RIL merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu.
Penelitian mengenai kehilangan cadangan akibat aktivitas pemanenan kayu perlu dilakukan untuk mengetahui besaran keterbukaan areal dan kehilangan
cadangan karbon yang terjadi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui keterbukaan areal yang terjadi akibat pemanenan kayu di IUPHHK ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu PT. Salaki Summa
Sejahtera. 2. Menentukan kehilangan cadangan karbon dari aktivitas pemanenan di
IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera. 3. Mengetahui hubungan antara intensitas pemanenan dengan keterbukaan
areal dan kehilangan cadangan karbon yang terjadi di IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan dalam merencanakan pemanenan kayu berdampak rendah agar dapat dilakukan
upaya mengurangi keterbukaan areal yang terjadi sehingga dapat mengurangi kehilangan cadangan karbon.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanenan Hutan
Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke
lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Dalam kegiatan pemanenan kayu khususnya hutan hujan tropika,
tahapan pemanenan terdiri dari tahapan perencanaan, pembukaan wilayah hutan PWH, penebangan, penyaradan, pengangkutan, dan penimbunan akhir Suparto
1979. Conway 1982 menyatakan pemanenan hutan adalah suatu rangkaian kegiatan mengeksploitasi hutan dan mengangkut kayu yang telah ditebang untuk
dilakukan pengolahan kayu. Komponen dari sistem pemanenan kayu yaitu perencanaan, penebangan, pembagian batang, pembuatan jalan, pengangkutan,
muat, bongkar, dan penimbunan.
2.2 Pembukaan Wilayah Hutan
PWH merupakan kegiatan pemamfaatan hutan yang menyediakan jaringan jalan, base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan
hutan, TPK tempat penimbunan kayu, TPn tempat pengumpulan kayu, dan lain-lain dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. PWH merupakan
persyaratan utama bagi kelancaran perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam pengelolaan hutan sehingga PWH merupakan bagian penting dalam
pengelolaan hutan lestari Elias 2008. Selanjutnya Elias 2008 menyatakan pembangunan prasarana PWH merupakan kegiatan investasi yang memerlukan
biaya paling tinggi dan berpotensi paling merusak lingkungan, maka diperlukan perencanaan jaringan jalan, pembuatan jalan dan pemeliharaan jalan yang tepat
agar dapat mengurangi biaya PWH dan biaya pengangkutan yang tinggi dan mencegah kerusakan lingkungan yang berat. Areal terbuka seperti jalan sarad,
TPn, areal bekas tebangan, dan areal tambang batu umumnya dapat tertutup kembali vegetasinya dalam waktu tidak terlalu lama 5 tahun. Keterbukaan
sementara ini dapat mencapai 35 Elias 2008.
Jaringan jalan hutan dibedakan berdasarkan daya dukungnya terhadap lalu lintas kayu terdiri dari jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, dan
jalan sarad Elias 2008. Jalan sarad digunakan untuk melayani pengangkutan kayu dari tunggak menuju TPn. Pembuatan jalan sarad dilakukan dengan
membersihkan vegetasi di atasnya dan tidak diperkeras sehingga hanya mampu dilalui oleh alat sarad seperti traktor sarad, sapi, skyline dan manusia.
Jackson et al. 2001 membedakan jalan sarad menjadi 4 klasifikasi berdasarkan jumlah kayu yang disarad yaitu :
1. Jalan sarad utama menyarad lebih dari 10 pohon. 2. Jalan sarad sekunder menyarad 2-10 pohon.
3. Jalan sarad tertier hanya 1 pohon yang disarad. 4. Jalan sarad lainnya hanya berisi pohon mati dan intensitas penyaradan
rendah dimana tidak ada pohon yang disarad TPn merupakan tempat penampungan kayu sementara yang terletak di tepi
jalan angkutan untuk melayani tahapan pengangkutan selanjutnya. Lokasi TPn harus cukup datar dan disesuaikan dengan banyaknya volume kayu yang
ditampung serta strategis sebagai muara jaringan jalan sarad untuk
mempermudah proses pengangkutan kayu dan kegiatan pemotongan dan pengulitan batang Elias 2008.
2.3 Sistem Silvikultur