Data 91 Tuturan yang dilakukan Agus dikatakan melanggar bidal kesetujuan karena
tuturan tersebut memaksimalkan ketidaksetujuan terhadap pihak lain Ratna. Pendapat yang disampaikan Ratna tersebut, ditanggapi dengan sikap kurang baik
karena Agus berusaha mengunggulkan anjingnya sendiri. Pemaksimalan ketidaksetujuan tampak pada tuturan, yakni Ia lebih cerdik. Tuturan yang
disampaikan Agus kepada Ratna sebenarnya mengandung maksud bahwa Agus menolak permintaan Ratna untuk mengakui si Kliwon lebih cerdik daripada
anjingnya si Belang.
4.1.2.6 Pelanggaran Bidal Kesimpatian
Pelanggaran bidal kesimpatian terjadi apabila tuturan yang dilakukan peserta tutur memaksimalkan sikap antipati antara diri sendiri dengan pihak lain
dan meminimalkan sikap simpati antara diri sediri dengan pihak lain. Orang yang bersikap antipati terhadap pihak lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak
lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Penggalan wacana drama komedi saduran yang berisi tuturan melanggar
prinsip kesantunan bidal kesimpatian sebagai berikut. 35 KONTEKS : AGUS MENGATA-NGATAI PAK RUKMANA DAN
BEGITU PULA SEBALIKNYA. TIBA-TIBA RATNA IKUT MENIMPALI PEMBICARAAN
MEREKA BERDUA. AGUS : Setiap orang mengetahui ..., ooo hatiku ..., bahwa
istrimu dulu suka memukuli kau. Ooo ... hatiku ... bahuku ... mataku ... aku pasti mati, ooooh ... ... ...
RUKMANA : Dan kau suka menggoda babu-babu tetanggamu.
AGUS : Ooo ... hatiku ... Pasti hancur, pundakku sudah linu.
Mengapa pundakku? Oh ... Aku pasti mati ... JATUH KE KURSI
RUKMANA : Aku pasti lemas susah bernapas, kurang hawa. RATNA
: Ia mati ... Ia mati ...
Data 88
Tuturan yang dilakukan oleh Ratna dikatakan melanggar bidal kesimpatian
karena berusaha memaksimalkan antipati pada pihak lain Agus. Hal ini karena Ratna merasa senang melihat Agus yang jatuh ke kursi dan akan mati. Sikap
antipati Ratna kepada Agus dianggap sebagai tindakan yang melanggar sopan santun karena ia sebagai tuan rumah tidak menghormati tamu Agus. Sikap
antipati tersebut tampak pada tuturan, yakni Ia mati ... Ia mati ... Tuturan yang melanggar bidal kesimpatian juga tampak pada penggalan
wacana drama komedi saduran sebagai berikut. 36 KONTEKS : NIK KASIHAN MELIHAT TUAN SVIET YANG
MENYESAL DI MASA TUANYA KARENA TELAH MEMILIH MENJADI PELAWAK.
SVIET : Ketika baru-baru aku naik ke pentas, semasih gairah remaja bergejolak, aku ingat seorang wanita yang jatuh
cinta karena aktingku. Dia sangat cantik, tinggi semampai, muda, suci, tak bercela, berseri-seri laksana
fajar musim panas. Semuanya dapat tembus menyinari kegelapan malam.
Kau mengerti? Dia dapat mencintai akting. Tetapi, buat mengawininya tidak Aku sedang berlakon pada suatu
ketika. Ya, aku ingat, aku berperan sebagai badut yang tolol. Setelah berlakon aku merasa mataku jadi terbuka
karena melihat apa yang pernah kuanggap pemujaan kepada seni begitu suci, sebenarnya adalah khayalan dan
impian kosong belaka. Bahwa aku adalah badut yang tolol dan menjadi permainan yang asing dan sia-sia.
NIK : Oh Tuan Kau kelihatan begitu pucat pasi. Kau dekati
aku dengan kematian. Ayolah, kasihani aku
Data 97
Tuturan yang dilakukan oleh Nik dikatakan melanggar bidal kesimpatian karena tuturan yang dilakukan Nik memaksimalkan antipati terhadap pihak lain
Sviet. Hal ini karena Nik menganggap Tuan Sviet sudah akan mati sebab wajahnrya terlihat pucat. Sekalipun sebenarnya tuturan tersebut mengandung
makna bahwa Nik sedih melihat Sviet akan mati karena ia akan kesepian tanpa Sviet. Perkataan Nik tersebut tampak pada tuturan, yakni Oh Tuan Kau kelihatan
begitu pucat pasi. Kau dekati aku dengan kematian. Ayolah, kasihani aku
4 .2 Faktor Penentu Kesantunan
Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor yang menentukan
santun tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu 1 faktor kebahasaan dan 2 faktor nonkebahasaan sebagai berikut.
4.2.1 Faktor Kebahasaan