a. Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik.
Apa arti “segera”, undang-undang tidak menjelaskan lebih lanjut. Akan tetapi, dari pengertian bahasa barangkali “secepat mungkin” atau “sekarang juga” tanpa
menunggu lebih lama. Motivasi pemberian hak untuk segera diperiksa dapat dibaca pada penjelasan Pasal 50
antara lain: Untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katung nasib orang yang disangka.
Jangan sampai lama tidak mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan tidak ada kepastian hukum, terjadinya perlakuan sewenang-wenang dan
ketidakwajaran. Demi mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Sungguh idealistis apa yang hendak dijangkau Pasal 50 tersebut, namun masih dapat
dipertanyakan, apakah ini hanya merupakan impian. Pengalaman silam terlampau pahit , sehingga motivasi idealisme yang terkandung pada Pasal 50, masih diragukan
dalam pelaksanaan.
b. Hak tersangka agar perkaranya segera diajukan ke pengadilan.
Memang pada masa HIR jarak antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan kadang-kadang hampir tidak dapat dijangkau oleh rakyat pencari keadilan.
Sedemikian jauhnya jarak antara satu insatnsi dengan instansi lain, sehingga harus ditempuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dan tersangka sudah letih
tersungkur merangkak-rangkak, tetapi belum sampai kunjung pada batas kepastian. Dari kepolisan kepada penuntut umum, dianggap lumrah satu dua tahun. Pelimpahan
dari penuntut umum ke pengadilan biasa makan waktu satu tahun atau satuh setengah tahun. Pemeriksaan sidang pengadilan sudah menjadi adat kebiasaan, berlangsung
bertele-tele. Jarang pemeriksaan perkara yang terus mendaki. Tapi sudah membudaya pemeriksaan yang mundur terus, atau paling banter maju mundur, sehingga tidak tahu
kapan selesai. Begitu juga pada pemeriksaan tingkat banding, memakan waktu dua
Universitas Sumatera Utara
tiga tahun. Demikian seterusnya pada pemeriksaan kasasi itu sebabnya sering terjadi orang yang berperkara sudah lama jadi almarhum baru dicapai kepastian hukum.
Barangkali makna hak yang disebutkan dalam Pasal 50, takkan bisa mencapai saasaran selama mentalitas pejabat belum berubah. Apalagi pelanggaran atas
ketentuan ini tidak ada sanksinya. Seandainya pejabat penyidik tidak segera melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau jaksa penuntut umum tidak segera
melimpahkan berkas ke sidang pengadilan, hukuman tau tindakan apa yang dapat dikenakan kepada pejabat? Sama sekali tidak ada sehingga sulit untuk memberi
jaminan atas pelaksanaan hak yang digariskan Pasal 50 tersebut. Sepoanjang yang kita teliti dalam KUHAP, hanya satu pasal yang memberi ketegasan atas pemeriksaan
yang segera. Dijumpai pada Pasal 122 yang menentuakan: Dalam hal tersangka, ditahan dalam “waktu satu hari” setelah perintah
penahanan itu dijalankan, ia tersangka mulai diperiksa. Cuma kita menyayangkan, pasal ini tidak menyebutkan sanksi atas pelanggaran
batas waktu itu. Seandainya tersangka ditahana, dan sudah lewat seminggu tidak pernah diperiksa, apa yang harus diperbuat oleh tersangka? Barangkali paling
mendongeng menceritakan haknya serta menyebut-nyebut ketentuan Pasal 122 KUHAP. Namun sebagaimana dongengnya itu berkelanjutan, tersangka tetap tidak
mempunyai jalan memaksa penyidik untuk segera memeriksanya. Kasihan bukan? Hendak diajukan maslah perkosaan atas haknya itu kepada Pra-peradilan, tampaknya
kurang efektif. Memang bisa saja diajukan tuntutan ganti rugi kepada Pra-peradilan atas alasan tindakan tanpa alasan yang berdsarkan undang-undang Pasal 95 ayat 2.
c. Hak tersangka untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang