153
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian mengenai dinamika kepribadian anak jalanan perempuan yang terlibat pelacuran ditinjau dari teori Alfred Adler studi kasus
pada anak jalanan perempuan di wilayah binaan Yayasan Setara Semarang tahun 2010, maka diperoleh kesimpulan bahwa kepribadian subjek cenderung tertutup
dan banyak melakukan kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior pada dirinya inferiority complex.
Perasaan inferior yang dialami subjek seperti perasaan tidak aman dan tidak berharga berasal dari situasi emosional keluarga yang ekstrim. Situasi
tersebut muncul karena ketidakseimbangan karakter bapak dan ibu. Dalam hal ini bapak yang temperamental dan ibu yang tidak berdaya menghadapi suaminya.
Sebenarnya subjek ingin mendekati bapaknya tetapi ia terlalu takut terhadap penerimaan bapaknya yang tidak seperti ia harapkan. Begitupula dengan ibu,
subjek ingin berbicara banyak dengan ibu tetapi kondisi fisik ibu yang lemah menyurutkan niatan subjek untuk dekat dengan ibunya, subjek takut hal ini justru
akan membuat ibu semakin sering sakit. Pola pengasuhan yang salah dengan penerapan hukuman punishment
yang berlebihan tanpa diserta dengan pemberian pengertian pada subjek mengenai alasan orangtua melakukan hal tersebut justru akan membuat subjek merasa
terkekang, salah persepsi terhadap tindakan orangtuanya sehingga menimbulkan
154
perasaan tidak berharga pada subjek. Selain itu pola pengabaian terhadap subjek akan membuat ia mencari keseimbangan afeksi dan pengakuan dari lingkungan di
luar keluarganya peer group sehingga dalam hal ini subjek memilih untuk turun ke jalanan. Hal ini diperkuat dengan pengaruh teman sepermainan subjek yang
berasal dari kalangan anak jalanan. Faktor-faktor penyebab subjek terlibat dalam pelacuran ada tiga yaitu
tingkat pendidikan yang rendah, permasalahan ekonomi dan pelecehan seksual. Pendidikan yang rendah mempengaruhi cara berpikir seseorang terhadap
pekerjaan yang dipilihnya, permasalahan ekonomi timbul karena bapak yang tidak bekerja saat itu sehingga beban jatuh pada ibu dan anak, sedangkan pelecehan
seksual yang dialami sejak kecil baik oleh bapaknya sendiri maupun selama berada di jalanan telah meruntuhkan pertahanan moral subjek yang kemudian
mengakibatkan timbulnya seksualitas yang terlalu dini tanpa adanya kemasakan psikis, hal ini mengakibatkan perilaku menyimpang dan tidak terkendali.
Pencapaian cita-cita subjek, sudah terdistorsi karena ketidakmatangan emosi, perasaan takut, cemas, ragu-ragu, tidak percaya diri, stess, dan tertekan
sehingga subjek tidak menganggap terlalu penting cita-citanya. Ia beranggapan bahwa masa depannya sangatlah suram.
Kompensasi dari perasaan inferioritas pada subjek sebagai bentuk perjuangan menuju superioritas ada dua yaitu kesenangan mengadu domba laki-
laki dan banyak melakukan hubungan seksual dengan banyak laki-laki sexual poligamously. Kesenangan mengadu domba laki-laki sebagai kompensasi dari
155
perasaan tidak berharga dan banyak melakukan hubungan seksual sebagai kompensasi dari inferiority complex.
Perjuangan menuju superioritas ini diwarnai oleh gaya hidup bebas yang diperlihatkan degan perilaku maladaptif seperti pecandu alkohol, rokok, obat-
obatan, berganti-ganti pasangan, perilaku kriminal, dan perilaku berbohong mythomania. Gaya hidup PT yang memperlihatkan perilaku berbohong
mythomania merupakan penggambaran diri kreatif creative power of the self untuk memperjuangkan tujuan hidupnya. Kebiasaan ini dilakukan PT untuk
membuat orang lain berempati pada dirinya sehingga dia dapat dengan mudah mendapatkan materi dan perlindungan.
Akhirnya gaya hidup yang maladaptif ini menimbulkan minat sosial yang rendah yang didukung oleh buruknya hubungan orang-tua anak, hubungan
emosional pacar yang ekstrim kadang sadis tapi kadang juga baik, dan tidak adanya afeksi kehangatan hubungan dengan teman atau orang lain. Minat sosial
yang rendah ini menimbulkan kenakalan remaja delinquency, bias agama dan berujung pada pelacuran.
5.2 Implikasi