pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisatawan mancanegara. Variabel harga pariwisata ini mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke
Indonesia maupun pengeluarannya. Karena pariwisata merupakan barang normal maka saat harga pariwisata menurun maka permintaan akan barang dan jasa
pariwisata meningkat, dalam hal ini jumlah kunjungan wisman meningkat.
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah 78 010
Upah dan gaji 24 808
Tenaga kerja 3 979
Pajak tak langsung
2 983 Inbound:
89 080
Output 156 776
Nilai Tambah 77 942
Upah dan gaji 24 804
Pajak tak langsung
2 978 Tenaga kerja
3 968 -0.10
-0.09 -0.02
-0.17 -0.27
GDP Indonesia Naik 6.5
Catatan: Nilai dalam
milyar rupiah kecuali
tenaga kerja dalam
ribuan orang
-0.07 Inbound:
Simulasi dasar 89 145.95
Gambar 25. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen
Namun pada saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen, devisa yang masuk ke Indonesia menurun 0.07 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan
jumlah wisman dari enam negara utama lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan wisman di luar enam negara utama. Harga pariwisata Indonesia
mempengaruhi wisman dari enam negara utama sementara wisman di luar enam negara utama tidak terpengaruh dengan harga pariwisata Indonesia tetapi
dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang US. Saat rupiah menguat terhadap mata uang US, harga pariwisata Indonesia menjadi mahal sehingga
wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun.
Kontribusi pariwisata dalam perekonomian dengan menurunnya devisa yang masuk ke Indonesia juga turun. Output dan nilai tambah yang diakibatkan
oleh permintaan wisatawan mancanegara menurun masing masing 0.10 persen dan 0.09 persen di mana penurunan outputnya lebih cepat dibandingkan dengan
penurunan nilai tambahnya. Ini mengindikasikan bahwa sumbangan pariwisata terhadap output nasional lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Penurunan tertinggi akibat pertumbuhan ekonomi ini terjadi pada penyerapan tenaga kerja yang turun 0.27
persen. Penurunan ini menjadikan sektor pariwisata internasional kurang pro job dalam rangka tripple track startegy yang dicanangkan oleh pemerintah ketika
GDP Indonesia meningkat 6.5 persen. Dampak karena pertumbuhan ekonomi ini pada komponen upah dan gaji
turun sebesar 0.02 persen yang merupakan penurunan terendah jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Ini artinya bahwa perubahan jumlah tenaga kerja yang
terserap karena aktivitas wisatawan mancanegara di Indonesia lebih sensitif jika dibandingkan dengan perubahan upah dan gajinya.
7.2.2.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin
Banyaknya uang yang beredar di masyarakat menentukan harga-harga barang yang ada di masyarakat. Semakin banyak uang yang beredar semakin
melambung harga-harga barang tersebut. Salah satu kebijakan untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan kebijakan kontraksi moneter melalui
peningkatan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan menekan laju inflasi yang ditunjukkan
dengan menurunnya indeks harga konsumen. Harga pariwisata Indonesia yang
digunakan dalam model persamaan simultan berbanding lurus dengan indeks harga konsumen. Semakin tinggi indeks harga konsumen Indonesia semakin
mahal harga pariwisata Indonesia, demikian juga sebaliknya semakin rendah indeks harga konsumen Indonesia semakin kompetitif pariwisata Indonesia di
mata wisatawan mancanegara.
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah 78 010
Upah dan gaji 24 808
Tenaga kerja 3 979
Pajak tak langsung
2 983 Inbound:
89 193
Output 156 955
Nilai Tambah 78 051
Upah dan gaji 24 815
Pajak tak langsung
2 983 Tenaga kerja
3 980 0.02
0.05 0.03
0.01 0.04
RINA Naik 25 bp
Catatan: Nilai dalam
milyar rupiah kecuali
tenaga kerja dalam
ribuan orang
0.05 Inbound:
Simulasi dasar 89 145.95
Gambar 26. Dampak Ekonomi Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Ketika suku bunga naik 25 basis poin jumlah devisa pariwisata yang
mengalir ke Indonesia meningkat 0.05 persen. Dampak ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi wisman selama berada di Indonesia juga mengalami peningkatan.
Peningkatan tenaga kerja yang terserap karena adanya permintaan barang dan jasa pariwisata oleh wisman di Indonesia sebesar 0.04 persen sementara peningkatan
upah gajinya sebesar 0.03 persen. Ini menunjukkan bahwa kebijakan kontraksi moneter bisa membantu kebijakan pemerintah dalam upaya menanggulangi
masalah pengangguran yang terus meningkat. Namun peningkatan tenaga kerja ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga
kerja yang telah ada sebelumnya di mana pertumbuhan tenaga kerjanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah gajinya.
Permintaan akan barang dan jasa pariwisata Indonesia oleh wisatawan mancanegara yang meningkat karena kebijakan kontraksi moneter berdampak
pada output nasional maupun nilai tambah bruto yang meningkat masing-masing 0.02 persen dan 0.05 persen. Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan output mengindikasikan bahwa kebijakan kontraksi moneter lebih berdampak pada penciptaan nilai tambah dalam perekonomian Indonesia
melalui devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara. Sementara dampak terkecil dari kebijakan kontraksi moneter ini terjadi pada komponen pajak tak
langsung yang hanya meningkat 0.01 persen.
7.2.2.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik
2 Persen dan
Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen
Ketika secara bersamaan terjadi peningkatan perekonomian dunia termasuk Indonesia akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia
sebesar 0.58 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di enam negara asal
wisman lebih dominan jika dibandingkan dengan dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi enam negara wisman akan
meningkatkan jumlah kunjungannya, di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman.