Dampak Kebijakan TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

negara. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia antara lain dengan menerapkan kebijakan Bebas Visa Kunjungan Singkat BVKS terhadap 145 negara sejak tahun 1991. Namun kebijakan ini pada tahun 2002 diubah menjadi Visa on Arrrival VOA terhadap negara yang telah diberikan BVKS namun negara tersebut sebaliknya tidak memberikan bebas visa terhadap warga negara Indonesia yang ingin mengunjungi negara tersebut. Dengan menganut asas resiprokal, negara anggota ASEAN masih tetap mendapatkan BVKS saat warganegaranya mengunjungi Indonesia. Kebijakan negara asal wisatawan mancanegara juga bisa mempengaruhi jumlah kunjungannya ke Indonesia, seperti adanya travel warning dari negara Australia pasca terjadinya bom Bali pada tahun 2002. Secara lebih rinci dampak kebijakan ini akan dijelaskan dalam sub-sub bab 2.3.1. Guna meningkatkan pendapatan negara dan menghambat mengalirnya devisa dari Indonesia ke luar negeri maka pemerintah membebankan biaya fiskal terhadap penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun akhir-akhir ini kebijakan tersebut menuai protes dari beberapa negara anggota ASEAN karena penduduk Indonesia yang ingin mengunjungi negara ASEAN mengurungkan maksud untuk pergi ke luar negeri karena harus mebayar biaya fiskal. Secara lebih rinci dampak kebijakan ini akan dijelaskan dalam sub- sub bab 2.3.2.

2.3.1. Dampak Travel Warning

Pada tahun 2002, saat terjadi bom Bali, beberapa negara menerapkan kebijakan travel warning terhadap penduduknya yang akan berkunjung ke Indonesia. Isu terorisme menjadi alasan kuat bagi negara tersebut memperingatkan penduduknya untuk sementara tidak mengunjungi Indonesia kecuali untuk keperluan yang mendesak. Bahkan pada tingkat tertentu negara asal wisman akan menerapkan travel banned, yaitu melarang sama sekali penduduknya untuk mengunjungi Indonesia. Dampak dari kebijakan negara asal wisatawan ini dapat dijelaskan dalam Gambar 5. Dalam perekonomian jangka pendek, menurut Keynes bahwa incomeoutput dalam suatu perekonomian ditentukan oleh Pengeluaran Rumahtangga C, Perusahaan I, Pemerintah G, dan Luar Negeri NX yang selanjutnya disebut sebagai Planned Expenditure PE Mankiw, 2000. Secara matematis dapat ditulis: e NX G r I T Y C PE      dimana Konsumsi Rumahtangga C merupakan bagian dari Pendapatan Y setelah dikurangi Pajak T, Investasi I merupakan fungsi dari tingkat Suku Bunga Dunia r serta Ekspor dan Impor Barang maupun Jasa NX merupakan fungsi dari nilai tukar mata uang yang dicerminkan oleh Daya Saing e. Pariwisata internasional dalam model ini menjadi bagian dari net ekspor sehingga persamaan Planned Expenditure dapat ditulis: ] [ e NX e NX G r I T Y C PE P NP       dimanaNX NP adalah net ekspor barang dan jasa selain pariwisata dan NP P adalah net ekspor pariwisata atau neraca pariwisata tourism balance. Naik turunnya neraca perjalanan tidak hanya dipengaruhi oleh daya saing, namun masih ada faktor lain yang mungkin lebih dominan jika dibandingkan dengan naik turunnya nilai mata uang suatu negara karena kegiatan pariwisata menyangkut lalu lintas manusia antar negara. Faktor tersebut antara lain adanya kebijakan travel warning yaitu kebijakan pemerintah asal negara wisman yang menghimbau rakyat negara tersebut untuk berhati-hati apabila ingin mengunjungi negara lain. Alasan suatu negara menerapkan travel warning terhadap negara yang akan dikunjungi pada umumnya karena faktor keamaan. Sumber: Mankiw, 2000 dimodifikasi Gambar 5. Dampak Travel Warning Kebijakan negara lain memberikan travel warning terhadap penduduknya untuk pergi ke Indonesia setelah terjadinya bom Bali akan A B NX 1 NX 2 NX 2 NX 1 NX LM 1 LM 2 IS 1 IS 1 Y 1 Y 2 Y e 1 e 2 e 2 e 1 e e O O S-I Travel warning mengurangi jumlah kunjungan wisman sehingga tourism balance akan menurun dan net ekspor akan menurun dari NX 1 ke NX 2 ,cateris paribus. Penurunan ini akan menggeser kurva IS-LM ke kiri, yaitu dari IS 1 ke IS 2 dan LM 1 ke LM 2 sehingga keseimbangan kurva IS-LM bergerak dari titik A ke titik B seperti terlihat dalam Gambar 5. Akibatnya output nasional juga menurun dari Y 1 ke Y 2 . Dengan menurunnya net ekspor, supply mata uang US menurun yang akan melemahkan nilai mata uang Rupiah terhadap US dan giliran berikutnya daya saing akan kembali meningkat dari e 2 ke e 1 sehingga kunjungan wisman ke Indonesia bisa meningkat kembali di mana peningkatan ini berasal dari negara yang tidak menerapkan kebijakan travel warning. Net ekspor akan kembali meningkat ke arah posisi semula yaitu dari NX 2 ke NX 1 . Peningkatan net ekspor ini apakah akan kembali kepada posisi semula seperti sebelum adanya travel warning , atau lebih rendah, atau bahkan lebih tinggi tergantung dari faktor lain yang mempengaruhinya, seperti adanya peningkatan pendapatan dari negara asal wisatawan.

2.3.2. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter

Dalam perekonomian terbuka terjadi arus barang dan jasa dari dan ke luar negeri, sehingga persamaan planned expenditure menjadi PE = C Y – T + I r + G + [NX P e + NX NP e], dimana investasi merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dunia r W ,wisatawan mancanegara dan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri serta ekspor dan impor barang maupun jasa merupakan fungsi dari nilai tukar mata uang yang dicerminkan oleh daya saing e. Keseimbangan awal terjadi pada titik A dengan output Y 1 dan daya saing e 1 , seperti terlihat dalam Gambar 6. Sumber: Mankiw, 2000 dimodifikasi Gambar 6. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Output Dampak kebijakan fiscal oleh pemerintah pada awalnya akan meningkatkan output dari Y 1 ke Y 2 dan menggeser kurva LM dari LM 1 ke LM 2 . Namun dampak kebijakan fiscal ini juga akan meningkatkan tingkat suku bunga domestik r D sehingga tingkat suku bunga dalam negeri lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga dunia, atau r D r W . Tingginya suku r 1 r 2 r 3 r 4 r MP MP 1 MP 2 L 1 r 1 , Y 1 L 2 r 4 , Y 3 MS 1 MS 2 A B Y 1 Y 3 Y 2 Y Y 1 Y 3 Y 2 Y LM 1 LM 2 IS 1 IS 3 IS 2 A B C r 2 r 1 r 4 r 3 r e 1 e 3 e 2 A B C D Y 3 Y 2 Y 1 Y IS 1 IS 2 LM 1 LM 2 LM 3 PE 1 = C 1 Y 1 -T + I 1 r + G 1 + NX e 1 Close Economy Open Economy PE 2 = C 1 Y 1 -T + I 1 r + G 2 + NX e 2 PE 3 = C 1 Y 1 -T + I 1 r 4 +G 2 + NX e 2 AE=PE AE,PE e bunga domestik akan mengakibatkan investasi masuk dari luar negeri ke dalam negeri capital inflow yang akan meningkatkan supply mata uang dolar di dalam negeri. Dalam kasus negara Indonesia peningkatan supply mata uang US di dalam negeri akan mengakibatkan mata uang rupiah menjadi menguat, sehingga daya saing pariwisata dan produk ekspor kita menjadi menurun dari e 1 ke e 2 5 . Penurunan ini akan menggeser kurva LM ke kiri dari LM 2 kembali ke LM 1 , sehingga tidak akan merubah output tetap pada Y 1 yang akhirnya akan menggeser kurva IS ke kanan dari IS 1 ke IS 2 dan equlibrium terjadi pada titik C. Ekspansi moneter oleh Bank Sentral akan menurunkan tingkat suku bunga yang selanjutnya akan meningkatkan investasi. Penurunan suku bunga domestik menyebabkan tingkat suku bunga domestik r D lebih kecil dibandingkan dengan tingkat suku bunga dunia r W , sehingga terjadi capital outflow , mata uang US mengalir ke luar negeri. Dalam kasus Indonesia, dengan bertambahnya supply mata uang Rupiah karena adanya kebijakan dari Bank Indonesia dan berkurangnya mata uang US akan melemahkan nilai mata uang Rupiah terhadap US yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing pariwisata dan produk ekspor Indonesia. Pariwisata dan ekspor serta output meningkat akan menggeser kurva LM ke kanan dari LM 1 ke LM 3 serta equilibrium terjadi pada titik D dengan daya saing pada level e 3 . Peningkatan output pada negara open economy Y 3 ini akan lebih besar jika dibadingkan dengan negara closed economy Y 2 , karena melemahnya nilai mata uang Rupiah tidak hanya dipicu oleh meningkatnya supply mata uang rupiah tetapi juga burkurangnya supply mata uang US karena adanya capital outflow. 5 Daya saing saing menurun namun dalam grafik ini dicerminkan meningkat dari e 1 ke e 2 karena e adalah US per Rupiah, bukan sebaliknya.

2.3.3. Dampak Biaya Fiskal

Semakin meningkatnya perdagangan internasional antarnegara, semakin hati-hati suatu negara menerapkan kebijakannya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Salah satu kebijakan dalam perdagangan internasional adalah kebijakan penerapan tarif terhadap barang impor. Tujuan dari pada penerapan tarif ini adalah melindungi produsen dalam negeri serta meningkatkan pendapatan pemerintah. Tujuan yang sama juga diterapkan terhadap penduduk Indonesia yang ingin melakukan perjalanan ke luar negeri yaitu melalui kebijakan biaya fiskal. Sumber: Hady, 1998 Gambar 7. Dampak Biaya Fiskal Dalam analisis parsial untuk negara kecil 6 , seperti Indonesia, dampak biaya fiskal bagi penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri outbound dapat dijelaskan dalam Gambar 7. 6 Dalam definisi ini Indonesia termasuk sebagai negara kecil karena jumlah kunjungan wismannya masih lebih kecil dibanding dengan beberapa negara anggota ASEAN. Demikian juga penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga masih lebih rendah dibanding beberapa negara anggota ASEAN. Q 1 Q 3 Q Q 4 Q 2 P 1 P 2 P E E 1 =Proteksi fiskal E 2 = Free trade a b c d e f D S S 1 Quantity Harga O Pada saat lalu lintas manusia antar negara tidak ada autarki maka pariwisata yang terjadi hanyalah wisatawan domestik. Penduduk suatu negara tidak ada yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan tidak ada penduduk luar negeri yang melakukan perjalanan ke negara tersebut. Tingkat harga jasa pariwisata yang dicerminkan oleh rata-rata pengeluaran mereka selama melakukan perjalanan di dalam negeri sebagai wisatawan domestik adalah sebesar P dengan jumlah wisatawan domestik sebanyak OQ . Setelah batas wilayah negara dibuka di mana penduduk Indonesia bisa melakukan perjalanan dengan bebas ke luar negeri dan penduduk luar negeri bisa berkunjung ke Indonesia maka yang terjadi adalah harga pariwisata turun dari P ke P 1 dan konsumsi jasa pariwisata oleh penduduk Indonesia meningkat menjadi OQ 2 dimana OQ 1 adalah konsumsi oleh wisatawan domestik dan sisanya Q 1 Q 2 adalah konsumsi outbound impor. Karena konsumsi pariwisata dalam negeri menjadi turun dengan adanya penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri maka bisa berakibat pariwisata dalam negeri menjadi terpuruk dan pengangguran bisa meningkat, sehingga pemerintah memberikan proteksi produk pariwisata dengan membebani biaya fiskal bagi penduduk Indonesia yang ingin melakukan perjalanan ke luar negeri, selain biaya fiskal ini akan menjadi bagian dari penerimaan pemerintah. Akibatnya harga jasa pariwisata di luar negeri meningkat dari P 1 ke P 2 , konsumsi turun dari OQ 2 ke OQ 4 , dan konsumsi wisatawan domestik meningkat dari OQ 1 ke OQ 3 , sementara konsumsi outbound di luar negeri sebesar Q 3 Q 4 . Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa:

1. Penerimaan pemerintah melalui biaya fiskal adalah segi empat abde

2. Redistribusi income atau subsidi dari konsumen kepada produsen sebesar trapezium P 1 P 2 af 3. Biaya proteksi sebesar segitiga aef ditambah segitiga bcd 4. Konsumsi penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri turun dari Q 1 Q 2 menjadi Q 3 Q 4 .

2.3.4. Dampak Nilai Tukar Rupiah

Ketika terjadi dipresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika maka harga barang dan jasa di Indonesia menjadi murah bagi penduduk luar Indonesia. Sebaliknya harga barang luar negeri menjadi mahal bagi penduduk Indonesia. Dengan kondisi ini barang ekspor menjadi lebih murah sementara barang impor menjadi lebih mahal sehingga surplus neraca perdagangan akan meningkat. Ketika Indonesia masih mengikuti kebijakan fixed exchange rate maka dipresiasi mata uang rupiah merupakan salah satu instrumen alternatif kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor guna menutupi defisit neraca berjalan. Saat ini kebijakan nilai tukar mata uang rupiah mengikuti rejim floating exchange rate di mana besar kecilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika tergantung dari penawaran dan permintaan mata uang US. Dengan semakin kondusifnya dunia usaha di Indonesia semakin banyak investor asing berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga mata uang US yang mengalir ke Indonesia semakian banyak melalui capital inflow. Oleh karena itu nilai mata uang rupiah semakin menguat terhadap mata uang US. Di satu sisi penguatan mata uang rupiah ini akan meningkatkan daya beli penduduk Indonesia terhadap produk impor. Demikian juga dengan industri yang masih banyak memerlukan bahan baku impor diuntungkan dengan apresiasi nilai mata uang rupiah ini. Di sisi lain produk barang ekspor menjadi kurang kompetitif. Hal yang sama juga terjadi pada barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai rupiah menguat akan mendorong penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri karena daya beli penduduk Indonesia terhadap produk luar negeri menjadi meningkat akibat penguatan nilai mata uang rupiah terhadap US. Selain itu kebijakan bebas fiskal bagi penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri juga ikut memicu peningkatan ini. Uang yang mereka belanjakan juga akan semakin meningkat sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri juga akan meningkat. Sementara harga barang dan jasa pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisatawan mancanegara yang bisa mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya selama di Indonesia sehingga devisa yang dibawa wisman ke Indonesia akan mengalami penurunan. Dengan kejadian ini jumlah wisman yang cenderung menurun dan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri yang cenderung meningkat akan mengurangi surplus neraca pariwisata. Jika hal ini terus dibiarkan maka neraca pariwisata yang selama ini mengalami surplus suatu saat akan terjadi defisit. Secara grafik dampak penguatan nilai rupiah terhadap US sebagai akibat dari skenario kebijakan dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada panel A menunjukkan dampak kebijakan ekspansi fiskal yang terjadi di Indonesia misalnya dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan tingkat pajak sehingga akan mengurangi tabungan nasional yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva S-I ke kiri dari S 1 -I ke S 2 -I. Selisih antara tabungan nasional dengan investasi S-I akan sama dengan net ekspor NX=X- M. Ketika tabungan nasional menurun maka investasi dari luar negeri diperlukan sehingga supply mata uang US akan meningkat yang pada giliran berikutnya akan menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap US. Akibatnya harga pariwisata Indonesia menjadi kurang kompetitif sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi lebih murah bagi penduduk Indonesia.Perbedaan harga pariwisata Indonesia dan luar negeri ini mendorong peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dan mengurangi minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia sehingga neraca pariwisata Indonesia menurun dari NXp 1 ke NXp 2 . NXp Ɛ Ɛ 1 Ɛ 2 S 1 -I S 2 -I NXp 2 NXp 1 Net ekspor, NXp Nilai tukar USRp A B Net ekspor, NXp NXp 1 NXp 2 Ɛ 2 Ɛ 1 Nilai tukar USRp S-Ir 1 S-Ir 2 NXp Ɛ A B NXp 1 NXp 2 NXp Ɛ Net ekspor, NXp Ɛ 1 Ɛ 2 B A S-I 2 S-I 1 Nilai tukar USRp Nilai tukar USRp S-I Ɛ 1 Ɛ 2 NXp 1 =NXp 2 Net ekspor, NXp NXp Ɛ 1 NXp Ɛ 2 A B A B C D Sumber: Mankiw 2000 dimodifikasi Gambar 8. Dampak Kebijakan terhadap Nilai Tukar Rupiah dan Neraca Pariwisata Pada panel B menunjukkan dampak kebijakan ekspansi fiskal yang terjadi di luar negeri sehingga tabungan di tingkat dunia berkurang yang akan mengakibatkan suku bunga dunia meningkat dari r 1 ke r 2 . Suku bunga luar negeri yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga domestik akan terjadi capital outflow sehingga supply mata uang US berkurang dan nilai rupiah melemah. Pelemahan mata uang rupiah ini akan menyebabkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih murah dan harga pariwisata luar negeri menjadi lebih mahal. Selanjutnya devisa yang masuk ke Indonesia melalui wisman akan meningkat sementara devisa Indonesia yang mengalir ke luar negeri akan menurun. Akibat dari kebijakan ini akan meningkatkan neraca pariwisata Indonesia, NXp bergeser ke kanan dari NXp 1 ke NXp 2 . Pada panel C menunjukkan peningkatan permintaan investasi di dalam negeri yang melebihi tabungan nasional sehingga akan terjadi capital inflow. Masuknya mata uang US ke Indonesia akan menguatkan nilai rupiah terhadap US. Penguatan mata uang rupiah ini akan mengurangi daya saing pariwisata Indonesia. Harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih mahal, sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi relatif lebih murah dilihat dari sisi penduduk Indonesia sehingga neraca pariwisata menurun dari NXp 1 ke NXp 2 . Hal ini bisa terjadi ketika suku bunga dalam negeri lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga luar negeri. Pada panel D menunjukkan ketika terjadi larangan travel warning beberapa negara asal wisatawan untuk mengunjungi Indonesia terkait dengan keamanan di Indonesia sehingga neraca pariwisata Indonesia menjadi berkurang yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva NXp 1 ke NXp 2 . Dengan berkurangnya kunjungan wisman ke Indonesia maka jumlah dolar yang masuk ke Indonesia juga akan berkurang yang mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Hal ini bisa menyebabkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisman yang bisa menarik minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia, terutama bagi negara yang tidak menerapkan travel warning terhadap Indonesia. Sehingga neraca pariwisata akan meningkat kembali dari NXp 2 ke NXp 1 .

III. METODOLOGI 3.1.

Kerangka Pikir Menurut Chase et al. 2003, metode yang paling banyak digunakan dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata adalah model multiplier. Tiga model yang paling sering digunakan adalah model keseimbangan umum computable general equilibrium, model input-output, dan model Keynesian yang menggunakan model ekonometrika. Dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu: 1 model ekonometrika, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah wisatawan mancanegara inbound maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri outbound, dan 2 analisis model input- output, untuk mengetahui dampak ekonomi pariwisata internasional terhadap perekonomian Indonesia secara sektoral berdasarkan hasil simulasi model ekonometrika. Wisatawan internasional terdiri dari inbound dan outbound. Berdasarkan jumlah orang dan rata-rata pengeluarannya, masing-masing inbound dan outbound disusun model persamaan ekonometrikanya. Simulasi model ekonometrika dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan variabel endogen terhadap kunjungan wisman maupun pengeluarannya . Dari hasil simulasi akan dianalisis dampaknya dalam neraca pariwisata tourism balance dan dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri dengan menggunakan analisis tabel input-output. Komponen untuk menganalisis dampak perekonomian di dalam negeri terdiri dari devisa yang masuk ke Indonesia yang dibawa oleh wisatawan mancanegara sebagai permintaan akhir final demand dalam struktur model input-output, sementara untuk pengeluaran penduduk Indonesia selama mereka berada di luar negeri dan pengeluaran haji akan digunakan untuk analisis neraca pariwisata. Kerangka pikir penelitian ini seperti terlihat dalam Gambar 8. Gambar 9. Kerangka Pikir Wisatawan Domestik Wisatawan Indonesia Wisatawan Mancanegara Nasional Internal Pengeluaran Pengeluaran di Indonesia Validasi Analisis Input-Output Dampak Ekonomi Singapura Malaysia Jepang Australia USA UK Lainnya Internasional Haji Non Haji Jumlah Outbound Haji Non Haji Jumlah Inbound Singapura Malaysia Jepang Australia U S A U K Lainnya Simulasi Neraca Pariwisata Estimasi Model Ekonometrika Inbound Model Ekonometrika Outbound