Pengaruh harga Volatile Foods

35 Perkembangan Inflasi Daerah

5. Pengaruh harga Volatile Foods

Hasil Survei Pemantauan Harga M ingguan SPHM oleh KBI M edan di Kota M edan menunjukkan bahw a harga sebagian besar komoditas cenderung stabil, meskipun harga beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, jeruk, dan cabe merah menunjukkan tren penurunan pada akhir triw ulan II-2009. Penurunan disebabkan efek masa panen beberapa komoditas dan kembali normalnya distribusi barang setelah berlalunya musim hujan. Namun demikian, daging ayam ras, telur ayam ras, dan baw ang merah menunjukkan tren peningkatan dibandingkan triw ulan sebelumnya. Penyerapan beras bulog menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi akibat beberapa daerah yang telah panen. Bulog Sumut optimis penyaluran beras raskin untuk tahun 2009 meningkat 100 juga dikarenakan distribusi yang lancar. Sampai dengan akhir M ei 2009 penyaluran raskin di Sumut mencapai 55.245 ton atau 78,55 dari total alokasi raskin bulan M ei. Penerima raskin di 28 kabupatenkota Sumut tahun 2009 bertambah dari 835.785 RTS menjadi 937.722 RTS dengan total beras selama satu tahun adalah 168,79 ribu ton dengan perhitungan per RTS menerima 15kgbulan. Stok beras bulog hingga M ei 2009 mencapai 25.567 ton yang mencukupi untuk kebutuhan dua bulan dan sebagai cadangan. Stok ini akan ditambah dari dua kapal di Pelabuhan Belaw an yang akan menambah beras 13.800 ton dari Jaw a Timur. KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak 7.737 ton di Sumut Sesuai dengan mandatnya, Bank Indonesia bukanlah lembaga teknis. Sebagai bank sentral tugas pokoknya adalah menjaga kondisi inflasi, mengaw asi perbankan dan mengedarkan uang. Bila secara nasional Bank Indonesia lebih fokus pada pengendalian inflasi dari sisi demand, yaitu melalui kebijakan moneter, di daerah pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai pendekatan termasuk memfasilitasi pengendalian inflasi dari sisi Supply. Pengendalian inflasi melalui pendekatan regional ini menjadi sangat penting artinya mengingat sejak pemberlakukan otonomi daerah, peran daerah terhadap inflasi mencapai lebih dari 70 . Pengalaman Bank Indonesia M edan sejak aw al 2007 menunjukkan bahw a Kantor Bank Indonesia KBI di daerah dapat berperan mempengaruhi inflasi secara signifikan dari sisi supply dengan mencontohkan berbagai terobosan. Disamping itu, dengan bersungguh mendorong perbankan masuk ke dunia UKM dan membuat berbagai percontohan program dengan berbagai terobosan, kehadiran Bank Indonesia di daerah terasa lebih bermakna. Bank sentral tidak hanya duduk di menara gading mengendalikan inflasi. Tapi turun ke lapangan, menjalani kerjasama dengan berbagai pihak dan secara langsung pula berhubungan dengan masyarakat pada semua tingkatan. Tugas menjangkau rakyat ini telah dilakukan melalui pendekat an konsep Dalihan Natolu Golden Triangle dalam mendorong peningkatan jumlah dan kualitas UKM . Ketiga pihak itu adalah Perbankan, Pengusaha dan Pemda. Alasannya adalah bahw a ketiga unsur ini harus bersinergi untuk menciptakan hasil yang lebih optimal. Namun dibutuhkan terobosan-terobosan dalam pengelolaan UKM agar perbankan menjadi tertarik. Harus diakui bahw a tidak banyak bank yang tertarik dengan UM K, kecuali bank BUM N dan BPD serta segelintir bank nasional. Bank milik asing apa lagi bank-bank asing sama sekali “ mengasingkan diri” dari ekonomi kerakyatan. M ereka lebih tertarik dengan usaha-usaha besar dan akhir-akhir ini malah merusak ekspor Sumut dengan mangajak para ekspotir bermain derivative khususnya Callable Forw ard Option dan Dual Currency Account. BOKS 4 PENGENDALIAN INFLASI DAN KEGIATAN PERCONTOHAN UM KM OLEH KBI M EDAN Di Sumatera Ut ara, untuk membuat perbankan menjadi tertarik membiayai UKM , bekerjasama dengan berbagai pihak, Bank Indonesia M edan melakukan beberapa strat egi secara bersungguh. Pertama , membuat kesepakatan dengan seluruh perbankan di Sumut melalui rapat BM PD Badan M usyaw arah Perbankan Daerah, dimana Pemimpin BI M edan bertindak sebagai Ketua, untuk lebih bersungguh meningkat kan LDR Loan to Deposit Ratio perbankan. LDR Perbankan Sumut LDR 67.62 68.52 76.01 79.16 73.57 50 75 100 2005 2006 2007 2008 2009 Mei Kedua , rasio kredit UKM ditargetkan mencapai minimum 25 pertahunnya. Sejak tahun 2007, target ini selalu tercapai bahkan meningkat sampai 35 . Target ini bisa tercapai karena ada beberapa bank nasional yang juga masuk ke ranah UKM dengan sistem yang lebih canggih. Ketiga , Bank Indonesia M edan melakukan berbagai Program Percontohan yang dibiayai oleh bank shariah dan bank konvensional. Kelayakan program dinilai dan ditentukan oleh bank yang akan membiayai. Tujuannya adalah untuk memberikan contoh dan juga mendorong bank untuk t ertarik dengan UKM . Beberapa diantaranya adalah seperti Linkage antara BPRS dengan Bank Umum, Percontohan Usaha Opak dengan pendekatan klaster di Kabupaten Sergai, Kebun Saw it untuk rakyat di Kabupaten M andailing Natal, Kebon Karet dan Kakao milik rakyat di berbagai kabupaten , Rumah Sederhana Sehat di Kabupaten Deli Serdang, pembinaan hampir 100 BM T di berbagai kabupaten kota, shariah masuk pasar di kota M edan, yait u mendekatkan perbankan shariah dengan pasar tradisional, Klaster sapi dalam persiapan di Langkat dan berbagai terobosan lainnya. Keempat , bersama ASBISINDO merancang strategi dan langkah-langkah untuk lebih memerankan perbankan shariah untuk UKM . Upaya ini menghasilkan peningkatan rasio aset perbankan Shariah di Sumut dari hanya 1,27 di tahun 2006 menjadi 3,10 per M ei 2009. Kelima , bersama PERBARINDO mendorong penyehatan BPRS dan mendorong terbentuknya BPRS baru di Sumut dan NAD. Dari 62 BPRS yang pada tahun 2007 hampir separuhnya Tidak Sehat dan Kurang Sehat, sekarang hanya tinggal 5 yang masih berstatus Kurang Sehat. Keenam , bekerjasama dengan M ES M asyarakat EKonomi Shariah memfasilitasi pembinaan BM T untuk pembiayaan sektor informal serta membuat program-program percontohan usaha secara shariah. Ketujuh , bersama Gubernur Sumut mencanangkan Program M encetak 1000 Wirausaha . Program ini akan sangat penting artinya bagi Sumut mengingat seperti diuraikan di atas minat tamat an perguruan tinggi sangat rendah untuk menjadi w irausaha. Padahal ekonomi membutuhkan pelaku bisnis yang berpendidikan lebih tinggi. Industri kreatif yang didengung-dengungkan oleh pemerintah akan sulit terlaksana bila perguruan tinggi tidak dijadikan sebagai basisnya. Kedelapan, BI M edan bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Lembaga Certif dari Jakarta, membangun sistem pengembangan pelatihan dan pembinaan terhadap calon direksi dan atau karyaw an BPRS, BM T, unit-unit mikro dari bank umum dan juga calon-calon Wirausaha. Disarikan dari Buku “ Bersungguh M enjangkau Rakyat ” yang disusun DR. Romeo Rissal Pandjialam serta Tim KER, UKM Perbankan Shariah Bank Indonesia M edan, Juli 2009. BAB III Perkembangan Perbankan D aerah 37 Perkembangan Perbankan Daerah

3.1. KONDISI UM UM