14
kesehatan jiwa, dan kehidupan sosialnya. Ada tiga faktor alasan yang dapat dikatakan sebagai pemicu seseorang dalam penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor
tersebut adalah faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
Pertama, faktor individu, diakibatkan rasa penasaran yang menimbulkan keinginan untuk mencoba, waktu luang atau situasi dan kesempatan untuk
menggunakan narkoba dan tekanan atau jebakan atau rayuan dari pihak pengedar. Kedua, faktor lingkungan, ada beberapa hal yang mempengaruhi seseorang
menggunakan narkoba. Faktor itu antara lain pengertian yang salah bahwa mencoba sekali-sekali tidak masalah, ajakan teman sebaya dan tawaran gratis untuk memakai
serta lingkungan yang mendukung kebebasan memakai atau mengedarkan narkoba. Ketiga, faktor ketersediaan narkoba, di mana narkoba semakin mudah untuk
didapatkan dan dibeli.
Hukuman bagi penyalahgunaan narkotika telah diatur secara khusus oleh UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika. Dalam pasal-pasal tersebut, UU narkotika
dijelaskan ketentuan pidana dan jenis pidana yang diberikan pada pihak yang menyalahgunakan narkotika secara ilegal. Adapun sanksi yang diberikan berupa
pidana penjara dan denda.
2.2 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi, maka dalam masa remaja seakan-akan anak berpijak pada dua kutub, yaitu masa anak yang akan ditinggalkan dan masa
Universitas Sumatera Utara
15
dewasa yang akan dimasuki. Masa remaja juga mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu adanya perubahan-perubahan yang menonjol baik dalam jasmani dan rohani dalam
psikisnya. Perubahan dalam segi jasmani, pada masa ini mulai bekerjanya hormon- hormon seksual, sehingga anak, misalnya anak wanita mulai menstruasi dan anak
laki-laki mengeluarkan sperma dan sebagainya. Aristoteles dan Walgito dalam Puspita Sari : 2008 membagi umur dan masa
dalam perkembangan manusia sebagai berikut: 1. Masa anak kecil, masa bermain : umur 0 – 7 tahun
2. Masa anak, masa belajar : umur 7 – 14 tahun 3. Masa remajamasa peralihan kemasa dewasa : umur 14 – 21 tahun
Remaja dalam kamus bahasa Indonesia diartikan dengan mulai dewasa, sudah sampai pada untuk kawin. Istilah remaja dalam bahasa Indonesia disebut juga
pubertas. Pubertas berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata puberty yang mempunyai arti remaja. Dikatakan bahwa remaja adalah manusia pada usia tertentu
yang sedang dinamik, sehingga dalam usia tersebut remaja banyak dihadapkan oleh masalah yang timbul baik itu berasal dari dirinya sendiri maupun dari lingkungannya.
Terjadinya pemakaian narkotika di kalangan remaja sangat banyak disebabkan oleh pergaulan yang terjadi di kalangan remaja itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena dalam usia remajalah seseorang biasanya ingin mengetahui sesuatu, dengan jalan mencoba-coba sesuatu yang baru tanpa memikirkan akibatnya
kelak. http:elibrary.ub.ac.idbitstream123456789204051 Pemidanaan-Terhadap-
Universitas Sumatera Utara
16
Penyalahgunaan-Narkotika-di-Kalangan-Remaja-dan-Upa ya-Penanggulangan-oleh- Polri.pdf, diakses tanggal 29 November 2014, pkl 20.35 WIB
2.3 Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, atau norma sosial yang berlaku.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat perilaku atau tindakan tersebut di luar
kebiasaan, adat-istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma sosial yang berlaku. Dengan kata lain, penyimpangan merupakan segala macam pola perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri conformity terhadap kehendak masyarakat. Beberapa contoh perilaku orang-orang yang dianggap menyimpang adalah
suka minum-minuman keras atau terlibat narkotika, disebut juga penyimpangan tunggal, atau bila seseorang mengembangkan berbagai perilaku yang melanggar
sejumlah aturan atau norma yang berlaku, misalnya selain berprofesi sebagai pencuri atau perampok, mereka acap kali juga seorang alkoholik, gemar melacur, dan suka
menggunakan tindak kekerasan. Tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai penyimpangan jamak. Narwoko, 2013:98
Universitas Sumatera Utara
17
2.3.1 Bentuk Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat dibedakan atas dua bentuk, yakni:
1. Perilaku Menyimpang Primer Primary Deviance
Penyimpangan yang dilakukan seseorang dimulai dari penyimpangan- penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya. Penyimpangan ini
dialami oleh seseorang mana kala ia belum memiliki konsep sebagai penyimpang atau tidak menyadari jika perilakunya menyimpang. Bentuk
penyimpangan primer ini biasanya dialami oleh seseorang yang tidak menyadari bahwa perilakunya dapat menjurus ke arah penyimpangan yang
lebih berat.
2. Perilaku Menyimpang Sekunder Secondary Deviance
Penyimpangan yang lebih berat akan terjadi apabila seseorang sudah sampai pada tahap Secondary Deviance. Tindakan menyimpang yang
berkembang ketika perilaku dari si penyimpang itu mendapat penguatan reinforcement melalui keterlibatannya dengan orang atau kelompok yang
juga menyimpang. Bentuk penyimpangan sekunder itu juga berasal dari hasil penguatan penyimpangan primer. Narwoko, 2013:106
2.4 Teori Kontrol Sosial
Penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung
Universitas Sumatera Utara
18
untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum. Teori kontrol sosial pada dasarnya beranggapan bahwa individu dalam
masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama yakni berperilaku menyimpang dan tidak menyimpang. Benar dan salahnya perilaku manusia sangat bergantung pada
kondisi masyarakat serta kesepakatan masyarakat atas standard perilaku manusia itu sendiri yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
Teori kontrol sosial yang dikembangkan oleh Nye dalam Syamsi 2008:135, sebagai pelopor teori kontrol mengungkapkan bahwa ada kekuatan pendorong pada
diri manusia untuk melakukan deviasi. Nye semata-mata mendasarkan diri pada teori S Freud yang mengatakan bahwa manusia memiliki instink hewaniah menjadi satu-
satunya pendorong. Bahwa semua manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan pelanggaran norma, akan tetapi tidak semua melakukan, karena ada
kontrol sosial. Masyarakat melakukan kontrol sosial untuk menahan kecenderungan terjadinya deviasi sehingga individu menjadi patuh terhadap negara. Jika kontrol
sosial lemah, maka deviasi akan terjadi. Ada beberapa tipe atau bentuk teori kontrol sosial, yaitu 1 Kontrol internal yang berjalan secara langsung, sosialisasi melalui
nilai-nilai, norma oleh orang tua kepada anak-anaknya dan menginternalisasikan menjadi kata hatinya. 2 Kontrol internal tidak langsung, apabila hubungan afektif
antara orang tua atau orang dewasa dan anak-anak sudah merupakan kontrol tidak langsung. 3 Kontrol eksternal yang langsung, dipercayakan pada institusi-institusi
seperti para guru, polisi, jaksa, hakim, penegak hukum yang lain. Misalnya dapat berupa ancaman, ejekan, penjara atau pengucilan.
Universitas Sumatera Utara
19
http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilespenelitianDr.20Ibnu20Syamsi,2020 M.Pd.B192020Sosiologi20Deviasi.pdf, diakses pada tanggal 19 November
2014, pkl 23.52 WIB. Nye memandang hubungan individu secara sosiologik tentang bagaimana
masyarakat melakukan kontrol sosial terhadap individu faktor eksternal. Sementara itu, Hirschi memandang hubungan individu dengan individu lain secara psikologik
bagaimana individu mengikatkan diri dengan masyarakat. Ia mengajukan beberapa proposisi teoritisnya, yaitu:
1. Bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan-aturan sosial adalah
akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak konform terhadap aturan atau tata tertib yang ada;
2. Penyimpangan dan bahkan kriminalitas atau perilaku kriminal, merupakan
bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap konform, seperti: keluarga, sekolah, atau institusi
pendidikan dan kelompok-kelompok dominan lainnya; 3.
Setiap individu seharusnya belajar untuk konform dan tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal;
4. Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol eksternal.
Ada empat unsur utama di dalam kontrol sosial internal, yaitu attachement kasih sayang; commitment tanggung jawab; involvement keterlibatan atau
partisipasi, dan believe kepercayaankeyakinan.
Universitas Sumatera Utara
20
Attachment atau kasih sayang adalah sumber kekuatan yang muncul dari hasil sosialisasi di dalam kelompok primernya, sehingga individu punya komitmen kuat
untuk patuh pada aturan. Commitment atau tanggung jawab yang kuat pada aturan dapat memberikan
kerangka kesadaran tentang masa depan. Misalnya, adanya kesadaran bahwa masa depannya akan suram apabila ia melakukan tindakan menyimpang.
Involvement, artinya dengan adanya kesadaran tersebut, maka individu akan terdorong berperilaku partisipatif dan terlibat di dalam ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan oleh masyarakat. Believe atau kepercayaan, kesetiaan, dan kepatuhan pada norma-norma sosial
atau aturan masyarakat pada akhirnya akan tertanam kuat pada diri seseorang dan itu berarti aturan sosial bagi setiap individu telah semakin kokoh. Setiadi, 2011:241-
243
2.5 Sosialisasi