Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu

3. Tutupan tajuk hutan yang terbuka akibat adanya pohon yang ditebang dan aktivitas penyaradan selama operasi pemanenan. Jackson et al. 2001 menyatakan teknik pemanenan sangat mempengaruhi besarnya keterbukaan areal yang terjadi. Oleh karena itu kerusakan yang terjadi akibat pemanenan kayu harus dikontrol agar tidak melebihi batas kelestarian hutan. Elias 2002b menyatakan keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan persatuan luas sangat tergantung intensitas penebangan. Semakin tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan areal. Luas keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan menyebabkan keterbukaan tanah rata-rata 347,50 m 2 pohon yang ditebang. Intensitas pemanenan yang dilakukan di Kalimantan berkisar antara 2-16 batangha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 22-37 Elias 2008. Penelitian Jackson et al. 2001 yang dilakukan di hutan tropis Bolivia menunjukkan keterbukaan areal sebesar 25 dari total areal penelitian seluas 852 ha. Intensitas tebangan di areal ini sebesar 4,35 pohonha. Areal yang terbuka diakibatkan oleh adanya jalan angkutan, jalan sarad, bangunan hutan, dan zona manuver kayu. Total pohon yang terkena dampak akibat adanya keterbukaan areal sebanyak 580 pohon. Hal ini terlihat dari Tabel 3 yang menunjukkan areal terbuka akibat pemanenan hutan. Tabel 2 Total areal ha dan persen keterbukaan areal selama operasi pemanenan di hutan tropis Bolivia Daerah terbuka Total areal terbuka ha Persen keterbukaan wilayah terhadap total areal dipanen Jalan utama 8,97 1,10 Jalan cabang 8,48 1,00 Jalan sarad 168,40 19,80 TPn 0,87 0,10 Zona manuver pohon 25,75 3,00 Total 212,47 25,00 Sumber : Jackson et al. 2001 Berdasarkan Tabel 2 diketahui total areal terbuka terbesar berasal dari pembukaan jalan sarad 19,8 dari luas areal terbuka. Besarnya luas areal yang terbuka diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan yang dilakukan dan kurangnya koordinasi antara operator tebang dan bagian perencanaan. Penelitian Feldspausch et al. 2005 di hutan tropis Amazon Selatan dengan intensitas tebangan di dua blok tebangan sebesar 2,6 pohonha dan 1,1 pohonha, keterbukaan areal yang terjadi akibat adanya pemanenan kayu sebesar 16,2 dan 9,8. Penelitian Wayana 2011 di Kalimantan Tengah dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohonha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 10,19 sedangkan penelitian Firma 2012 pada lokasi penelitian yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan bahwa intensitas pemanenan sebanyak 8,60 pohonha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 6,20.

2.5 Biomassa dan Emisi Karbon

Biomassa adalah massa dari bagian pohon yang masih hidup seperti tajuk, batang, dan akar Hairiah Rahayu 2007. Biomassa pohon terdiri dari 2 bagian yaitu biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah akar. Brown 1997 menyatakan bahwa jumlah karbon dalam hutan adalah 50 dari biomassa hutan. Inventarisasi gas rumah kaca mendefinisikan 5 cadangan karbon yang terdiri dari karbon di atas permukaan, karbon di bawah permukaan akar, serasah, kayu mati, dan karbon organik tanah IPCC 2006. Sutaryo 2009 menyatakan bahwa karbon masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk- produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Aktifitas pemanenan kayu dapat menyebabkan kehilangan biomassa hutan. Biomassa yang hilang berpotensi menjadi emisi karbon karena dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai. Sutaryo 2009 menyatakan perhitungan biomassa hutan dapat dilakukan melalui 4 metode yaitu sampling dengan pemanenan Destructive sampling, sampling tanpa pemanenan Non-destructive sampling, penginderaan jauh dan pembuatan model. Estimasi biomassa hutan secara tidak langsung dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan secara langsung dengan menggunakan persamaan alometrik dan persamaan tidak langsung dengan menggunakan persamaan BEF Biomass Expansion Factor. Emisi karbon terkait erat dengan intensitas tebangan Rusolono 2009. Rusolono 2009 menyatakan bahwa sumber dari emisi karbon akibat pemanenan dan degradasi hutan adalah: 1. Adanya Pembukaan Wilayah Hutan PWH berupa jalan angkutan, jalan sarad, TPn, dan bangunan hutan lainnya. 2. Fragmentasi hutan yaitu berupa kehilangan biomassa dari fragmentasi hutan dan dampak dari pemanenan. 3. Penebangan kayu berupa pohon rusak, banyaknya volume kayu yang dipanen, dan dekomposisi bahan organik. Kehilangan karbon yang terjadi di hutan tropis Amazon Selatan Feldpausch et al. 2005 disebabkan oleh pengambilan kayu komersial, kerusakan tegakan tinggal dan pembuatan prasarana PWH. Kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan di hutan tropis Amazon Selatan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan di hutan tropis Amazon selatan, Brazil ton Cha Sumber emisi karbon Blok 5 2003 Blok 18 2004 Rata-rata Kerusakan tegakan tinggal ≥10cm 4,4 1,9 3,2 Keterbukaan kanopi hutan 2,8 1,2 2,0 Jalan angkutan kayu 0,8 1,0 0,9 TPn 0,2 0,2 0,2 Jalan sarad 0,6 0,6 0,6 Pohon ditebang 2,1 3,7 2,9 Total 10,9 8,6 9,8 Sumber : Feldpausch et al. 2005 Sumber emisi karbon terbesar dihasilkan oleh kerusakan tegakan tinggal dengan rata-rata 3,2 ton Cha hilang dengan intensitas tebangan antara 1,1 – 2,6 pohonha. Penelitian Wayana 2011 di Kalimantan Tengah dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohonha menghasilkan emisi karbon akibat adanya penebangan dan penyaradan yang terjadi sebesar 34,53 ton Cha. Penelitian lain yang dilakukan Brown et al. 2004 di Republik Kongo dengan intensitas pemanenan 11 m 3 atau 0,5 pohonha menghasilkan emisi karbon sebesar 10,20 ton Cha. Penelitian Firma 2012 pada lokasi yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan intensitas pemanenan 8,60 pohonha menghasilkan emisi karbon sebesar 46,74 ton Cha.