30 Perkembangan Inflasi Daerah
2. INFLASI M ENURUT KOTA Inflasi Tahunan
Berdasarkan kota, inflasi tahunan di empat kota di Sumut mengalami penurunan. Namun demikian, inflasi di Kota Sibolga dan Pematangsiantar lebih tinggi dibandingkan
dengan inflasi Sumut. Kota Sibolga mengalami inflasi tertinggi, yakni sebesar 4,80 yoy, sedangkan
inflasi Kota
Padangsidempuan terendah
sebesar 1,73 .
Kota Padangsidempuan mengalami penurunan laju inflasi yang sangat cepat dari 8,50 pada
triw ulan I-2009 menjadi 1,73 pada triw ulan II-2009.
Tabel 2.3 Inflasi Tahunan di Sumut M enurut Kota
2007 Des
Mar Jun
Sep Des
Mar Jun
1 Medan
6.42 7.01
11.87 11.04
10.00 6.37
2.45
2 Pematang Siantar
8.37 8.48
14.96 12.30
11.60 6.89
2.62
3 Padang Sidempuan
5.87 8.71
15.24 12.47
11.43 8.50
1.73
4 Sibolga
10.74 8.37
12.39 14.52
13.99 7.88
4.80
6.60 7.27
11.01 10.47
10.72 6.58
2.52 No.
Kota 2008
Gabungan 2009
Berdasarkan sumbangannya
terhadap inflasi
Sumut, Kota
M edan dan
Pematangsiantar merupakan penyumbang inflasi yang cukup tinggi, namun pada triw ulan laporan Kota Sibolga dan Kota Pematangsiantar merupakan kota dengan inflasi tertinggi.
Hal ini disebabkan oleh bobot IHK kedua kota tersebut yang lebih dari 50 dalam perhitungan inflasi gabungan empat kota.
Inflasi Triw ulanan
Sementara itu, secara triw ulanan, tiga dari empat kota mengalami deflasi. Satu- satunya kota yang mengalami inflasi adalah Kota Pematangsiantar, yakni sebesar 0,10
qtq . Deflasi tertinggi dialami oleh Kota Padangsidempuan dengan deflasi triw ulanan
sebesar 1,07 , sedangkan deflasi terendah dialami Kota Sibolga sebesar 0,01 ..
Tabel 2.4 Inflasi Triw ulanan di Sumut M enurut Kota
Tw.I Tw.II
Tw.III Tw.IV
Tw.I Tw.II
1 Medan
3.23 2.19
4.00 1.21
2.26 -0.84
-0.17
2 Pematang Siantar
1.97 3.07
5.39 1.38
1.33 -0.20
0.10
3 Padang Sidempuan
2.51 4.65
3.52 1.27
1.56 -0.03
-1.07
4 Sibolga
2.69 4.63
3.41 3.07
2.22 -0.52
-0.01
3.06 2.48
4.09 1.30
2.13 -0.73
-0.18 2008
Gabungan No.
Kota 2007
2009
Andil deflasi Kota Padangsidempuan mampu menahan tekanan deflasi di Sumut yang berasal dari tiga kota lainnya sehingga secara keseluruhan deflasi Sumut sebesar
0,18 . Sumbangan deflasi terbesar berasal dari Kota Padangsidempuan, yakni 0,09 ,
31 Perkembangan Inflasi Daerah
diikuti oleh
Kota M edan
sebesar 0,07 .
Pada triw ulan
II-2009, hanya
Kota Pematangsiantar yang mengalami inflasi, sementara harga barang dan jasa di kota lainnya
tetap stabil dan cenderung menurun. Deflasi pada kota Padangsidempuan terutama disebabkan oleh deflasi pada
kelompok bahan makanan, yakni sebesar 4,09 qtq. Deflasi pada subkelompok padi- padian terjadi sepanjang triw ulan II-2009 terutama karena masuknya musim panen, yang
menyebabkan penurunan harga komoditas bahan makanan di Kota Padangsidempuan yang juga merupakan salah satu daerah lumbung beras di Sumut. Selain itu, deflasi juga
terjadi pada kelompok sandang yakni sebesar 2,87 .
Tabel 2.5. Inflasi Triw ulanan di Sumut M enurut Kota Kelompok Barang dan Jasa Triw ulan II-2009 qtq,
Mdn Pms
Pds Sbg
BAHAN MAKANAN
-0.68 -1.33
-4.09 -2.11
-0.97
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK TEMBAKAU
1.45 4.39
0.88 4.00
1.81
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS BHN BAKAR
0.07 -0.60
0.85 0.27
0.06
SANDANG
-3.43 -1.26
-2.87 -2.64
-3.20
KESEHATAN
-0.06 0.49
1.74 0.34
0.09
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA
-0.01 -0.48
0.02 0.00
-0.05
TRANSPOR, KOMUNIKASI JASA KEUANGAN
0.12 -0.42
0.02 0.01
0.06
Umum
-0.17 0.10
-1.07 -0.01
-0.18
Kelompok Gabungan
Kota
Deflasi terbesar berikutnya dialami Kota M edan yakni sebesar 0,17 . Terjadinya deflasi di Kota M edan didorong oleh penurunan harga sandang. Sementara itu, jika
dibandingkan dengan tiga kota lainnya, inflasi pada Kota Pematangsiantar terutama disumbang oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, yakni sebesar
4,39 . 2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG M EM PENGARUHI
Pada triw ulan I-2009, Sumut tidak mengalami inflasi secara triw ulanan sehingga menurunkan laju inflasi tahunan. Stabilnya harga di Sumut secara triw ulanan disebabkan
oleh dampak penurunan harga barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah, ekspektasi inflasi yang menurun, inflasi negara mitra dagang yang menurun, cukupnya ketersediaan
bahan makanan akibat puncak panen raya di Sumut serta tekanan permintaan yang cenderung melemah, sedangkan inflasi tahunan yang sudah semakin menurun masih
dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas-komoditas di pasar internasional.
32 Perkembangan Inflasi Daerah
-1 1
2 3
4 5
-5 5
10 15
20 25
30
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2007
2008 2009
inflasi SBTSKDU
SBT hasil SKDU Inflasi qtq
-1 1
2 3
4 5
-10 -5
5 10
15 20
25
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2007
2008 2009
inflasi SBTSKDU
SBT hasil SKDU Inflasi qtq
1. Ekspektasi Inflasi
Para pelaku ekonomi khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen di Sumut memiliki ekspektasi inflasi yang sejalan dengan perkembangan inflasi yang
cenderung menurun dibandingkan triw ulan sebelumnya. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI M edan, yaitu
Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU, Survei Penjualan Eceran SPE dan Survei Konsumen SK.
Grafik 2.7. Perkembangan Harga Barang Grafik 2.8. Ekspektasi Pengusaha Terhadap
dan Jasa M enurut Pengusaha di Sumut Harga Barang dan Jasa di Sumut
Kalangan pengusaha responden
SKDU memprediksi bahw a masih terjadi
penurunan harga jualtarif barangjasa pada triw ulan II-2009, seperti yang diindikasikan oleh penurunan angka SBT saldo bersih tertimbang hasil survei dari 2,58 menjadi 2,32.
Sementara itu, penurunan ekspektasi harga jualtarif barangjasa diperkirakan terjadi pada subsektor ekonomi tanaman pangan, angkutan jalan raya, serta makanan, minuman, dan
tembakau. Penurunan tersebut disebabkan oleh efek musim panen raya padi serta penurunan harga BBM .
2. Tekanan Eksternal
Tekanan inflasi eksternal relatif berkurang akibat penurunan laju inflasi negara- negara mitra dagang. Penurunan imported inflation Sumut terutama disebabkan oleh
penurunan laju inflasi negara mitra dagang akibat dampak krisis keuangan global.
33 Perkembangan Inflasi Daerah
Namun demikian, beberapa komoditas strategis seperti gula pasir, emas, CPO dan kedelai mulai menunjukkan peningkatan setelah mencapai titik terendah pada triw ulan
sebelumnya. Pengaruh kenaikan harga komoditas di pasar internasional terutama dirasakan pengaruhnya pada Sumut untuk komoditas emas dan gula. Pedagang emas
perhiasan di Sumut menaikkan harga sejalan dengan kenaikan harga emas yang cukup tinggi. Kenaikan harga emas di pasar internasional dari USD797,17troy ons menjadi
USD910,45troy ons disebabkan oleh meningkatnya preferensi spekulan terhadap emas. Sementara itu, kenaikan harga gula di pasar internasional dari USD12,72pon menjadi
USD13,61pon serta belum tibanya musim panen tebu dimanfaatkan oleh pedagang besar untuk berspekulasi.
3. Permintaan dan Penaw aran
Permintaan yang cenderung tumbuh melambat dan penaw aran yang relatif stabil menyebabkan kesenjangan output menurun sehingga melonggarkan tekanan inflasi
Sumut. Penurunan permintaan diakibatkan pelemahan daya beli masyarakat. Permintaan yang menurun terlihat dari penurunan volume impor. Sementara itu, dari sisi penaw aran,
kapasitas produksi
industri Sumut
masih mencukupi
untuk mengatasi
lonjakan permintaan.
Daya beli masyarakat Sumut mengalami perlambatan dibandingkan triw ulan sebelumnya. Sepanjang triw ulan II-2009 indikator penghasilan konsumen di Kota M edan
menurun dari SBT sebesar 105,33, 96,67, dan 95,33. Dari sisi penaw aran, industri di Sumut masih memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksinya. Hal ini diindikasikan
oleh hasil SKDU yang menunjukkan tingkat kapasitas terpakai industri di Sumut baru sebesar 65 . Kapasitas industri di Sumut masih memiliki ruang sehingga penaw aran
dapat ditingkatkan jika terjadi lonjakan permintaan.. M ayoritas pengusaha responden SKDU menyatakan bahw a penurunan kapasitas terpakai terutama disebabkan oleh
penurunan permintaan domestik.
34 Perkembangan Inflasi Daerah
Grafik 2.10. Perkembangan Volume Produksi
8.92 17.02
6.9 0.6
21.49
8.62
-11.28 -2.37
-2.05
-15 -10
-5 5
10 15
20 25
II III
IV I
II III
IV I
II 2007
2008 2009
SBT hasil SKDU
4. Pengaruh Harga Administered Price
Faktor utama pendorong deflasi sejak bulan M aret 2009 adalah penurunan harga BBM dan tarif angkutan dalam kota dan luar kota. Dampak langsung dan tidak langsung
penurunan harga BBM menyebabkan deflasi yang cukup besar pada triw ulan II-2009. Namun demikian, tekanan inflasi administered price yang relatif kecil masih ada yang
berasal dari kenaikan cukai rokok pada bulan Februari 2009. Penurunan harga BBM terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan harga
minyak bumi West Texas Intermediate di pasar internasional. Tren penurunan harga minyak bumi dari USD58,14barrel menjadi USD42,89barrel yang dimulai sejak triw ulan
IV-2008 mendorong pemerintah untuk menurunkan harga BBM di dalam negeri. Pada tanggal 15 Januari 2009 pemerintah kembali menurunkan harga premium sebesar Rp500
menjadi Rp4.500liter dan solar sebesar Rp300 menjadi Rp4.500liter kembali sama dengan harga BBM sebelum terjadi kenaikan pada bulan M ei 2008.
Pemerintah Provinsi Sumut merespon penurunan harga BBM dengan memperbarui tarif angkutan dalam kota sehingga rata-rata turun sebesar 8 . Sejak tanggal 26 Januari
2009, tarif bus angkutan kota dalam provinsi AKDP diturunkan sebesar 8 . Di tengah penurunan harga BBM dan tarif angkutan, pemerintah menetapkan
kenaikan cukai rokok yang berlaku sejak tanggal 1 Februari 2009. Berdasarkan Peraturan M enteri Keuangan No.203PM K.0112008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tanggal 9
Desember 2008, pemerintah menaikkan tarif dasar cukai rokok sehingga rata-rata beban cukai rokok meningkat rata-rata sebesar 7 . Namun demikian, peningkatan cukai rokok
tersebut berdampak minimal terhadap inflasi Sumut.
35 Perkembangan Inflasi Daerah
5. Pengaruh harga Volatile Foods
Hasil Survei Pemantauan Harga M ingguan SPHM oleh KBI M edan di Kota M edan menunjukkan bahw a harga sebagian besar komoditas cenderung stabil, meskipun harga
beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, jeruk, dan cabe merah menunjukkan tren penurunan pada akhir triw ulan II-2009. Penurunan disebabkan efek masa panen
beberapa komoditas dan kembali normalnya distribusi barang setelah berlalunya musim hujan. Namun demikian, daging ayam ras, telur ayam ras, dan baw ang merah
menunjukkan tren peningkatan dibandingkan triw ulan sebelumnya. Penyerapan beras bulog menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi akibat
beberapa daerah yang telah panen. Bulog Sumut optimis penyaluran beras raskin untuk tahun 2009 meningkat 100 juga dikarenakan distribusi yang lancar. Sampai dengan
akhir M ei 2009 penyaluran raskin di Sumut mencapai 55.245 ton atau 78,55 dari total alokasi raskin bulan M ei. Penerima raskin di 28 kabupatenkota Sumut tahun 2009
bertambah dari 835.785 RTS menjadi 937.722 RTS dengan total beras selama satu tahun adalah 168,79 ribu ton dengan perhitungan per RTS menerima 15kgbulan.
Stok beras bulog hingga M ei 2009 mencapai 25.567 ton yang mencukupi untuk kebutuhan dua bulan dan sebagai cadangan. Stok ini akan ditambah dari dua kapal di
Pelabuhan Belaw an yang akan menambah beras 13.800 ton dari Jaw a Timur.
KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5
Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak 7.737 ton di Sumut
Sesuai dengan mandatnya, Bank Indonesia bukanlah lembaga teknis. Sebagai bank sentral tugas pokoknya adalah menjaga kondisi inflasi, mengaw asi perbankan
dan mengedarkan uang. Bila secara nasional Bank Indonesia lebih fokus pada pengendalian inflasi dari sisi demand, yaitu melalui kebijakan moneter, di daerah
pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai pendekatan termasuk memfasilitasi pengendalian inflasi dari sisi Supply. Pengendalian inflasi melalui pendekatan regional
ini menjadi sangat penting artinya mengingat sejak pemberlakukan otonomi daerah, peran daerah terhadap inflasi mencapai lebih dari 70 .
Pengalaman Bank Indonesia M edan sejak aw al 2007 menunjukkan bahw a Kantor Bank Indonesia KBI di daerah dapat berperan mempengaruhi inflasi secara
signifikan dari sisi supply dengan mencontohkan berbagai terobosan. Disamping itu, dengan bersungguh mendorong perbankan masuk ke dunia UKM dan membuat
berbagai percontohan
program dengan
berbagai terobosan,
kehadiran Bank
Indonesia di daerah terasa lebih bermakna. Bank sentral tidak hanya duduk di menara gading mengendalikan inflasi. Tapi turun ke lapangan, menjalani kerjasama dengan
berbagai pihak dan secara langsung pula berhubungan dengan masyarakat pada
semua tingkatan. Tugas menjangkau rakyat ini telah dilakukan melalui pendekat an konsep
Dalihan Natolu
Golden Triangle dalam mendorong peningkatan jumlah dan kualitas UKM . Ketiga pihak itu adalah Perbankan, Pengusaha dan Pemda. Alasannya
adalah bahw a ketiga unsur ini harus bersinergi untuk menciptakan hasil yang lebih optimal. Namun dibutuhkan terobosan-terobosan dalam pengelolaan UKM agar
perbankan menjadi tertarik. Harus diakui bahw a tidak banyak bank yang tertarik dengan UM K, kecuali bank BUM N dan BPD serta segelintir bank nasional. Bank milik
asing apa lagi bank-bank asing sama sekali “ mengasingkan diri” dari ekonomi
kerakyatan. M ereka lebih tertarik dengan usaha-usaha besar dan akhir-akhir ini malah merusak ekspor Sumut dengan mangajak para ekspotir bermain derivative khususnya
Callable Forw ard Option
dan
Dual Currency Account.
BOKS 4
PENGENDALIAN INFLASI DAN KEGIATAN PERCONTOHAN UM KM OLEH KBI M EDAN
Di Sumatera Ut ara, untuk membuat perbankan menjadi tertarik membiayai UKM , bekerjasama dengan berbagai pihak, Bank Indonesia M edan melakukan
beberapa strat egi secara bersungguh.
Pertama
, membuat kesepakatan dengan seluruh perbankan di Sumut melalui rapat BM PD Badan M usyaw arah Perbankan
Daerah, dimana Pemimpin
BI M edan bertindak
sebagai Ketua,
untuk lebih
bersungguh meningkat kan LDR Loan to Deposit Ratio perbankan.
LDR Perbankan Sumut
LDR
67.62 68.52
76.01 79.16
73.57
50 75
100
2005 2006
2007 2008
2009 Mei
Kedua
, rasio kredit UKM ditargetkan mencapai minimum 25 pertahunnya. Sejak tahun 2007, target ini selalu tercapai bahkan meningkat sampai 35 . Target ini bisa
tercapai karena ada beberapa bank nasional yang juga masuk ke ranah UKM dengan sistem yang lebih canggih.
Ketiga
, Bank Indonesia M edan melakukan berbagai
Program Percontohan
yang dibiayai oleh bank
shariah dan bank konvensional. Kelayakan program dinilai dan ditentukan oleh bank yang akan membiayai. Tujuannya adalah untuk memberikan
contoh dan juga mendorong bank untuk t ertarik dengan UKM . Beberapa diantaranya adalah seperti
Linkage antara BPRS dengan Bank Umum, Percontohan Usaha Opak
dengan pendekatan klaster di Kabupaten Sergai,
Kebun Saw it untuk rakyat
di Kabupaten M andailing Natal,
Kebon Karet dan Kakao milik rakyat
di berbagai kabupaten
, Rumah Sederhana Sehat
di Kabupaten Deli Serdang,
pembinaan hampir 100 BM T
di berbagai kabupaten kota,
shariah masuk pasar
di kota M edan, yait u mendekatkan perbankan shariah dengan pasar tradisional,
Klaster sapi
dalam persiapan di Langkat dan berbagai terobosan lainnya.
Keempat
, bersama ASBISINDO merancang strategi dan langkah-langkah untuk lebih memerankan perbankan shariah untuk UKM . Upaya ini menghasilkan peningkatan
rasio aset perbankan Shariah di Sumut dari hanya 1,27 di tahun 2006 menjadi 3,10 per M ei 2009.
Kelima
, bersama PERBARINDO mendorong penyehatan BPRS dan mendorong terbentuknya BPRS baru di Sumut dan NAD. Dari 62 BPRS yang pada tahun 2007
hampir separuhnya Tidak Sehat dan Kurang Sehat, sekarang hanya tinggal 5 yang masih berstatus Kurang Sehat.
Keenam
, bekerjasama dengan M ES M asyarakat EKonomi Shariah memfasilitasi pembinaan BM T untuk pembiayaan sektor informal serta membuat program-program
percontohan usaha secara shariah.
Ketujuh
, bersama Gubernur Sumut mencanangkan
Program M encetak 1000 Wirausaha
. Program ini akan sangat penting artinya bagi Sumut mengingat seperti diuraikan di atas minat tamat an perguruan tinggi sangat rendah untuk menjadi
w irausaha. Padahal ekonomi membutuhkan pelaku bisnis yang berpendidikan lebih tinggi. Industri kreatif yang didengung-dengungkan oleh pemerintah akan sulit
terlaksana bila perguruan tinggi tidak dijadikan sebagai basisnya.
Kedelapan,
BI M edan bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Lembaga Certif dari Jakarta, membangun sistem pengembangan pelatihan dan pembinaan terhadap
calon direksi dan atau karyaw an BPRS, BM T, unit-unit mikro dari bank umum dan juga calon-calon Wirausaha.
Disarikan dari Buku “
Bersungguh M enjangkau Rakyat
” yang disusun DR. Romeo Rissal Pandjialam serta Tim KER, UKM Perbankan Shariah Bank Indonesia M edan,
Juli 2009.
BAB III
Perkembangan Perbankan D aerah
37 Perkembangan Perbankan Daerah
3.1. KONDISI UM UM
Perkembangan perbankan di Sumut pada triw ulan II-2009 mengindikasikan adanya peningkatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator utama seperti kredit, Dana
Pihak Ketiga DPK, dan LDR triw ulan II-2009 yang lebih tinggi dibandingkan triw ulan I-2009.
Fungsi intermediasi perbankan yang salah satunya ditunjukkan melalui Loan to Deposit Ratio
LDR mengalami peningkatan dari 73,94 pada triw ulan I-2009 menjadi 75,01 pada triw ulan II-2009.
Hal yang perlu dicermati dunia perbankan adalah meningkatnya NPL Sumut dari 3,63 pada triw ulan I-2009 menjadi 3,86 pada triw ulan II-2009.
Tabel 3. 1 Indikator Utama Perbankan
Kredit yang bersifat produktif kredit modal kerja dan kredit investasi mengalami penurunan, namun kredit konsumsi justru meningkat dibandingkan triw ulan I-2009.
Dari sisi risiko yang dihadapi, perbankan perlu mulai mencermati risiko kredit dan risiko likuiditas, mengingat terjadi peningkatan NPL dan penurunan cash ratio.
B B
B A
A A
B B
B 3
3 3
PERKEM BANGAN PERBANKAN DAERAH
38 Perkembangan Perbankan Daerah
3.2. INTERM EDIASI PERBANKAN