2.2.4.3 Jenis-jenis Drama
Drama di Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari jenis drama tradisional, drama klasik, drama transisi, dan drama modern. Selain
itu, drama dibagi menjadi beberapa jenis. Pembagian jenis drama tersebut berdasarkan tiga kriteria, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sarana
pertunjukan, dan berdasarkan keberadaan naskah.
1 Jenis Drama Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah
Berdasarkan ada atau tidaknya naskah, drama dibagi menjadi dua jenis yaitu drama baru dan drama lama sebagai berikut.
a. Drama Baru Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia
sehari-hari. Seiring berkembangnya zaman, kesenian drama semakin berkembang sehingga muncul berbagai jenis drama modern. Drama modern mampu
mengalahkan keberadaan drama tradisional karena struktur dan unsur drama modern lebih lengkap dari drama tradisional. Penyajian drama modern lebih
terarah dengan menampilkan tujuan yang lebih jelas. Selain itu, unsur pembangun pementasan sangat diperhatikan.
Unsur pembangun pementasan drama meliputi naskah, pemain, sutradara, make up, kostum, dekor atau tata panggung, lighting, dan tata musik. Naskah yang
berisi dialog dan perbuatan para pemain merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Sebelum mengadakan pementasan, pemain wajib menghapalkan
dialog dan melakukan berbagai latihan gerak dan ekspresi seperti yang tertulis
dalam naskah. Dialog yang sudah dihapalkan, kemudian dipraktikkan dengan disertai gerak-gerik atau akting. Tidak jarang sebelum pementasan, para pemain
diharuskan berlatih berulang-ulang hingga benar-benar hingga dapat memerankan karakter tokoh yang dimainkan dengan penuh penjiwaan.
b. Drama Lama Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar
biasa, dan lain sebagainya. Drama klasik juga merupakan drama pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi
banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
1. Zaman Yunani
Asal mula drama adalah Kultus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada dewa Domba atau Lembu. Sebelum
pementasan drama dilakukan upacara korban domba kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut “tragedi”.
Dalam perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang itu, berubah menjadi manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan
kesuburan. Kemudian tragedi mendapat makna lain, yaitu perjuangan manusia melawan nasib. Komedi sebagai lawan kata dari tragedi, pada zaman Yunani
Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Bentuk tragedi klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut.
1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2. Lamanya lakon lebih kurang satu jam. 3. Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperanan berupa nyanyian
rakyat atau pujian. 4. Tujuan pementasan sebagai katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa
takut. 5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi koor stasima.
6. Menggunakan prolog yang cukup panjang. Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di
ketinggian. Dikelilingi oleh tempat duduk penonton yang melingkari bukit, tempat pentas berada di tengah-tengah. Drama Yunani merupakan ekspresi religius dalam
upacara yang bersifat religius pula. Bentuk Komedi, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Komedi tidak mengikuti satire individual maupun satire politis. 2. Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol.
3. Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta, yaitu pengejaran gadis oleh pria yang cintanya ditolak orang tua atau family sang gadis.
4. Tidak digunakan stock characters, yang biasanya memberikan kejutan.
5. Lakon menunjukkan ciri kebijaksanaan, karena pengarangnya melarat dan menderita; tetapi kadang-kadang juga berisi sindiran dan sikap
yang pasrah.
2. Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu: Plutus, Terence atau Publius Terence Afer, dan Lucius Seneca. Teater Romawi mengambil alih gaya
teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, lama-kelamaan bersifat mencari uang. Bentuk pentas lebih megah dari zaman Yunani.
Setelah tahun 200 SM semua kegiatan kesenian dan perkembangan drama beralih dari Yunani ke Roma. Mula-mula, drama Romawi bersifat religius.
Namun, pada perkembangannya, drama ini bersifat show-business Harymawan, 1988:81. Menurut beberapa pakar, kualitas drama-drama Romawi menjadi
penting dalam sejarah karena pengaruhnya sangat kuat pada zaman Renaissance. Banyak penulis Renaissance yang mempelajaridrama-drama Yunani lewat
saduran-saduran Romawinya, misalnya William Shakespeare Sumardjo, 1993: 16.
Pada perkembangan berikutnya, drama-drama Romawi bukan lagi merupakan bagian dari pementasan religi. Pementasan ini akhirnya hanya menjadi
media hiburan karena kadang-kadang dalam pementasan diselipi pula pertunjukan sulap.
2 Drama Berdasarkan Penyajian Lakon
Berdasarkan segi penceritaan lakon drama terdiri atas drama tragedi, drama komedi, drama tragedikomedi, melodrama, farce Dagelan, opera, tablo,
sendratari.
a. Drama Duka Tragedy