50 KONTEKS : AGUS TIDAK SETUJU DENGAN PERKATAAN
RATNA YANG MENGANGGAP HARGA PENJUALAN ANJINGNYA YANG TERLALU
MAHAL. AGUS
: Entahlah, mungkin otot kakinya terkilir. Tapi, anjingku adalah yang terbaik. Lagi pula belum kusebutkan berapa
harga yang harus kubayar untuk dia. Tahukah kau bahwa aku membayar kepada Haji Soleh sebanyak dua ribu
rupiah untuk si Belang?
RATNA : Terlalu mahal, Agus Tubagus.
AGUS : Kukira jumlah yang murah sekali, Ratna. Ia anjing yang
lucu dan cerdas.
Data 78 Pada tuturan 48 yang disampaikan Agus kepada Ratna terasa cukup
santun dengan pemakaian tuturan yang berbeda dengan maksud penyampainnya. Maksud penyampaian yang sebenarnya, yakni Agus menganggap anjingnya yang
lucu dan cerdas tidak pantas mendapat harga yang murah akan tetapi di depan Ratna dia berusaha merendahkan hati. Tuturan yang berbeda dengan maksud
penyampaian tampak pada tuturan, yakni Kukira jumlah yang murah sekali, Ratna. Ia anjing yang lucu dan cerdas.
4.2.1.4 Pemakaian Tuturan Implisit
Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit. Tuturan secara implisit
merupakan bentuk dari pemakaian bahasa yang santun. Tuturan implisit adalah tuturan yang tidak dinyatakan secara jelas atau terang-terangan yang menjadikan
maksud tuturan tersebut menjadi tersirat.
51 KONTEKS : RATNA TIDAK MEMPERCAYAI PERKATAAN AGUS TERKAIT TANAH SARI GADING YANG DIAKUI
SEBAGAI MILIKNYA. RATNA
: Semua ucapanmu sama sekali tidak benar. Ayah Kakekku dan kakkekku, keduanya menganggap bahwa tanah mereka
memanjang sampai Rawa Pening. Jadi Lapangan “Sari Gading“ adalah milik kami. Ooo ... aku tidak mengerti apa
yang menjadi persoalan. Ini merusak suasana Agus Tubagus.
AGUS : Akan kutunjukkan dokumen-dokumennya Ratna Rukmana ...
RATNA : Kau akan melucu atau akan menggoda saya? Itu tidak lucu
sama sekali. Kami memiliki tanah itu hampir tiga abad, dan tiba-tiba kudengar tanah itu bukan milikku. Maaf, Agus
Tubagus Jayasasmita. Saya terpaksa tidak mempercayai ucapan-ucapanmu itu. Saya tidak tergila-gila pada tanah
lapangan itu. Besarnya tidak lebih dari empat puluh bahu dan harganya paling tinggi tiga ratus ribu rupiah. Tetapi
saya terpaksa memprotes karena ketidak adilan
. AGUS
: Saya mohon agar kau suka mendengarkan aku. Petani-petani Kakek Ayahmu seperti kukatakan tadi membuat batu bata
untuk Nenek-Bibiku. Dan karena Nenek-Bibiku ingin membalas kebaikan ini ...
Data 60 Pada tuturan 49 yang dilakukan Ratna secara implisit berupa sindiran dan
kritikan kepada Agus yang keras kepala mengakui tanah Sari Gading sebagai milik keluarganya namun tuturan tersebut terasa santun karena disampaikan
dengan bahasa yang tidak terlalu lugas. Hal ini tampak pada tuturan, yakni Maaf, Agus Tubagus Jayasasmita. Saya terpaksa tidak mempercayai ucapan-
ucapanmu itu. Saya tidak tergila-gila pada tanah lapangan itu. Besarnya tidak lebih dari empat puluh bahu dan harganya paling tinggi tiga ratus ribu rupiah.
Tetapi saya terpaksa memprotes karena ketidak adilan. Adanya penggunaan kata “maaf” membuat tuturan Ratna terasa santun karena ia tidak langsung serta
merta berbicara kasar.
Penggunaan tuturan implisit juga tampak pada penggalan wacana drama komedi sebagai berikut.
52 KONTEKS : BILAL MENAGIH HUTANG KEPADA NYONYA
MARTOPO SAMBIL MENGELUH KARENA SETIAP ORANG YANG DITAGIHNYA TAK ADA YANG
MAU MEMBAYAR. BILAL
: Jadi nyonya tak bisa bayar.
NYONYA : Tak bisa BILAL
: Hmm, itukah kata nyonya yang terakhir?
NYONYA : Yang terakhir. BILAL : Sungguh-sungguh.
NYONYA : Sungguh-sungguh. BILAL :
Seandainya ada saja yang membayar hutangnya kan lumayan juga Tapi tidak Saya telah berusaha keras.
Data 5 Pada tuturan 50 secara implisit mengandung makna bahwa Bilal marah
dan kecewa kepada Nyonya Martopo karena tidak bisa membayar hutang, tetapi Bilal tidak menampakkan dan lebih menyalahkan dirinya sendiri. Tuturan Bilal
tersebut terasa santun karena rasa marahnya tidak ditampakkan di hadapan Nyonya Martopo akan tetapi ia berusaha untuk memendamnya.
4.2.2 Faktor Nonkebahasaan