Pembelajaran Matematika Landasan Teori

17 Suyono dan Hariyanto 2013: 110 menjelaskan bahwa salah satu kunci pemikiran kognisi sosial dari Vygotsky adalah: perkembangan kognitif yang dihasilkan dari sebuah proses dialektika di mana seorang siswa belajar melalui pengalaman pemecahan masalah akan dipakainya untuk saling berbagi dengan orang lain, biasanya dengan orang tua atau guru tetapi kadang-kadang dengan teman sebayanya atau dengan anak-anak yang lebih kecil. Dalam penelitian ini teori belajar Vygotsky sangat mendukung dalam penggunaan model pembelajaran MMP dan Pairs Check karena model pembelajaran MMP dan Pairs Check menekankan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang. Melalui kelompok kecil ini siswa dapat berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar ide. Dengan demikian,siswa yang lebih pandai dapat memberikan masukan bagi temannya yang belum paham sehingga termotivasi untuk belajar.

2.1.2 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang sangat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut. Pembelajaran matematika di sekolah membantu siswa dalam mengembangkan cara yang khas dan sangat kuat menyelidi pola, urutan, keadaan umum, dan ketidaktentuan. The State of Queensland Department of Education, Training and 18 Employment 2010 menyatakan studying mathematics helps students to develop a unique and powerful way of investigating patterns, order, generality and uncertainty. Selain itu, pembelajaran matematika memiki peran penting dalam pengelolaan kesuksesan di sekolah dan masyarakat. Students need to develop mathematical understanding to manage successfully in school and society TIMSS, 2011. Suherman 2003: 68-69 menjelaskan sifat karakteristik pembelajaran matematika di sekolah adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang bertahap Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah ke konsep yang lebih sukar. b. Pembelajaran metematika mengikuti metode spiral Dalam setiap memperlakukan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral datar. c. Pembelajaran matematika menekankan berpikir deduktif Matematika adalah ilmu deduktif, matematika tersusun secara duduk aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif. Sebagai contoh dalam pengenalan fungsi, tidak diawali oleh definisi fungsi tetapi diawali dengan memberikan contoh-contoh relasi yang diantaranya ada merupakan fungsi. Sehingga dari 19 pengamatan terhadap contoh-contoh tersebut kelihatan bedanya antara relasi biasa dengan relasi yang khusus yang disebut fungsi. Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh tentang sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang diutarakan oleh Jerome S. Bruner dengan dalil pengkontrasan dan keanekaragamannya. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupkan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pertanyaan dianggap benar bila didasari atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap bahwa generalisasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersbut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari. BSNP 2006: 146 merumuskan tujuan umum pembelajaran matematika agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1 Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2 Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataanmatematika. 3 Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4 Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5 Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 20 Dalam penelitian ini, model pembelajaran MMP dan Pairs Check diharapkan mampu untuk mencapai salah satu tujuan umum pembelajaran matematika, yakni kemampuan pemecahan masalah.

2.1.3 Model Pembelajaran MMP Missouri Mathematics Project