anaknya, dapat mengakibatkan anak melakukan penyimpangan sosial,
contohnya penyalahgunaan narkoba. Hasil wawancara dengan masyarakat yang ditemukan di Desa Batukarang terkait dengan penyalahgunaan narkoba pada
Universitas Sumatera Utara
95
kalangan remaja, menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan para remaja menyalahgunakan narkoba adalah lemahnya kontrol orang tua terhadap anak-
anaknya. Berikut hasil wawancara di lapangan. “Mawen-mawen kami orang tua enda, tarum ndaram-ndarami
erta, nggo lanai perdiateken kami anak kami. Pagi-pagi berkat mulih karaben, bageng kapndu tiap wari. Uga ningen anak e la
lain banna dahinna yah. Adi nande ras bapana sibuk kujuma, erkai gia anakna rumah me labo kapndu betehenna pe e. Me
lampas lawenna kapndu kari la ia baba temanna e ku pancur siwah ah ngisapi. Anak-anak si gundari enda e nggo majusa kin,
lanai kuangka nari. Emaka, adi anakta si rumah ah, madin kuakap baba kujuma e, gelah ola lain dadapna, erkai tena juma
ah erkai, pokokna me kuidah je. Daripada rumah pe kari, labo terawasi aku ia.” Hasil wawancara dengan RB, Februari
2015
Artinya: “Kadang-kadang kami orang tua ini, karena mencari harta,
sudah tidak kami perhatikan lagi anak-anak kami. Setiap hari pergi pagi pulang sore. Ya, anak-anak ini pun jadi lain yang
dikerjakannya kan. Kalau mamak sama bapaknya sibuk ke ladang, kan nggak tahu kami ngapain aja kalian di rumah.
Terus anak zaman sekarang sudah terlalu maju kulihat. Makanya anakku itu mendingan kubawa ke ladang, terserah dia
mau ngapain di ladang itu suka-sukanya lah, yang penting bisa kuawasi dia. Dari pada di rumah dia, nggak tahu aku apa yang
dikerjakannya.”
Hal yang sama juga disampaikan oleh informan. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Orang tua si gundari enda e lanai kueteh nari. Contoh nyatana saja si ban gundari yah, gundari nggo jam piga kapndu, jam 11
berngi me kin. Nin min anak-anak ena krina engkai maka ndarat denga ia jam gundari, kujah kuje kujah kuje. La kin kapndu pagi
sekolah nge krina ena. Saja bagi kata ndai, lanai kin diate nande bapana pe. Lanai rawaina melawen mulih, daramina pe
Universitas Sumatera Utara
96
lang. Lang adi anak babina min bene, mis nge lanai tehna tumburen ndaramisa. Ntah nggo ka kin mehergan kapna asuh-
asuhenna asangken anakna, e lanai bo siangka e. Ija dage peranna selaku ia orang tua ningen e.” Hasil wawncara
dengan SB, Maret 2015
Artinya: “Sudah nggak ngerti lagi aku sama orang tua zaman sekarang
ini. Contohnya, sekarang aja sudah jam 11 malam. Lihatlah anak-anak itu semua, kok masih di luar mereka, kesana kemari
berkeliaran. Apa nggak sekolah lagi mereka itu. Kayak yang kubilang tadi, memang tidak lagi dipedulikan sama mamak
bapaknya. Kalau lama pulang pun tidak dimarahi, dicari pun nggak. Kalau anak babinya yang hilang, langsung dicarinya.
Mungkin sudah lebih berharga ternaknya dari pada anaknya sendiri, itu yang nggak ngerti aku. Jadi, di mana perannya
sebagai orang tua.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, masyarakat menyatakan bahwa orang tua yang seharusnya memiliki peran yang sangat penting untuk mengontrol anak-
anaknya, sudah tidak lagi berada dalam posisi yang sebenarnya. Keluarga merupakan pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, di mana ketenteraman dan
ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut. Namun kenyataannya, keluarga cenderung tidak lagi menjalankan peranan tersebut karena adanya kesibukan-
kesibukan sehingga tidak memiliki waktu untuk mengawasi anak-anaknya. Apalagi si anak sedang dalam proses remaja menuju dewasa yang sangat membutuhkan
bimbingan dan perhatian dari orang tua agar tidak melakukan hal yang menyimpang. Jadi, tidak heran jika banyak remaja-remaja di Desa Batukarang menjadi korban
penyalahgunaan narkoba. Soekanto, 1992:23
Universitas Sumatera Utara
97
Tidak hanya kontrol sosial di keluarga yang kurang, tetapi juga di dalam masyarakat. Biasanya, dalam masyarakat pedesaan memiliki kontrol sosial yang
sangat kuat, bahkan hampir tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial tersebut. Seringkali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen,
karena adanya sikap toleransi oleh agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran- pelanggaran yang terjadi. Narwoko, 2013:142.
Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota ke
dalam koridornya. Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial. Kurangnya kontrol sosial di masyarakat cenderung menyebabkan
penyimpangan sosial semakin merajalela. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan :
“Adina masyarakat sigundari e lanai bo peduli kai pe. Banci kataken permisif, permisif ningen e lanai diatena kai pe siterjadi
bas masyarakat. Contohna, narkoba enda. Bage melalana kapndu anak kutanta e si nggo kena narkoba, nce krina
masyarakat pe nggo meteh, engkai kapndu maka la laporkenna yah. Jadi, Batukarang enda bagi nggo setengah legal tempa
soal narkoba e. Iberantas pe ate, masyarakat ka nge si melakuken perlawanen. Bagi sange me reh nge polisi ndai
kujenda, atena menggrebek narkoba ras judi, e reh kap masyarakat ibenterina motor polisi ndai, nce ikataken ka ia
maling. Mis kap mulih polisi ndai pe. Em gundari kondisi masyarakat kutanta Batukarang enda.” Hasil wawancara
dengan KS, Februari 2015
Artinya: “Kalau masyarakat sekarang tidak lagi peduli dengan apa pun.
Bisa dikatakan permisif, dikatakan permisif karena sudah
Universitas Sumatera Utara
98
mengabaikan apa yang terjadi di masyarakat. Contohnya, masalah narkoba. Begitu banyaknya warga desa ini yang sudah
makek narkoba, dan semua masyarakat pun sudah tahu akan hal itu, terus mengapa tidak dilaporkan. Jadi, narkoba di
Batukarang ini seakan-akan sudah setengah legal. Mau diberantas pun, masyarakat juga yang melakukan perlawanan.
Seperti kemarin, polisi datang ke sini untuk menggrebek narkoba dan judi. Lalu masyarakat melempari mobil polisi itu.
Itulah sekarang kondisi masyarakat desa Batukarang ini.”
Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan SBB. Berikut hasil wawancara dengan informan:
“Kesadaren masyarakat si kurang kerna kasus narkoba enda. Narkoba nggo banna jadi bisnisna ndatken sen. Masyarakat
ningen siarusna si sampat-sampaten gelahna ola min kita kena narkoba, malah e ka sindudurken narkoba e banta. Arah je ka
maka ia dat sen.” Hasil wawancara dengan SBB, Februari 2015
Artinya: “Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kasus narkoba.
Narkoba sudah dijadikan sebagai bisnis untuk mendapatkan uang. Masyarakat yang seharusnya saling tolong-menolong
untuk mencegah kita agar tidak menggunakan narkoba, nyatanya dia pula yang menawarkan narkoba itu sama kita.
Dari situ pula dia bisa dapat uang, ya gimana lah.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka masyarakat memiliki peranan penting sebagai kontrol sosial. Masyarakat sebagai kontrol sosial yang seharusnya
mengendalikan perilaku warga masyarakat agar tetap konform terhadap norma, malah mengambil tindakan yang kurang bijaksana. Dapat dilihat dari tindakan masyarakat
yang melakukan perlawanan ketika pihak yang berwajib melakukan penggrebekan dan penertiban terhadap judi dan narkoba di Desa Batukarang. Bahkan, narkoba
dijadikan sebagai bisnis untuk mendapatkan penghasilan oleh pihak-pihak yang
Universitas Sumatera Utara
99
terkait didalamnya. Tidak heran jika setiap tahunnya jumlah korban penyalahgunaan narkoba di Desa Batukarang meningkat, khususnya pada kalangan remaja. Berikut
hasil wawancara dengan informan : “ Tiap tahun lit lalap sitambah pemake narkoba ndai, kuakap lit
10 meningkat setiap tahunna. Labo kuidah berkurang. Reh mbuena maka banci. Sangana ka kin kuakap naik daun pe
narkoba e jenda. “ Hasil wawancara dengan AT, Februari 2015
Artinya: “ Setiap tahunnya ada aja yang bertambah pemake narkoba itu,
ada 10 meningkat setiap tahunnya. Tidak berkurang. Malah semakin bertambah. Kurasa memang lagi musimnya narkoba itu
dipakai.”
Hal yang sama juga dijelaskan oleh NB. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Rata-rata nge remaja Batukarang nggo make narkoba, ¾ nggo kena. Gundari e, parahen ka bapa-bapa si make narkoba nda
asangken remaja. Narkoba e bagi gula kin, ja lit gula me je lit perkis. Sangana trend bagelah.” Hasil wawancara dengan NB,
Februari 2015
Artinya: “Rata-rata remaja Batukarang sudah menggunakan narkoba, ¾
sudah menjadi korbannya. Sekarang ini, bapak-bapak yang lebih parah menggunakan narkoba dibandingkan remaja.
Narkoba itu memang seperti gula, dimana ada gula disitu ada semut. Lagi ngetrend gitu lah.”
Setiap tahunnya, korban penyalahgunaan narkoba di Desa Batukarang meningkat, khususnya para remaja. Bahkan, saat ini tidak hanya kalangan remaja
Universitas Sumatera Utara
100
yang menggunakannya tetapi kaum pria dewasa juga mengalami peningkatan sebagai korban penyalahgunaan narkoba. Banyak tanggapan-tanggapan di masyarakat
mengenai perkembangan narkoba di Desa Batukarang. Namun, kebanyakan masyarakat mengaku resah dan prihatin terhadap kondisi tersebut. Hal ini dibuktikan
dari hasil wawancara dengan informan: “Aku lebe secara pribadi labo kuakap sikap. Lanai aku nyaman,
ngeri kuakap. Mbiar aku anak-anak si lenga angkana e pe nggo terpengaruh. Kuja nari me baba kutanta enda, adi lanai bo lit
pagi generasi penerus si beres. Jadi kai nari me pagi ia kerina. Mate ningen lang, nggeluh ningen lang, sakit bagi orang gila e
je. Kita pe anggapna kera. Tawa-tawaina kita je adi mentas kita, ehehehhe nina, bibina kita. Me lanai kapndu rorat e,
sopanna pe lanai lit. Ah mbiar aku pe, nggirnggir jantungtah.” Hasil wawancara dengan RS, Februari 2015
Artinya: “Aku secara pribadi tidak suka lah. Aku sudah nggak nyaman
lagi, ngeri kurasa. Aku takut kalau anak-anak yang belum tahu apa-apa pun ikut terpengaruh. Mau dibawa kemana desa kita
ini, tidak ada lagi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Nggak tahu entah mau jadi apa nanti semua itu. Sudah kayak
orang gila kulihat semua. Kita pun dianggap binatang. Kalau kita lewat jalan di depannya, diganggunya kita, padahal
bibiknya kita. Sopannya pun tak ada lagi. ah, pokoknya takut aku, gemetar jantungku.”
Hal yang serupa disampaikan oleh CB. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Adi pandangenku sungkunndu, campur je. Aku sangat sangat miris, sedih, dan prihatin ngenin situasinta gundari e. Engkai
kapndu lang, soalna pemimpin-pemimpin muda untuk memimpin Desa Batukarang berkurang, ras tingkat kesuksesan Desa
Batukarang pe menurun. Apai ka katandu gundari e, masyarakat was-was, la tenang, melala sangana pinangko.
Universitas Sumatera Utara
101
Curigai kalak mis si nggo make narkoba ndai.” Hasil wawancara dengan CB, Februari 2015
Artinya: “Aku sangat sangat miris, sedih dan prihatin dengan situasi
sekarang ini. Mengapa tidak, pemimpin-pemimpin muda untuk memimpin Desa Batukarang pun berkurang, dan tingkat
kesuksesannya pun menurun. Apalagi sekarang ini, masyarakat was-was, tidak tenang, sedang banyak terjadi pencurian. Yang
dicurigai langsung oleh masyarakat adalah para pengguna narkoba itu.”
Masyarakat sadar bahwa meningkatnya korban penyalahgunaan narkoba di Desa Batukarang akan mengurangi kualitas para generasi penerus bangsa, khususnya
yang akan memimpin Desa Batukarang. Bahkan, secara langsung sangat berdampak buruk bagi masyarakat. Tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat sudah
banyak terjadi, contohnya pencurian di mana-mana. Tindakan kriminalitas tersebut sangat mengganggu ketenangan dan kenyamanan masyarakat. Demikian hasil
wawancara dengan informan : “Selama enda nggo melala barang-barang masyarakat si bene.
Tabung gas kalak bene, galoh kalak tengah juma ah pe angkat kalak, kereta pe benen, tuhu-tuhu nggo latih kap masyarakat e.
Mis nge curigai kalak sinangkosa emekap kalak si nggo narkoban e, ntah lanai nge lit senna nukursa barang ah ndai,
nce ia nggo butuh. Me kai pe kapndu dahikenna gelah dat sen. Labo ka dat 5 ribu regana barang ah nda, 50 ribu kang
simurahna. Ja buat???.” Hasil wawancara dengan SB, Februari 2015
Artinya: “Selama ini sudah banyak barang-barang masyarakat yang
hilang, tabung gas, pisang, sepeda motor. Jadi masyarakat sudah lelah dengan kondisi tersebut. Pelaku yang langsung
Universitas Sumatera Utara
102
dicurigai adalah para pengguna narkoba, mungkin tidak ada lagi uangnya untuk membeli narkoba itu. Apapun akan
dilakukan agar bisa dapat uang. Harganya tidak dapat 5 ribu, 50 ribu yang paling murah. Mau diambil dari mana uang itu?.”
Hal tersebut juga disampaikan oleh informan AT. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Ah rumah pendeta pe bongkar kalak mbaru denga, nce bengkel pe bongkar kalak kang. Tangko kalak besi-besina kerina,
bototkenna kuakap. Mesin paruten pe kapndu tangko kalak. Yoohh em pengerina nggo gundari kutanta enda. Lanai
ukurkenna kalake pe, si penting dat sen ia. Ah kabel-kabel si simpang ku rumah ah pe bongkar kalak to. Uga nari nge bage.
E lanai bo kita perlu melantar, si jaga barang-barangta. Si juma ah pe baba sajalah ku rumah.” Hasil wawancara dengan
AT, Februari 2015
Artinya: “Baru-baru ini aja rumah pendeta dibongkar, terus bengkel
juga ada kebongkaran. Besi-besi yang ada disitu diambil kemudian dijadikan botot. Semakin mengerikan kondisi desa
kita ini. Tidak lagi dipikirkan orang lain, yang penting ia bisa dapat uang. Bahkan, kabel-kabel pun dibongkar orang. Jadi
tidak ada gunanya untuk lalai, jagalah barang-barang kita. Yang di ladang itu pun dibawa saja pulang ke rumah.”
Masyarakat merasa dirugikan dengan adanya pencurian yang terjadi selama ini. Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya membawa barang-barang berharga yang
ada di ladang mereka ke tempat yang lebih aman, yaitu di rumah mereka. Masyarakat menjadi lebih berhati-hati. Sesungguhnya masyarakat resah dengan kondisi itu,
namun banyak alasan yang akhirnya membuat masyarakat tidak berani bertindak
Universitas Sumatera Utara
103
tegas terhadap pembuat kerusuhan tersebut, padahal mereka tahu siapa yang melakukannya. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan informan :
“ Situhuna teh kalake nge ise si nangkoi e, kalak si nggo make narkoba ndai nge rata-rata. Saja la nggit kalake ngelaporkensa,
ban mbiar kalake. Adina kalak narkoban imbangi, si lang-lang kap e. Bunuhna pe kita banci, ia lanai lit kebiarenna. Labo kin
perlu subuki. Pangen kap kalak sip je, jaga kalak barangna. “ Hasil wawancara dengan RS, Februari 2015
Artinya: “Sebenarnya masyarakat tahu siapa yang mencuri itu, rata-rata
adalah pengguna narkoba. Namun, tidak ada yang mau melaporkannya, karena takut. Kalau berhadapan dengan
pengguna narkoba, itu sia-sia. Bisa saja kita dibunuhnya, tidak ada lagi ketakutannya. Jadi tidak perlu diladeni. Lebih baik
diam saja. Jaga barang kita.”
Hal yang sama juga disampaikan oleh RB. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Kisat masyarakat e mbuka mulut, lang tehna nge ise usur si nangkoi e. Kade-kadena kapndu singerusuhi, ja nge kapndu ia
nggit ngelaporkensa. Emaka sipken masyarakat e, uga ka lah ban adi sikade-kaden denga ka ia, adi laporkenna kari lanai ka
siangkan je. Mberat kin adi bas kuta-kuta ningen e, kental denga kekeluargan e je.” Hasil wawancara dengan RB,
Februari 2015
Artinya: “Masyarakat malas membuka mulut, padahal mereka tahu
siapa yang sering mencuri itu. Gimana mau dilaporkan, yang mencuri itu adalah kerabatnya, kalau dilaporkan takut ada
perselisihan dengan keluarganya. Susah lah kalau di kampung- kampung, masih kuat kekeluargaannya.”
Universitas Sumatera Utara
104
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat memiliki alasan untuk tidak bertindak tegas, yaitu adanya ketakutan terhadap pelaku,
yang kondisinya sudah mengkonsumsi narkoba serta adanya hubungan keluarga antara masyarakat dengan si pelaku. Sejauh ini, sudah ada upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah desa bekerja sama dengan masyarakat untuk mengurangi korban penyalahgunaan narkoba. Namun, upaya yang dikerjakan tersebut tidak
berhasil dan belum maksimal, malah korbannya bertambah banyak. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“ Nggom lit usaha anak kuta enda bage pe ras pemerintah desa. Erbahan pertemuan-pertemuan ntah rapat-rapat guna
ncakapken solusi gelahna min kutanta jauh dari narkoba. Nggo ka nge lit iban penyuluhen-penyuluhen selama enda. Tapi lit
pinakit anak kutanta enda, adi bas simehuli e labo ia reh. Banci 30 kalak ngenca si reh ku losd ah. Deba reh pe ia, bas kede ia
krina ngenin-ngenin.” Hasil wawancara dengan JK, Februari 2015
Artinya: “Sebenarnya sudah ada usaha warga desa mau pun pemerintah
desa. Mengadakan pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat untuk membicarakan solusi agar desa Batukarang jauh dari
narkoba. Selama ini, sudah ada dilaksanakan penyuluhan- penyuluhan. Tapi, masyarakat tidak berantusias untuk hadir.
Hanya 30 orang saja yang datang. Kalau pun ada yang datang, tapi hanya melihat-lihat saja dari warung kopi.”
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan EB. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Nggo pernah bentuk pemerhati Desa Batukarang enda, poskamling pe nggo lit mbarenda. Tapi gundari lanai kuidah lit,
nggo ka ngadi. Penyuluhan-penyuluhan pe usur nge ban.
Universitas Sumatera Utara
105
Mbaru-mbaru enda nggo ka rapat masyarakat, pemerintah desa ras Kapolres gelah ban min pos polisi bas Batukarang. Tapi
ngasa gundari lolo denga kuidah program ndai.” Hasil wawancara dengan EB, Februari 2015
Artinya: “Sudah pernah dibentuk pemerhati Desa Batukarang,
poskamling pun sudah ada dulu. Tapi sekarang tidak ada lagi. Penyuluhan-penyuluhan pun sudah sering dilaksanakan.
Bahkan, baru-baru ini ada rapat masyarakat, pemerintah desa, dan Kapolres supaya membangun pos polisi di desa
Batukarang. Tapi program tersebut sampai sekarang masih belum terealisasi.”
Selama ini, sudah ada usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Banyak program yang sudah direncanakan
bersama-sama. Namun, sampai saat ini program tersebut belum dapat direalisasikan dengan baik. Kendalanya adalah kurangnya kesadaran dan kerja sama antar
masyarakat untuk melaksanakan program yang telah disepakati bersama. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan :
“Slogan saja nge ngenca krina e, laksanaken maka lalap lang. Me sia-sia nge kapndu kita rapat lalap e, la tuntas-tuntas.
Emaka aku pesimis nge banci narkoba e iberantas kutanta enda, nggo pemerintah desa ah pe kewalahen. Bagi kataku nda,
masyarakat e pe nggo permisif. Bangun ningen pos polisi jenda, tapi kai kapndu, lalit masyarakat e si nggit mereken lahanna
gelah jadi ingan posko ndai. Ngasa gundari pe lalap kap lenga dung masalahna ah. Sangana usahaken pemerintah desa jalan
keluarna. Ija dage kesadaren masyarakat ndai adi bage kin??.” Hasil wawancara dengan KS, Februari 2015
Artinya:
Universitas Sumatera Utara
106
“Semua hanya slogan saja, tetap saja belum dilaksanakan. Sia- sia saja kita rapat, tidak tuntas-tuntas. Aku pesimis kalau
narkoba bisa diberantas di desa kita ini. Pemerintah desa saja pun kewalahan. Seperti yang kusampaikan sebelumnya,
masyarakat pun sudah permisif. Pos polisi akan dibangun, nyatanya tidak ada masyarakat yang mengijinkan lahannya
digunakan sebagai tempat posko polisi. Sampai sekarang pemerintah desa masih mencarikan jalan keluarnya. Jadi, di
mana sebenarnya kesadaran masyarakat itu?.”
Salah satu saran yang dihasilkan dari rapat sebelumnya adalah masyarakat harus melaporkan kepada pihak yang berwajib ketika melihat dan mengetahui siapa
saja yang menggunakan narkoba, masyarakat harus jujur dan berani berterus terang. Pada saat rapat, Kapolres membagikan nomor telepon genggamnya kepada
masyarakat, agar masyarakat bisa langsung melaporkan kepadanya. Namun, kenyataannya masyarakat memiliki alasan tersendiri untuk tidak melakukan hal
tersebut. Berikut hasil wawancara dengan informan : “Labo pang masyarakat e jujur, bicara tehna pe labo
laporkenna, mbiar kalake ancamna, gangguna kari. Memang nggo bereken Kapolres ah nomor Hp-na man kami pas rapat
sange, gelah langsung kami ngelapor man ia adi lit teh kami si make narkoba. E pe labo kalak pang. Kuakui aku pe bageng,
aku pe lenga bo berterus terang, labo ku pang ngelaporkenca, lang kueteh nge ise-ise saja jelmana. Em si perlu man
perubahen e. Emaka wawancaraindu pe aku e, labo kerina kukataken bandu. Laporkenndu ka kari aku, mberat kuakap.
Hahhaha..” Hasil wawancara dengan RS, Februari 2015
Artinya: “Masyarakat tidak berani jujur, kalau pun dia tahu, dia tidak
akan melaporkannya, karena takut diancam dan diganggu. Memang Kapolres sudah memberikan nomor telepon
genggamnya kepada masyarakat ketika rapat kemarin, biar
Universitas Sumatera Utara
107
kami langsung melaporkannya. Itu pun masyarakat tetap tidak berani. Kuakui aku pun seperti itu, aku tidak berterus terang,
aku tidak berani melaporkannya, padahal aku tahu siapa siapa saja orangnya. Itulah yang harus diubah. Jadi, ketika kita
wawancara ini pun, tidak semua kuungkapkan. Kau laporkan nanti aku, aku juga yang susah. Hahaha..”
Dari hasil wawancara di atas, didapati bahwa masyarakat tidak berani berterus terang dan mengambil resiko. Masyarakat takut akan terjadi sesuatu jika
mereka melaporkan si pengguna narkoba kepada pihak yang berwajib, contohnya melempari rumah mereka atau pun hal-hal yang dapat mengganggu ketenangan
mereka. Jadi, masyarakat memilih untuk diam saja. Alasan lain yang membuat masyarakat sulit untuk menindak tegas para pengguna narkoba adalah karena
hubungan kekeluargaan yang dijunjung tinggi. Masyarakat enggan bertindak karena takut ada yang sakit hati atau pun
perselisihan dengan keluarga si pelaku, di mana kondisinya masyarakat masih memiliki hubungan kerabat dengannya. Akhirnya, masyarakat menjadi seolah-olah
membiarkan perilaku menyimpang tersebut berkembang di Desa Batukarang. Hal ini didukung oleh hasil wawancara di lapangan. Berikut hasil wawancara dengan
informan : “Labo nggit kalake ngelaporkenca, adina kade-kadena kang
kapndu si narkoban e. Adi laporken kari, megelut ka ia, lanai kari siangkan ras keluargana dakam susah. Nce kita erkade-
kade denga ras. Deba anakna ka kapndu, ihh jange kel kapndu ia nggit ngelaporkensa ue. Jadi, madin kap masyarakat e sip,
daripada ceda kari perkade-kaden. Memang nggo pediat masyarakat e, si erban-ban jangna je kerina.” Hasil
wawancara dengan RB, Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
108
Artinya: “Tidak ada orang yang mau melapor, karena kerabatnya juga
yang pakai narkoba itu. Kalau dilaporkan takutnya mereka sakit hati, berselisih paham dengan keluarga kan susah. Namanya
kita masih keluarga. Ada juga anaknya yang pengguna narkoba, jadi ia takkan mau melaporkannya. Jadi, masyarakat lebih baik
diam daripada persaudaraan rusak.”
Adanya hubungan keluarga para pengguna narkoba dengan masyarakat menjadi salah satu alasan bagi masyarakat untuk tidak melaporkan dan mengambil
tindakan tegas terhadap kasus penyalahgunaan narkoba tersebut. Masyarakat enggan bertindak, karena tidak mau terjadi perselisihan keluarga. Jadi, untuk menjaga
kerukunan antar keluarga, masyarakat merasa lebih baik jika diam saja. Bagi pemerintah Desa Batukarang sendiri juga memiliki kendala-kendala dalam
melakukan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Desa Batukarang. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Kami sebagai pemerintah desa juga mengalami banyak kesulitan dalam memberantas penyalahgunaan narkoba bas
kutanta enda. Si pertama lebe emekap dampak budaya ntah pe adat istiadat bagepe keluarga. Lit denga je toleransi antar
masyarakat karena adanya hubungan keluarga antara yang satu ras sidebanna. Si kedua, lit denga premanisme bas kutanta
enda, jadi agak susah lah. Ancam-ancamna kita, la kita tenang pe. Sipeteluken, kurangnya informasi narkoba. Jadi, lit denga
masyarakatta si kurang denga pemetehna mengenai narkoba enda. Sipeempatken, eme kurangnya kerja sama antar
masyarakat bagepe ras pemerintah desa.” Hasil wawancara dengan RAB, Februari 2015
Artinya: “Kami sebagai pemerintah desa juga mengalami banyak
kesulitan dalam memberantas penyalahgunaan narkoba di desa Batukarang. Pertama, karena adanya dampak budaya atau pun
Universitas Sumatera Utara
109
adat istiadat serta keluarga. Masih ada toleransi antar masyarakat karena adanya hubungan keluarga antara
masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kedua, masih ada premanisme di desa ini. Jadi, agak susahlah, karena selalu ada
ancaman-ancaman dari mereka, tidak tenang aku. Ketiga, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai narkoba.
Keempat, kurangnya kerja sama antar masyarakat juga dengan pemeritah desa.”
Pemerintah Desa Batukarang menyadari bahwa mengurangi penyalahgunaan narkoba di masyarakat akan masih sulit dilakukan, karena adanya dampak adat-
istiadat atau kekeluargaan, premanisme, kurangnya informasi mengenai narkoba, serta kurangnya kerja sama antar masyarakat dan pemerintah desa. Banyak upaya-
upaya dari segala aspek yang disampaikan masyarakat dalam hal pemberantasan narkoba di Desa Batukarang, dengan harapan para korban penyalahgunaan narkoba
dapat berkurang. Ada hal utama yang harus ditingkatkan di dalam masyarakat. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Adi menurutku si pentingna kel lebe si harus itingkatken bas kutanta enda emekap ibadahta, kinitekenta, dari segi agama
bagelah. Adi nggo paguh kinitekenta, uga pe arus zaman e lanai bo kita terpengaruh. Jadi, bagi anak remaja si Kristen ikutina
min PA bas gereja, adi si Islam ia rajin ia ku Mesjid sholat bage.” Hasil wawancara dengan JK, Februari 2015
Artinya: “Menurutku, yang terpenting yang harus ditingkatkan di desa
ini adalah ibadah kita, iman, dari segi agama lah. Kalau imannya sudah kuat, bagaimana pun arus zaman ini, kita tidak
akan terpengaruh. Jadi, bagi anak remaja Kristen harus mengikuti ibadah di gereja, dan anak remaja Muslim rajin
sholat ke Mesjid.”
Universitas Sumatera Utara
110
Hal yang perlu ditingkatkan untuk mencegah perkembangan penyalahgunaan narkoba di masyarakat adalah aspek keagamaan. Jadikan ajaran agama sebagai
kompas dalam hidup manusia sehingga mengetahui mana hal yang baik untuk dikerjakan dan mana yang tidak. Jika masyarakat sudah memiliki iman yang kuat,
maka itu yang akan membentengi dirinya untuk melakukan perilaku menyimpang. Tidak hanya dari aspek kerohanian, tapi dari berbagai aspek lain juga harus
diperhatikan dan ditingkatkan. Hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Si pertama lebe keharmonisan dalam keluarga itingkatken. Pengawasan ras perhatian orang tua man anak-anakna,
bereken waktu gelah banci siperdiateken anak-anakta. Tingkatkan sosial-ekonomi bas masyarakat. Tingkatken ka
aktivitas-aktivitas positif bas kuta enda, khususna man anak- anakta, selain kesatuan muda-mudi karang taruna, misalna
olahraga bage. Gelahna lit kegiatan ras kesibukenna me lanai kari sempat dadapna narkoba ah ndai. Nce ibas masyarakat
harus lit sistem kerja sama ras sama-sama kerja. Ersada kerina arih masyarakat e. Ulanai kita la ermediate kerna kondisi
Batukarang, tapi sisampat-sampaten muat si mehuli. Harus kin berani mengatakan yang benar, ula mbiar-mbiar. Enam ia
kuakap..” Hasil wawancara dengan SBB, Februari 2015
Artinya: “Yang pertama yang harus ditingkatkan adalah keharmonisan
dalam keluarga. Pengawasan dan kepedulian orang tua untuk anak-anaknya juga harus ditingkatkan, berikan waktu untuk
dapat memperhatikan anak-anak. Tingkatkan sosial-ekonomi masyarakat. Tingkatkan kegiatan-kegiatan positif di desa ini,
khusus untuk muda mudi, selain kesatuan muda mudi karang taruna, misalnya olah raga sehingga ada kesibukan-kesibukan
mereka yang membuatnya tidak punya kesempatan untuk menggunakan narkoba. Masyarakat juga harus punya sistem
kerja sama dan sama-sama kerja, harus bersatu hati. Peka
Universitas Sumatera Utara
111
terhadap kondisi desa Batukarang, saling tolong menolong, berani mengatakan hal yang benar.”
Kontrol sosial dalam keluarga harus ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi korban penyalahgunaan narkoba pada kalangan remaja di Desa
Batukarang. Pada dasarnya, keluarga merupakan wadah di mana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Jadi, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi setiap perilaku anggota keluarganya. Selain itu, kegiatan-
kegiatan positif pada kalangan muda-mudi juga harus ditingkatkan, misalnya adanya kegiatan olah raga atau yang lainnya sehingga mereka memiliki kesibukan sendiri
dan tidak memiliki waktu untuk melakukan perilaku yang menyimpang. Kerja sama masyarakat juga semakin ditingkatkan. Kesatuan hati masyarakat
dalam melakukan tindakan yang tegas terhadap kasus penyalahgunaan narkoba tanpa kompromi. Ketika hal tersebut ditingkatkan, besar harapan masyarakat agar
penyalahgunaan narkoba di masyarakat Desa Batukarang, khususnya pada kalangan remaja dapat berkurang dan diberantas. Banyak harapan yang disampaikan
masyarakat Desa Batukarang supaya Desa Batukarang dapat lebih baik kedepannya. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“Harapenku min gelah secepatna masyarakat menjauhi narkoba e ras mendekatkan diri man Tuhan. Janah banci
sikembangken Desa Batukarang enda alu budaya, sosial, pendidikan, gelah semakin maju ku pudi wari.” Hasil
wawancara dengan CB, Februari 2015
Artinya:
Universitas Sumatera Utara
112
“Harapanku adalah supaya secepatnya masyarakat menjauhi narkoba dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan kita bisa
mengembangkan Desa Batukarang melalui budaya, sosial, pendidikan, sehingga semakin maju ke depannya.”
Harapan lain juga disampaikan oleh informan. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“ Masyarakat harus bebas dan bersih dari narkoba untuk bisa menjadi generasi Batukarang ini. Masyarakat jadi baik kembali,
jadi teladan bagi desa lain. Begitu juga pemerintah desa bekerja lah dengan sungguh-sungguh dan saling bahu
membahu.” Hasil wawancara dengan JK, Februari 2015
Berdasarkan wawancara di atas, masyarakat mengharapkan agar Desa Batukarang dapat lepas dari narkoba, sehingga Desa Batukarang menjadi lebih baik
lagi kedepannya. Pemerintah desa juga memiliki harapan untuk Desa Batukarang. Berikut hasil wawancara di lapangan.
“ Pemuda Desa Batukarang jadi pemuda yang kreatif dan berprestasi. Sebelum tahun 2000-an, pelajar Desa Batukarang
membuat predikat yang positif, namun setelah masuk narkoba angka pendidikan menurun. Nce mindo kel aku gelahna banci
min kami bekerja sama ras masyarakat guna mberantas narkoba ikutanta enda. Janah aku pe minta dukungan
masyarakat untuk sama-sama mengerjakan program pemerintah desa 2015 enda, yaitu pengadaan posko polisi i Batukarang.”
Hasil wawancara dengan RAB, Februari 2015
Artinya: “ Pemuda Desa Batukarang jadi pemuda yang kreatif dan
berprestasi. Sebelum tahun 2000-an, pelajar Desa Batukarnga membuat predikat yang posisit, namun setelah masuk narkoba
angka pendidikan menurun. Lalu saya meminta supaya kami dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk memberantas
narkoba di desa ini. Aku juga meminta dukungan dari
Universitas Sumatera Utara
113
masyarakat untuk sama-sama mengerjakan program pemerintah desa 2015 ini, yaitu pengadaan posko polisi di desa
Batukarang.”
Untuk menciptakan Desa Batukarang yang lebih baik, maka pemerintah desa berharap agar masyarakat bekerja sama dengan mereka serta mengharapkan
dukungan dari masyarakat untuk melaksanakan program pemerintah desa tahun 2015, yaitu pengadaan posko polisi. Posko polisi dibentuk di Desa Batukarang untuk
mengawasi tindakan masyarakat agar tidak melakukan hal-hal yang menyimpang, khususnya penyalahgunaan narkoba. Tanpa adanya kerja sama yang baik antara
masyarakat dengan pemerintah desa, maka semua harapan yang telah disampaikan di atas tidak akan berhasil dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
114
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan