6
hidup pasien. Dalam konsep ini, apoteker diajak untuk mewujudkan pengobatan rasional bagi masyarakat, yang menyeimbangkan aspek klinis dan ekonomi
berdasarkan kepentingan pasien. Apoteker tidak lagi sekedar menjual obat kepada pasien atau masyarakat, tetapi juga harus menjamin tersedianya obat yang berkualitas
dalam jumlah yang cukup, aman, nyaman digunakan, dan harga terjangkau serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang memadai, diikuti pemantauan pada
saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi Anonim, 2004a.
B. Profesi
Profesi adalah suatu kelompok pekerjaan yang memiliki karakteristik khusus, termasuk di dalamnya tehnik keahlian dengan tingkat tertinggi, berkomitmen
untuk pelayanan kemasyarakatan, melakukan monopoli dalam pekerjaannya dan punya otonomi atas semua pekerjaannya. Seorang dengan pekerjaan profesi akan
mendapatkan tingkat sosial dan status yang tinggi. Profesionalisme lebih bermakna sebagai strategi dari satu kelompok pekerjaan untuk mencapai dan memelihara
profesinya Harding dkk, 1994. Banyak kriteria untuk menentukan suatu pekerjaan adalah suatu profesi, antara lain
1. Unusual learning, yaitu dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan
merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di tempat lain atau bidang yang berbeda.
2. Pelayanannya bersifat altruistik tidak mementingkan diri sendiri dan
mementingkan kepentingan orang lain 3.
Telah mengucapkan sumpah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
4. Memiliki kode etik
5. Memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesi secara baik Anonim, 1992 6.
Memiliki pengakuan hukum adanya undang-undang maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lain
7. Memiliki perijinan Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja
8. Memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional
9. Bersifat otonomi dan independensi
10. Bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita
11. Confidental relationship dalam pelayanannya.
Sulasmono, 1997
C. Apoteker
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027MENKESSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek memberikan definisi Apoteker sebagai
“sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker”. Apoteker adalah satu-satunya profesi yang memiliki otoritas profesi dalam
proses kefarmasian. Otoritas yang melekat pada diri farmasisapoteker adalah sebagai akibat penguasaan atas keahliannya dibidang iptek kefarmasian melalui
pengalaman belajar-mengajar di pendidikan tinggi kefarmasian dan pengalaman keprofesian yang kemudian disumpah sebelum menjalankan keahliannya dalam
8
bentuk keprofesian sehari-hari. Dan pada hakekatnya peristiwa pembuatan obat merupakan peristiwa iptek, manajemen, etik, moral dan obligasi kemanusiaan
Ahaditomo, 2000. Farmasi dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan
beberapa ciri khusus.
1. Monopoli pekerjaan Monopoly of Practice. Monopoli pekerjaan yang
dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh negara Harding, 1993. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan mengatur
mengenai pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai Apoteker. Undang-undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1027 tahun 2004 ini menjadi bukti itu bahwa profesi farmasi memiliki pengakuan secara hukum di Indonesia. Seseorang yang apoteker tidak
diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
2. Memiliki pengetahuan khusus dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama
Specialised knowledge and lengthy training. Untuk diterima menjadi anggota
profesi, seseorang harus menjalani pendidikan intensif yang bervariasi dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
spesialisasi tinggi. Untuk menjadi lulusan farmasi membutuhkan masa pendidikan empat sampai lima, kemudian diikuti dengan satu tahun pendidikan
profesi untuk mendapatkan gelar apoteker. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang
disesuaikan dengan tugasnya dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat secara klinis Harding, 1993. Lembaga Pendidikan Tinggi
farmasi mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya Sirait, 2001.
3.
Berorientasi pada pelayanan Service Orientations. Pernyataan ini
menandakan bahwa anggota profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk memenuhi keinginan client. Anggota profesi tidak diperbolehkan untuk memaksa
client dengan maksud untuk memenuhi kebutuhannya pribadi. Pelayanan yang dilakukan oleh apoteker termasuk di dalamnya adalah menyediakan obat-obatan
dan perlengkapannya, membantu terapi pada penyakit ringan, dan memberikan informasi tentang kesehatan Harding, 1993.
4. Pengaturan diri Self-regulation. Profesi merupakan pekerjaan yang berbeda
dari pekerjaan yang lain sehingga profesi diberikan kebebasan dalam mengatur dirinya sendiri. Organisasi profesi diperbolehkan untuk mengatur sistem
pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten dalam
menjalankan pekerjaannya Harding, 1993. Asuhan kefarmasian merupakan bukti pengaturan profesi farmasi terhadap standar pelayanan yang dapat
dilakukan oleh farmasis di seluruh Dunia. Di Indonesia pengaturan tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
diwujudkan dengan adanya SumpahJanji Apoteker yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1962, Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia yang
diatur dalam keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor: 007KONGRES XVIIISFI2005 dan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang diterbitkan
tahun 2004. Peranan profesi farmasi juga telah digariskan oleh WHO yang dikenal
dengan istilah seven stars pharmacist.
1. Care-giver. Apoteker merupakan pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Saat memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun
kelompok. Apoteker juga harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasis yang
dihasilkan harus bermutu tinggi. 2.
Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisiensi terhadap seluruh penggunaan sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan, dan
lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam menentukan
pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. 3.
Communicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan
dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut
11
meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar, dan kemampuan menulis
dengan menggunakan bahasa sesuai kebutuhan. 4.
Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola
keputusan. 5.
Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi, apoteker mendatang harus tanggap
terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai
obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6.
Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak kuliah dan semangat
belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan ketrampilan yang selalu baru up-date untuk melakukan praktek
profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. 7.
Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh
pengalaman dan peningkatan ketrampilan Anonim, 2004.
D. Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia
Ciri suatu profesi diantaranya adalah memiliki kode etik Sulasmono,1997. Kode etik merupakan asas dan norma yang diterima oleh suatu kelompok tertentu
12
sebagai landasan ukuran tingkah laku Salim, 1991. Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-rambu yang membatasi seorang Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker dan organisasi profesi Sulasmono, 1997. Isi kode etik
apotekerfarmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor : 007KONGRES XVIIISFI2005 pada tanggal 18 Juni 2005.
KODE ETIK APOTEKERFARMASIS INDONESIA Mukamadiah
Bahwasanya seorang ApotekerFarmasis di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa ApotekerFarmasisdidalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di
dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpahjanji ApotekerFarmasis
Menyadari akan hal tersebut ApotekerFarmasis di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu:
BAB I Kewajiban Umum
Pasal 1: sumpahjanji Setiap ApotekerFarmasis harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah ApotekerFarmasis Pasal 2
Setiap ApotekerFarmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik ApotekerFarmasis Indonesia