Penyidik mencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka.

bersifat fakultatif, peran pengawasan yang diharapkan dari para penasihat hukum dalam pemeriksaan penyidikan, sangat terbatas, dan semata-mata sangat tergantung dari belas kasihan pejabat penyidik untuk memperbolehkan atau mengizinkannya. Bagaimana jika ternyata keterangan yang diberikan tersangka yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan adalah hasil pemerasan, tekanan, ancaman, atau paksaan? Keterangan yang diperoleh dengan cara seperti ini, “tidak sah”. Cara yang dapat ditempuh untuk menyatakan keterangan itu tidak sah, dengan jalan mengajukan ke Pra-peradilan atas alasan penyidik telah melakukan cara-cara pemeriksaan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, dalam arti pemeriksaan telah dilakukan dengan ancaman kekerasan atau penganiayaan dan sebagainya. Apabila Pra-peradilan mengabulkan, berarti telah membenarkan adanya cara-cara pemaksaan dalam pemeriksaan.

B. Penyidik mencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka.

Semua yang diterangkan tersangka tentang apa yang sebenarnya telah dilakukannya sehubungan dengan tindak pidana yang disangkakan kepadanya, dicatat oleh penyidik dengan seteliti-telitinya. a. Sesuai dengan rangkaian kata-kata yang dipergunakan tersangka. Pencatatan disesuaikan dengan kata-kata dan kalimat yang dipergunakan tersangka. Namun, kita berpendapat prinsip ini jangan terlampau kaku ditafsirkan. Penyidik boleh menyesuaikan dengan susunan kalimat yang lebih memenuhi kemudahan membacanya, asal isi dan maksud yang dikemukakan tersangka tidak diubah dan diperkosa. Memang kita menyadari latar belakang ketentuan yang disebut dalam Pasal 117 ayat 2, dimaksudkan agar catatan keterangan tersangka, jangan diselewengkan. Karena itu, catatan tersebut harus dibuat dengan teliti, Universitas Sumatera Utara sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan tersangka. Oleh karena itu, yang paling tepat dengan prinsip tersebut, penyidik tidak perlu menyusun kalimat dan kata-kata yang disesuaikan dengan kalimat yang lebih standar agar catatan itu tidak menimbulkan persoalan. Sebab apabila penyidik membuat penyesuaian, sekalipun isi dan maknanya tetap sama, bisa saja tersangka membantahnya. Tentu resiko yang demikian dari semula harus diperhitungkan kian oleh penyidik.

b. Keterangan tersangka sebagaimana yang dimaksudkan pada

ketentuan diatas: 1. dicatat dalam berita acara pemeriksaan oleh penyidik; 2. Setelah selesai, ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh membaca sendiri berita acara pemeriksaan kepada tersangka, apakah dia telah menyetujui isinya atau tidak. Kalau dia tidak setuju harus memberitahukan kepada penyidik bagaian yang tidak disetujui untuk diperbaiaki; 3. apabila tersangka telah menyetujui isi keterangan yang tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik masing-masing membubuhkan tanda tangan mereka dalam berita acara; 4. apabila tersangka tidak mau membubuhkan tanda tangan dalam berita acara pemeriksaan, penyidik membuat catatan berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menandatanganinya. Universitas Sumatera Utara c. Jika tersangka yang hendak diperiksa bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik, penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempt tinggal tersangka atau “pendelegasian penyidikan” Pasal 119. Ada baiknya, untuk memudahkan dan untuk lebih menjuruskan arah pemeriksaan seperti yang dikehendaki oleh penyidik, penyidik yang bersangkutan memberi penjelasan atau petunjuk tentang hal-hal yang akan diperiksa oleh penyidik yang dibebani melakukan pemeriksaan dimaksud. Sangat diharapkan agar hasil pemeriksaan segera dikirimkan kepada penyidik semula.

d. Tersangka yang tidak dapat hadir menghadap penyidik.

Menurut ketentuan Pasal 113, pemeriksaan terhadap tersangka yang tidak dapat hadir mengahadap, dilakukan di tempat kediaman tersangka dengan cara: 1. penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ke tempat kediaman tersangka; 2. hal seperti ini dimungkinkan apabila tersangka dengan ‘alasan yang patut dan wajar”, tidak dapat datang ke tempat pemeriksaan yang ditentukan oleh penyidik. Jadi, apabila seorang tersangka telah dipanggil dengan sah dan resmi untuk menghadap ke tempat pemeriksaan yang telah ditentukan penyidik, tidak dapat hadir atas alasan yang patut dan wajar, tersangka dapat diperiksa oleh peyidik di temapat kediamannya. Caranya, dengan jalan penyidik sendiri yang datang ke tempat kediaman tersangka. Dalam hal ini memang bisa timbul pertanyaan. Antara lain, Universitas Sumatera Utara apakah yang dimaksud dengan pengertian patut dan wajar? Jawaban atas pertanyaan di atas; Pertama, tentang apakah harus ada pernyataan dari tersangka bahwa dia bersedia diperiksa di tempat kediamannya. Mengenai hal ini harus ada, sebab tanpa pernytaan kesediaan timbul anggapan pemeriksaan dilakukan “seolah-olah dengan paksaan”. Untuk menghindari dugaan demikian, baiknya ada pernyataan kesediaan, baik hal itu dinyatakan secara tertulis maupun secara lisan yang disampaikan oleh tersangka kepada penyidik sewaktu penyidik mendatanginya di tempat kediaman. Adapun mengenai pengertian alsan yang patut dan wajar, perlu landasan hukum yang serasi dengan maksud tersebut. Jika tidak, kemungkinan besar alasan patut dan wajar bisa dimanipulasi dan disalahgunakan tersangka. Akibatnya bisa menimbulkan hambatan kelancaran pemeriksaan dan ketidakmuluisan peningkatan penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, alasan-alasan patut dan wajar dalam kasus ini, harus dikaitkan dengan teori “impossibilitas” atau teori “ketidakmungkinan”. Maksudnya, dengan adanya hambatan atau halangan yang diderita dan dihadapi tersangka, benar-benar keadaan hambatan dan halangan tersebut membuat tersangka “tidak mungkin” hadir memenuhi panggilan penyidik. Akan tetapi, alsan ketidakmungkinan ini pun harus benar-benar “impossibilitas yang absolute”. Ketidakmungkinan hadirnya didasarkan pada ukuran objektif dan logis. Ditinjau dari ukuran objektif, secara logis benar-benar tersangka berda dalam keadaan ketidakmungkinan hadir menghadap penyidik. Misalnya tersangka patah kaki. Dalam hal ini secara objektif tersangka berada dalam keadaan yang absolut tidak mungkin hadir, dan logis dapat diterima, sebab benar-benar dia berada dalam keadaan yang “sangat sulit” atau “difficultas” untuk hadir. Oleh karena itu, ketidakmungkinan yang Universitas Sumatera Utara dialami tersangka bukan “impossibilitas relative” yang didasarkan pada ukuran subjektifitas. Misalnya, hanya untuk menghadiri pesta, impossibilitas itu subjektif dan masih berada dalam ukuran “ketidakmungkinan yang tak logis”.

D. PENERAPAN INTEROGASI YANG DILAKUKAN PENYIDIK