Unsur obyektif PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM HUKUM

b. Unsur subyektifnya, yang meliputi unsur-unsur: 2. dengan maksud 3. untuk memiliki barang benda tersebut untuk dirinya sendiri. 4. secara melawan hukum. Tindak pidana ini oleh pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai: mengambil barang, seluruhnya atau ssebagian milik orang lain dengan tujuan memiliknya secara melanggar hukum. 3 Dilihat dari makana ketika aturan ni dibuat, perbuatan “mengambil” sebagaimana dirumuskan di dalam pasal 362 KUHP telah mengalami perluasan makna. Terjadinya perluasan makna atas unsure “mengambil” dalam tindak pidana pencurian seiring dengan adanya perkembangan masyarakat. Pada awalnya, perbuatan “mengambil” itu bermakna sebagai “setiap perbuatan untuk membawa atau mengaihkan suatu barang ke tempat lain”. Perbuatan mengambil pada awalnya menunjuk pada “erbuatan dengan menggunakan sentuhan tangan”. Tetapi dalam pekembangannya, pengertian “mengambil” ini tidak hanya terbatas pada pengertian sebagaimana tersebut diatas. Perbuatan “mengambil” pada akhirnya mempunyai pengertian yang lebih luas. Sekarang ini pengertian “mengambil” tidak hanya terbatas pada “membawa atau mengalihkan dengan sentuhan tangan”, tetapi termasuk juga perbvuatan-perbuatan untuk mengalihkan atau memindahkan suatu barang dengan berbagai cara. Sekalipun demikian, perbuatan tersebut tetap mempunyai makna ”memindahkan atau mengalihakan suatu barang atau benda”. Oleh karenanya, belum Sehingga patutlah kiranya dikemukakan, bahwa cirri-ciri khas tindakpidana pencurian adalah mengambil barang orang lain untuk memilikinya.

A. Unsur obyektif

1. Mengambil. 3 Wirjono Projodikoro, SH. DR, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hal.13 Universitas Sumatera Utara dapat dikatakan “mengambil” apabila pelaku baru menyentuh atau memegang barangnya dan kemudian melepasnya kembali karena kemudian ketahuan oleh pemiliknya. Dalam hal ini perbuatan pelaku tersebut belum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian, tetapi baru merupakan “percoobaan pencurian”. Untuk melihat adanya perluasan pengertian “mengambil”, dibawah ini diberikan contoh-contoh perbuatan yang bermakna “mengambil”. a. Pada saat A berdiri dipasar ternak, dating mendekat seekor sapi yang terlepas dari ikatannya. Pada saat itu pemilik sapi tersebut sedang keluar untuk makan. Kemudian datang seseorang B pada A. Karena B mengira sapi tersebut milik A, maka B menawar sapi tersebut kepada A. Setelah terjadi kesepakatan harga diberikanlah uang pembelian tersebut kepada A. Ketika B mau membawa sapi tersebut keluar dari pasar secara kebetulan bertemu dengan pemilik sapi itu yang baru saja keluar dari warung makan. Pemilik sapi tersebut menuduh B mencuri sapinya. Setelah ada penjelasan tentang asal-usul pemilikan sapi tersebut, akhirnya A ditangkap polisi. Dalam kasus ini pengadilan akhirnya menjatuhkan pidana atas diri A karena pencurian. Melihat kasus di atas, tampaklah bahwa pebuatan A tersebut oleh hakim dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian sekalipun A hanya membiarkan sapi tersebut. b. Mengendarai mobil orang lain yang sedang diparkir tanpoa seizing pemiliknya merupakan perbuatan “mengambil” bensin. beberapa sarjana tetap berpendirian bahwa pengendara tersebut mencuri mobil, sekalipun pidananya dapat diperingan. c. Menampung minyak kedalam kaleng atau bo9tol yang mengalir dari drum minyak yang besar merupakan perbuatan “mengambil” minyak. d. Mengalirkan arus listrik sebelum “meteran” dengan menggunakan kawat dinyatakan sebagai “mengambil tau mencuri listrik. Universitas Sumatera Utara Melihat contoh-contoh diatas tampak bahwa perkataan “mengambil” telah ditafsirkan secara dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, perbuatan mengambil dalam rumusan Pasal 362 KUHP saat ini mengandung pengertian yang lebih luas dari pengertiannya pada saat pasal tersebut dibuat hanya menunjuk pada pengertian “perbuatan dengan mengggunakan sentuhan tangan”. 2. Suatu barang atau benda Sebagaimana pengertian mengambil, pengertian “barang” dalam pasal 362 KUHP juga mengalami perkembangan makna. Pengertian “barang” dalam pasal 362 KUHP ini pada awalnya menunjuk pada pengertian barang atau benda bergerak dan berwujud, termasuk binatang 4 4 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. Hal.250 . Benda bergerak dan berwujud tersebut misalnya, radio, televise, uang dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya pengertian “barang” atau “benda” tidak hanya terbatas pada benda barang berwujud dan bergerak tetapi termasuk dalam pengertian barangbenda adalah “barangbenda tidak berwujud dan tidak bergerak”. Benda yang dikategorikan sebagai benda tidak berwujud dan tidak bergerak tersebut antara lain halaman dengan segala sesuatu yang dibangun diatasnya, pohon-pohon dan tanamanyang tertanam dengan akarnya didalam tanah, buah-buahan yang belum dipetik dan sebagainya. Dengan terjadinya perlusan makna tentang barang tersebut, maka barangbenda tersebut dapat menjadi objek pencuarian. Konsepsi tentang “barang” menunjuk pada pengertian, bahwa “barang” tersebut haruslah “bernilai”, tetapi tidak perlu barang tersebut bernilai ekonomis.. Universitas Sumatera Utara Barang yang dapat menjadi objek pencurian adalah barangbenda yang ada pemiliknya. Apabila barang yang dicuri tersebut tidak dimiliki oleh siapapun res nullius, demikian juga apabila barang tersebut oleh pemiliknya telah dibuang derelicate, tidak dapat menjadi objek pencurian. 3. Benda tersebut seluruhnya atau sebagaian milik orang lain. Unsur ini mengandung suatu pengertian, bahwa benda yang diambil itu haruslaha barangbenda yang dimiliki baik seluruhnya atau sebahagian oleh orang lain. Jadi harus ada pemiliknya, sebab sebagaimana di natas disinggung, barangbenda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Dengan demikian dalam tindak pidanan pencurian, tidak dipersyaratkan barangbenda yang diambil atau dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan. Pencurian tetap ada, sekalipun barang tersbut hanya sebagian saja yang dimiliki oleh orang lain dan sebagian yang dimiliki oleh pelaku sendiri. Terhadap unsur “yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain” ini dapat diilustrasikan dalam contoh sebagai berikut: “Dua orang A dan B secara bersama-sama patungan membeli sepeda. Sepeda tersebut kemudian disimpan dirumah A. ketika A sedang keluar rumah, sepeda tersebut di curi oleh B dan kemudian dijualnya. Dalam hal ini perbuatan B tersebut tetap merupakan tindak pidana pencurian, sekalipun sebagian dari sepeda tersebut adalah milknya sendiri”. Berikut ini akan dibicarakan unsur pencurian selanjutnya yaitu unsure subjektif.

B. Unsur Subyektif.