26
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, sibagi tiga jenis program evaluasi:
1. prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan.
Contoh : pembuatan standar, perijinan 2.
konkuren : program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan
Contoh : memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan resep oleh Asisten Apoteker
3. retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang
Metode evaluasi : 1.
audit pengawasan : dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
2. review penilaian : terhadap pelayanan yang telah diberikan,
penggunaan sumber daya, penulisan resep 3.
survei : untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara langsung
4. observasi : terhadap kesepatan pelayanan antrian, ketepatan
penyerahan obat.
4. Kompetensi D : Komunikasi farmasi
a. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan
keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
Pada bab VI disebutkan tentang Rondevisite pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Salah satu tujuannya adalah menilai kemajuan pasien. Pada pasal 9 Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia
disebutkan bahwa seorang ApotekerFarmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak
asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
b. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga
kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
Pada bab VI disebutkan tentang Rondevisite PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan lain yang dapat dilihat dari kegiatan ini adalah
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk menilai kemajuan pasien. Pada bab III mencantumkan salah satu bentuk kerjasama profesional antara farmasis
dengan tenaga kesehatan lainnya, yaitu di dalam Panitia Farmasi dan Terapi. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, dimana anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili pesialisasi-spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, dan
Apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Pada pasal 13 Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia disebutkan bahwa setiap
ApotekerFarmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan. Pada pasal 14 juga disebutkan bahwa setiap ApotekerFarmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau
perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnyahilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
c. Memantapkan hubungan dengan semua tingkatlapisan manajemen dengan