Definisi Pelacuran Anak Jalanan

32

2.1.3 Pelacuran Anak Jalanan

2.1.3.1 Definisi Pelacuran Anak Jalanan

Fadhilah 1999: 11 dalam Saad dan Darwin 2004: 10, Bruine van Amstel mengatakan bahwa “......prostitutie merupakan penyerahan diri dari perempuan kepada laki-laki dengan pembayaran.” Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua Negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri, dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatannya Kartono, 2009: 208. Sukma 2003: 2 Pelacur anak jalanan merupakan anak jalanan berusia remaja yang masuk dalam kategori children of the street. Pelacur anak jalanan dapat disebut sebagai anak yang dilacurkan. Istilah merupakan terjemahan dari prostituted children, yang digunakan sebagai pengganti istilah pelacur anak atau child prostitutes. Penggunaan istilah ini diperkenalkan sejalan dengan berkembangnya kampanye internasional anti pelacuran anak dalam pariwisata Asia ECPAT yang dicanangkan tahun 1990. Istilah anak yang dilacurkan merujuk pada subjek—yakni anak-anak yang terlibat dalam prostitusi—dan sengaja dipilih untuk memberikan tekanan pada bobot yuridis dimana seorang anak, berbeda dari orang dewasa, harus dianggap tidak 33 punya kemampuan untuk memilih prostitusi sebagai profesi. Dengan demikian, istilah ini menegaskan posisi anak sebagai korban, bukan pelaku; sekaligus menegaskan bahwa tindakan menjerumuskan anak kedalam pelacuran merupakan suatu kejahatan. Sejauh tidak menunjuk kepada subjek, namun kepada situasinya, istilah pelacuran anak child prostitution tetap digunakan. Anak jalanan perempuan yang dilacurkan, dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan waktu dan kegiatannya, yaitu: anak yang sepenuhnya melakukan kegiatan-kegiatan prostitusi dan anak yang masih melakukan kegiatan –kegiatan lain di jalanan untuk mendapatkan uang yang kadang-kadang melakukan kegiatan prostitusi Shalahuddin, 2000: 31. Anak yang masih melakukan kegiatan-kegiatan lain di jalanan terkadang juga mengandalkan teman-teman sesama anak jalanan laki-laki atau ‘pacar-pacar mereka untuk mendapatkan uang dan perlindungan. Ketergantungan ini bukannya tanpa imbalan. Anak-anak perempuan ini pada suatu saat juga harus memberikan semacam imbalan yang oleh Atanasia Diansanti direktur LSM Indrianati- Yogyakarta disebut sebagai ‘counter prestasi. Dalam hal ini pelayanan seks. Sebagian besar dari anak-anak jalanan perempuan ini aktif atau paling tidak pernah melakukan hubungan seksual. Ketergantungan ini menyebabkan ketidakseimbangan posisi antara anak- anak perempuan itu dengan teman laki-laki atau pacar mereka. Ketidakseimbangan ini pada akhirnya memunculkan bentuk-bentuk kekerasan baik fisik, emosional, maupun seksual. Oleh karena itu, anak jalanan perempuan rentan dalam hal kesehatan reproduksi, kehamilan yang tidak dikehendaki, dan 34 kekerasan. Menurut pengamatan Dian, kerentanan dalam hal kesehatan reproduski ini digambarkan dengan jelas oleh banyaknya anak perempuan yang menderita penyakit menular seksual. Sehingga ada suatu kekhususan dari pelacuran anak jalanan ini yaitu mereka tidak selalu harus diberi uang. Mereka hanya mau melayani orang-orang yang mereka senangi dengan atau bahkan tanpa imbalan sama sekali. Mereka bisa berkencan dengan om-om, mahasiswa, atau sesama anak jalanan lain yang mereka senangi, dengan imbalan diajak jalan-jalan, makan di restoran, diskotik, atau berputar-putar kota naik mobil bagus Nurharjadmo, 1999: 33. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pelacuran anak jalanan merupakan suatu bentuk pelacuran yang dilakukan oleh anak jalanan perempuan dibawah usia 18 tahun dengan motif tidak selalu mencari uang tetapi lebih pada pencarian kesenangan dan perlindungan.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mendorong Pelacuran