Sistem Silvikultur Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu

Jaringan jalan hutan dibedakan berdasarkan daya dukungnya terhadap lalu lintas kayu terdiri dari jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, dan jalan sarad Elias 2008. Jalan sarad digunakan untuk melayani pengangkutan kayu dari tunggak menuju TPn. Pembuatan jalan sarad dilakukan dengan membersihkan vegetasi di atasnya dan tidak diperkeras sehingga hanya mampu dilalui oleh alat sarad seperti traktor sarad, sapi, skyline dan manusia. Jackson et al. 2001 membedakan jalan sarad menjadi 4 klasifikasi berdasarkan jumlah kayu yang disarad yaitu : 1. Jalan sarad utama menyarad lebih dari 10 pohon. 2. Jalan sarad sekunder menyarad 2-10 pohon. 3. Jalan sarad tertier hanya 1 pohon yang disarad. 4. Jalan sarad lainnya hanya berisi pohon mati dan intensitas penyaradan rendah dimana tidak ada pohon yang disarad TPn merupakan tempat penampungan kayu sementara yang terletak di tepi jalan angkutan untuk melayani tahapan pengangkutan selanjutnya. Lokasi TPn harus cukup datar dan disesuaikan dengan banyaknya volume kayu yang ditampung serta strategis sebagai muara jaringan jalan sarad untuk mempermudah proses pengangkutan kayu dan kegiatan pemotongan dan pengulitan batang Elias 2008.

2.3 Sistem Silvikultur

Sistem silvikultur adalah sistem pemanenan sesuai tempat tumbuh berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edafis dan tipe- tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari Dephut 2009a. Dephut 2009a menyatakan sistem silvikultur dipilih dan diterapkan berdasarkan umur tegakan dan sistem pemanenan hutan. Tegakan seumur hutan tanaman menggunakan sistem pemanenan tebang habis sedangkan tegakan tidak seumur hutan alam perawan atau hutan bekas tebangan menggunakan sistem pemanenan tebang pilih. Elias 2002a menyatakan bahwa sejak tahun 1972 sampai saat ini para pemegang ijin konsesi hutan alam telah menggunakan Sistem Tebang Pilih Indonesia TPI yang disempurnakan menjadi TPTI Tebang Pilih Tanam Indonesia pada tahun 1989 untuk mengelola areal konsesinya. Souza et al. 2005 menyatakan tipe hutan yang ditemui di lapangan berdasarkan sistem pemanenan tebang pilih dibedakan menjadi 5 kelas. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik kelas hutan berdasarkan keadaan lapangan Kelas hutan Deskripsi lapangan Hutan alami Hutan masak tebang dan tidak terganggu. Pemanenan tidak mekanis Pemanenan hutan tanpa menggunakan mesin. Traktor dan truk tidak digunakan. Jalan angkutan, jalan sarad dan TPn tidak dibangun. Pemanenan terencana Pemanenan dengan perencanaan dimana dilakukan ITSP inventarisasi tegakan sebelum pemanenan diikuti perencanaan jalan angkutan, jalan sarad, TPn dan rencana pemanenan untuk mengurangi dampak pemanenan. Pemanenan konvensional Pemanenan hutan tanpa perencanaan menggunakan traktor dan truk. TPn, jalan angkutan dan jalan sarad dibangun. Dipanen dan terbakar Salah satu tipe pemanenan seperti pemanenan tidak mekanis dan pemanenan konvensional yang digunakan namun sesudah itu rusak akibat kebakaran hutan. Sumber : Souza et al. 2005

2.4 Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu

Keterbukaan areal merupakan terbukanya permukaan tanah di suatu areal karena tercabutnya pohon-pohon dalam tegakan akibat aktivitas pemanenan hutan berupa penyaradan menggunakan traktor yang membuat lapisan tanah terkelupas dan pembersihan vegetasi di atasnya untuk dibuat jalan dan TPn Thaib 1996. Souza et al. 2005 menyatakan sistem pemanenan tebang pilih yang dilakukan di areal hutan dapat menghasilkan tiga tipe areal yaitu : 1. Areal hutan yang tidak terganggu operasi pemanenan hutan. Karena kondisi topografi yang sulit dan potensi kayu komersial yang rendah. 2. Areal hutan yang ditebang habis untuk keperluan jalan angkutan dan jalan sarad akibat manuver traktor sarad serta TPn untuk menampung kayu sementara. 3. Tutupan tajuk hutan yang terbuka akibat adanya pohon yang ditebang dan aktivitas penyaradan selama operasi pemanenan. Jackson et al. 2001 menyatakan teknik pemanenan sangat mempengaruhi besarnya keterbukaan areal yang terjadi. Oleh karena itu kerusakan yang terjadi akibat pemanenan kayu harus dikontrol agar tidak melebihi batas kelestarian hutan. Elias 2002b menyatakan keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan persatuan luas sangat tergantung intensitas penebangan. Semakin tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan areal. Luas keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan menyebabkan keterbukaan tanah rata-rata 347,50 m 2 pohon yang ditebang. Intensitas pemanenan yang dilakukan di Kalimantan berkisar antara 2-16 batangha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 22-37 Elias 2008. Penelitian Jackson et al. 2001 yang dilakukan di hutan tropis Bolivia menunjukkan keterbukaan areal sebesar 25 dari total areal penelitian seluas 852 ha. Intensitas tebangan di areal ini sebesar 4,35 pohonha. Areal yang terbuka diakibatkan oleh adanya jalan angkutan, jalan sarad, bangunan hutan, dan zona manuver kayu. Total pohon yang terkena dampak akibat adanya keterbukaan areal sebanyak 580 pohon. Hal ini terlihat dari Tabel 3 yang menunjukkan areal terbuka akibat pemanenan hutan. Tabel 2 Total areal ha dan persen keterbukaan areal selama operasi pemanenan di hutan tropis Bolivia Daerah terbuka Total areal terbuka ha Persen keterbukaan wilayah terhadap total areal dipanen Jalan utama 8,97 1,10 Jalan cabang 8,48 1,00 Jalan sarad 168,40 19,80 TPn 0,87 0,10 Zona manuver pohon 25,75 3,00 Total 212,47 25,00 Sumber : Jackson et al. 2001 Berdasarkan Tabel 2 diketahui total areal terbuka terbesar berasal dari pembukaan jalan sarad 19,8 dari luas areal terbuka. Besarnya luas areal yang terbuka diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan yang dilakukan dan kurangnya koordinasi antara operator tebang dan bagian perencanaan. Penelitian Feldspausch et al. 2005 di hutan tropis Amazon Selatan dengan intensitas tebangan di dua blok tebangan sebesar 2,6 pohonha dan 1,1 pohonha, keterbukaan areal yang terjadi akibat adanya pemanenan kayu sebesar 16,2 dan 9,8. Penelitian Wayana 2011 di Kalimantan Tengah dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohonha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 10,19 sedangkan penelitian Firma 2012 pada lokasi penelitian yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan bahwa intensitas pemanenan sebanyak 8,60 pohonha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 6,20.

2.5 Biomassa dan Emisi Karbon