Pengaruh penerapan model pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Di Madrasah Ibtidaiyah Al Wasliyah Jakarta Timur

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV

Di Madrasah Ibtidaiyah Al Wasliyah Jakarta Timur

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar SarjanaPendidikan

Oleh

Miftahul Janah

NIM 809018300794

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DANKEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

MOTTO

Wa man yattaqilaaha yaj’al lahuu makhrojaa wa yarzuqhu min haisu laa yahtasib.. wa man yattaqillaaha yaj’al lahu min amrihi yusroo.. wa man

yattaqillaaha yukaffir ‘anhu sayyi-aatihii wa yu’dhim lahuu ajroo..”

“Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi

mudah.. barangsiapa yang bertaqwa pada Allah akan dihapuskan dosa-dosanya dan mendapatkan pahala yang agung”

(QS. Ath-Thalaq: 2, 3, 4).

Jika ada kemamuan dan niat, pasti ada jalan

Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha dan berdoa, semua kembali kepada Allah, Allah yang menentukan segalanya


(6)

ii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, cinta dan kasih saying karya sederhana ini aku persembahkan untuk :

Kedua Orang tuaku tercinta Alm. Edi Junaedi dan Ida Farida

Saudara-saudara kandungku

Putri Asari, Dian Alawiyah, Luki Fadilah, Lia Janika, Noviyanti Ilsani Teman dekatku

Arif Awaludin, Novriati Utami M, Sepi, Jafar, Agus Almamaterku

UIN Syarif Hidayatullah Jakarrta Teman-teman seperjuanganku


(7)

iii

ABSTRAK

Miftahul Janah

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Student Teams Achivement Divison (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar. Penelitian ini dilakukan di MI AL-Wasliyah Jakarta Timur pada bulan April 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 60 siswa yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah non-equivalent control group design. Instrumen yang digunakan adalah instrumen hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen (rata-rata = 83,33 dan simpang baku = 7,80) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (rata-rata = 41,17 dan simpang baku = 11,79) dan

setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai sebesar 10,22 sedangkan

pada taraf signifikasi 0,05 sebesar 1,99 atau > . Maka dapat

disimpulkan menolak . Dan yang menyatakan terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran STAD terhadap hasil pembelajaran IPA siswa diterima, hal ini menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa.

Kata Kunci : Model Pembelajaran STAD, Hasil Belajar Siswa, Sumber Daya Alam.


(8)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi robbil 'alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Student Teams Achivement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di MI Al Wasliyah Jakarta Timur”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 pada Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta yang tengah penulis laksanakan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak terutama Alm. ayah dan ibu tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.

Kepada segenap pembimbing yang telah memberikan arahan, dukungan serta kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis, rasanya tiada kata yang pantas diucapkan selain terima kasih yang tak terhingga.

Tiada gading yang tak retak andaipun retak jadikanlah sebagai ukiran, begitupun dengan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu melalui kata pengantar ini penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun sehingga secara bertahap penulis dapat memperbaikinya.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca baik sebagai referensi maupun untuk menambah wawasan mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV”. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juli 2013


(9)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN MOTTO ……….……. i

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. ii

ABSTRAK ……….…….. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……….……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….……. 6

C. Pembatasan Masalah ……….……… 6

D. Rumusan Masalah ……….…………. 6

E. Tujuan Penelitian ……… 7

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……….. 8 A. Kajian Pustaka ……...……….……… 8

1. Pembelajaran Kooperatif ……….. 8

2. Pengertian Model Pembelajaran STAD………..…….. 10

a. Karakteristik pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ..….… 11

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD ………..….. 14

c. Keunggulan Model Pembelajaran STAD ………... 17

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar ……… 19

a. Pengertian Belajar ……….. 19

b. Masalah-masalah Belajar ……….. 26

c. Pengertian Hasil Belajar ………. 27

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ……….. 29 e. Pengaruh Metode Cooperative Learning Tipe STAD

Terhadap Hasil Belajar ………


(10)

vi

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ………... 35

C. Kerangka Berfikir ………... 36

D. Hipotesis Penelitian ……… 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 40

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………..………. 40

B. Metode Penelitian ……….………….. 40

1. Metode ……….. 40

2. Desain Penelitian ……….. 40

C. Populasi dan Sampel ……….……….. 41

1. Populasi ………. 41

2. Sampel ……….. 42

D. Variabel Penelitian ……….. 42

E. Teknik Pengumpulan Data ……….. 43

Instrumen Pengumpulan Data …………..……….. 44

a. Validitas Instrumen ……….……… 45

b. Reliabilitas Instrumen ………. 46

c. Tingkat Kesukaran ……….. 47

d. Daya Pembeda Soal ……… 48

F. Prosedur Penelitian ………. 48

G. Teknik Analisa Data ………... 49

1. Pengujian Prasyarat Penelitian ………. 49

a. Uji Normalitas ……… 49

b. Uji Homogenitas ………. 50

2. Pengujian Hipotesis dengan Uji-t ………. 51

H. Hipotesis Statistik ………... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53

A. Deskripsi Data ………. 53

1. Deskripsi Data Nilai Kelompok Eksperimen ……… 53

2. Deskripsi Data Nilai Kelompok Kontrol ……….. 54

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ………. 54


(11)

vii

a. Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen ………….. 54

b. Uji Normalitas Pretes Kelompok Kontrol ……….… 55

c. Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen ………..… 55

d. Uji Normalitas Postes Kelompok Kontrol ………. 55

2. Uji Homogenitas ………..…. 56

a. Uji Homogenitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol 56 b. Uji Homogenitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol 56 C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ……… 57

1. Analisis Data ………. 57

2. Pembahasan ……….. 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 61

A. Kesimpulan ……… 61

B. Saran ……….. 61

DAFTAR PUSTAKA ……….. 62


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Skor Perkembangan Siswa ... 17

Tabel 2.2. Perbandingan Model Pembelajaran STAD dengan Konvensional 17 Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 40

Tabel 3.2 Variabel Penelitian ... 42

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 43

Tabel 3.4 Instrumen Tes Pilihan Ganda Materi Sumber Daya Alam ... 44

Tabel 3.5 Pembelajaran yang menggunakan STAD ... 45

Tabel 3.6. Kelompok tingkat kesukaran ... 47

Tabel 3.7 Klasifikasi daya pembeda ... 48

Tabel 4.1 Data Nilai Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 4.2 Rekap Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen ... 54

Tabel 4.3 Rekap Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.4 Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen ... 55

Tabel 4.5 Uji Normalitas Pretes Kelompok Kontrol ... 55

Tabel 4.6 Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen ... 55

Tabel 4.7 Uji Normalitas Postes Kelompok Kontrol ... 56

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal (pretes) ... 56

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol .. 56

Tabel 4.10 Hasil Uji “t” Kemampuan Awal Siswa (Pretes) ... 57


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penempatan pada Meja Turnamen ... 15 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian ... 38


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP Kelas Eksperimen ... 65

Lampiran 2. RPP Kelas Kontrol ... 93

Lampiran 3. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen dan Pemetaan Soal Validasi ... 97

Lampiran 4. Rekapitulasi Validitas, Relibilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran ... 105 Lampiran 5. Uji Normalitas Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 106

Lampiran 6. Uji Normalitas Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 107

Lampiran 7. Uji Homogenitas Pretes Kelompok Eksperimen dan Kontrol .... 108

Lampiran 8. Uji Homogenitas Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 109

Lampiran 9. Proporsi Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 114

Lampiran 10. Proporsi Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 115

Lampiran 11. Proporsi Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 116

Lampiran 12. Proporsi Jawaban Postes Kelas Kontrol ... 117

Lampiran 13. Uji “t” Pretes dan Postes ... 118

Lampiran 14. Instrumen penelitian Sumber Daya Alam ... 120

Lampiran 15. Nama Kelompok STAD ... 123

Lampiran 16. Sertifikat ... 124

Lampiran 17. Data Nilai Kelompok Eksperimen dan Kelomopok Kontrol ... 125

Lampiran 18. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam memajukan bangsa, sehingga pemerintah menaruhperhatian yang sangat besar terhadap dunia pendidikan.Usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan mutupendidikan nasional adalah dengan berupayamemperbaiki berbagai sistem dengan struktur yangterkait dengan dunia pendidikan. Antara lain yaitudengan mengembangkan mutu tenaga pendidik atau guru.

Sesuai undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, bab 1 ketentuan umum pada pasal 1point 6 menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.1

No teacher, No Education! Tidak Ada Guru, Tidak Ada Pendidikan. Demikian slogan yang kerap kita dengar di Vietnam. Di Vietnam juga muncul slogan , No Education, No Economic and Social Development! Tidak Ada Pendidikan, Tidak Ada Pembangunan Ekonomi dan Sosial.2

Hasil kajian terhadap beberapa literatur menunjukan bahwa ada beberapa elemen kapasitas untuk meningkatkanmutu pendidikan persekolahan, yaitu (1) guru yang profesional; (2) motivasi siswa; (3) meteri kurikulum; (4) kualitas dan tipe orang-orang yang mendukung proses pembelajaran di kelas dan laboratorium; (5) kualitas dan kuantitas interaksi para pihak pada tingkat organisasi sekolah atau universitas; (6) sumber-sumber materil; (7) organisasi dan alokasi sumber-sumber-sumber-sumber sekolah atau universitas di tingkat lembaga.3

1

Abdul Rozak, Fauzan, dkk, Kompilasi Undang-undang & Peraturan BidangPendidikan, (FITK Press Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN:2010) h. 4

2

Sudarwan Danin, Pengembangan Profesi Guru dari Pra-Jabatan, Induksi ke Profesional Madani, (Kencana Prenada Media Group: 2011) h. 100

3


(16)

2

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, seorangguru tidak hanya memiliki jenjang pendidikan yangtinggi tetapi dituntut untuk menciptakan suatupembelajaran yang kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, guru mempunyai tugas dan kewajiban yang beratsehingga menuntut professionalitasnya dalammenciptakan suatu pembelajaran. Guru dapatmengembangkan pembelajaran berpusat pada siswadengan langkah-langkah pembelajaran yang kreatif daninovatif, sehingga proses pembelajaran dapat bermakna.

Perkembangan pendidikan memikirkan apa yangselalu menjadi kendala peserta didik dalam menempuhkecapaian belajar. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yangtidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatuprofesi atau jabatan, tetapi menyelesaikan masalah-masalahyang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.4

Pendidikan dalam agama islam merupakan hal yang sangat diutamakan. Melalui proses pendidikan yang baik dan inovatif diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, baik dalam kaitan manusia sebagai makhluk hidup maupun sebagai makhluk sosial. Kelebihan orang yang berilmu digambarkan dalam hadist Nabi Muhammad S.A.W yang didalamnya menjelaskan bahwa manusia yang berilmu akan menjadi manusia yang lebih tinggi derajadnya baik di dunia maupun di akhirat.

Pendidikan bertujuan agar seorang menjadi manusia ideal. Sosok manusia tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, bermoral/beraakhlak mulia, cerdas, berperasaan, berkemampuan, mampu berkarya dst. Di pihak lain, manusia memiliki potensi untuk mampu berbuat baik, potensi cipta rasa, karsa, dan potensi karya, sebab itu manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal.5

4

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta Prestasi Pustaka : 2007) h.1

5

Tatang Syarifudin, Landasan Pendidikan, (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI:2009) h. 22


(17)

3

Proses pembelajaran bukanlah sekedar menyampaikan informasi pada siswa, tetapi membutuhkan keterlibatan siswa secara mental maupun fisik. Karena itu, suatu pengetahuan tidak akan bertahan lama jika proses belajar pada siswa hanya sekedar menerima informasi dari guru atau menghafal materi dari buku. Pengetahuan akan lebih tertanam dalam diri siswa jika pembelajaran dilakukan dengan bermakna. Artinya siswa belajar secara aktif, siswa menggunakan pemikiran mereka untuk menggunakan ide, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Salah satu dalam prinsip “quantum learning” adalah bahwa belajar itu harusnya mengasyikan dan berlangsung dalam suasana gembira sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan baik. Konsep ini akan mudah terlihat dalam cara belajar anak-anak dan dalam dunia olahraga. Mereka melakukan aktivitasnya dengan gembira, mereka belajar secara spontan dan tanpa beban dan hasilnya sangat efektif. Sebuah kegagalan atau kekalahan dalam bertanding akan diterima secara wajar dan dijadikan umpan balik positif dan dijadikan motivasi ke arah pencapaian yang lebih baik. Ini bisa terjadi karena telah menyatu antara perasaan dan aktifitas bermain, belajar dan bekerja yang tak bisa lagi dipisahkan. Jika suasana batin semacam ini bisa tumbuh dalam proses pendidikan, maka hasilnya akan sangat positif dan belajar menjadi suasana yang menyenangkan. Dan disinilah salah satu agenda pokok yang harus dipecahkan oleh fakultas pendidikan, bagaimana mencetak guru-guru yang bisa mengubah kelas menjadi suasana yang kompetitif, aktif dan menggembirakan.6

Rendahnya aktifitas belajar siswa menjadi salah satu masalah yang dihadapi seorang guru, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyadianto mahasiswa program studi pendidikan guru sekolah dasar, Universitas Tanjungpura. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan, proses pembelajaran IPA sangat diperlukan secara serius bagi murid kelas VI

6

Mel Silberman, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Pustaka Insani Madani:2009)


(18)

4

Sekolah Dasar Negeri 11 Air Upas. Kenyataan yang terjadi dalam proses pembelajaran IPA di Sekolah SD 11 Air Upas hasilnya menurun sehingga criteria ketuntasan minmal (KKM) tidak dapat terlampaui dan tingkat kelulusan sangat rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh melalui penelitian peningkatan aktifitas pembelajaran IPA dengan model kooperatif tipe STAD pada murid kelas IV SDN 11 Air Upas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan aktifitas belajar murid, aktifitas pembelajaran IPA dengan menggunakan Model STAD meningkat dengan rata-rata pada tiap siklus.7

Permasalahan lain yang dihadapi adalah penggunaan pembelajaran konvensional yang dimana guru adalah sebagai pusat pembalajaran (teacer center), hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil observasi di SMK Muhammadiyah Prambanan terhadap kegiatan belajar mengajar mata pelajaran menggunakan alat ukur yang diperoleh melalui wawancara dengan guru terungkap beberapa permasalahan. Penyebab rendahnya prestasi hasil belajar di SMK Muhammadiyah Prambanan, khususnya jurusan Teknik Pemesinan pada mata pelajaran menggunakan alat ukur salah satunya adalah pembelajaran yang masih menggunakan pembelajaran konvensional dimana guru sebagai pusat pembalajaran. Guru cenderung menerapkan kegiatan menulis di papan, ceramah, mencatat bahkan tidak jarang bercerita di luar materi. Pembelajaran seperti ini tidak salah hanya saja terlalu monoton dan kurang menarik. Untuk mengatasi permasalahan diatas adalah salah satunya dengan pembelajaran yang efektif.

Rendahnya hasil belajar siswa juga merupakan salah salah satu masalah yang dialami oleh seorang guru, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djoko Santoso dan Umi Rochayati, Jurusan Pendidikan Teknik Elektronikan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

7 Suyadianto, “Peningkatan Aktifitas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan

Menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD”, dalam Jurnal Pendidikan dan PembelajaranVolume 2, No.7, Juli 2013


(19)

5

pembelajaran dan hasil belajar serta tanggapan mahasiswa terhadap implementasi pembelajaran kooperatif model STAD. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendekatan pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran rangkaian listrik. Hasil belajar diekspresikan dalam tes mahasiswa mengalami peningkatan, dari rerata 67,17 siklus I menjadi 72,28 siklus II dan menjadi 74,93 pada siklus III.8

Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran Cooperative Learning. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran ini adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa.9

Dalam penelitian ini, tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah tipe STAD. Hal ini dikarenakan STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dikatakan demikian, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional. STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu prentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individu, dan penghargaan tim. Tipe STAD dalam kelompok menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap kelompok 4-5 orang.10

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan bahwa pendekatan model pembelajaran kooperatif memiliki langkah-langkah pembelajaran yang mendorong siswa belajar dengan aktif. Pembelajaran model tersebut diduga

8

Djoko Santoso dan Umi Rochayati, Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, dalam Penelitian yang berjudul “Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Rangkaian Listrik Melalui Pembelajaran Kooperatif Model STAD” November 2009.

9

Isriani Hardini,S.S.,M.A, Strategi Pembelajaran Terpadu, (Yogyakarta : Familia 2012) h. 144

10

Hamzah B, Nurdin, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, ( Jakarta : Bumi Aksara 2012) h.107


(20)

6

memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti mengangkat judul sebagai berikut. "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN (STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION) STAD TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV DI MI AL WASLIYAH JAKARTA TIMUR".

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan bahwa pembelajaran yang selama ini diterapkan adalah pembelajaran konvensional yang monoton, sehingga sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan digunakan/dimanfaatkan, hal ini akan berimbas pada hasil belajar siswa yang rendah bahkan kemungkinan hasil belajar siswa menurun.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penulis membatasi penelitian ini yaitu bahwa metode

Student Teams Achivement Division (STAD) dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil tes kognitif, dan materi IPA yang menjadi objek penelitian ini dibatasi hanya pada konsep Sumber Daya Alam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan masalah yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan melalui pertanyaan, yaitu: Adakah pengaruh metode


(21)

7

pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD) terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Student Teams Achivement Divison (STAD) terhadap hasil belajar IPA siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

peneliti tentang penelitian pendidikan dan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehdupan nyata setelah menyelesaikan studinya.

2. Bagi guru, mata pelajaran khususnya IPA, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan pendekatan metode STAD dalam pembelajaran yang lebih aktif dan efektif.

3. Bagi siswa, diharapkan dapat belajar secara aktif dan efektif dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPA di MI.


(22)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR,

DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Kooperatif

Menurut pendapat Eggen, dkk pembelajaran kooperatif adalah sekumpulan strageti mengajar yang digunakan guru agar saling membantu dalam mempelajari sesuatu, oleh karena itu belajar kooperatif juga

dinamakan “belajar teman sebaya”.1

Sedangkan menurut Abdul Majid dalam bukunya “Strategi

Pembelajaran” mengemukakan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.2

Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning, karena mereka telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut sebagai

cooperative learning, Pembelajaran Kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antar peserta didik itu sendiri.3

1

Eggen dan Kauchak (Sunaryo). Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara 2006)

2

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2013) h. 174-175

3


(23)

9

Nurul Hayati berpendapat bahwa Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam system belajar kooperatif, siswa belajar kerja bersama anggota lainnya.4

Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur, semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

Sementara itu menurut Wina Sanjaya, model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya

tujuan yang harus dicapai.5

Sementara menurut Anita Lie dalam Cooperative Learning, model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya

menekankan kerjasama.6

4 Fadhly. MD.I. “Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw” diambil dari

Http.//sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/modeljigsaw.pdf

5

Wina Sanjaya “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan). (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2008)

6

Anita Lie.”Cooperative Learning (Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas). (Jakarta: Grasindo 2007)


(24)

10

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengerjakan materi yang kompleks dan dapat membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antara manusia, misalnya membuat siswa menghargai perbedaan dan keberagaman. Selain itu, model pembelajaran koperatif juga dapat memotivasi seluruh siswa untuk belajar dan membantu saling belajar, berdiskusi, berdebad, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan, memanfaatkan energi sosial siswa, saling mengambil tanggung jawab, belajar menghargai satu sama lain dan dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa memiliki 2 tanggung jawab yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar.

2. Pengertian Model Pembelajaran (STAD)

Abdul Majid dalam bukunya yang berjudul “Strategi Pembelajaran

Kooperatif” mengemukakan bahwa, pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achivement Division) dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan model pembelajran kooperatif yang paling sederhana. Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen, sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dan dua orang berkemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.7

Menurut Erman Suherman STAD mrupakan, Pembelajaran kooperatif dalam suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sentral tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.8

7 Ibrahim, Muslimin, dkk. ”Pembelajaran Kooperatif”. (Surabaya : University Press 2006)

8

Erman Suherman. “Strategi Pembelajaran Kontemporer” ( Bandung: JICA –Universitas Pendidikan Indonesia 2003)


(25)

11

Selanjutnya menurut Pradyo Wijayanti, STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok belajar heterogen beranggotakan 4-5 orang siswa dan setiap siswa saling bekerja sama, berdiskusi dalam menyelesaikan tugas dan memahami bahan pelajaran yang diberikan. Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah STAD. STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pendekatan yang baik untuk guru yang baru memulai menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam kelas.9

Menurut Tutuhatunewa, bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dengan memperhatikan adanya perbedaan kemampuan akademis. Selain itu siswa saling membantu dalam memahami konsep, berdiskusi dan menyelesaikan soal atau tugas-tugas yang diberikan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat membantu guru dalam melakukan proses belajar mengajar di dalam kelas karena sifatnya yang mudah diaplikasikan dan dapat membantu siswa berinteraksi dengan teman sebayanya yang mempunyai latar belakang, jenis kelamin dan nilai akademik yang heterogen yang mengakibatkan timbulnya keaktifan dalam proses belajar yang berujung pada meningkatnya hasil belajar siswa.

a. Karakteristik pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran yang lain. Pembelajaran tersebut lebih terfokus pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah peningkatan kemampuan akademik, melalui kerja sama antar peserta didik yang satu dengan yang lain.

9Pradnyo Wijayanti. “ Pembelajaran Kooperatif STAD” (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya 2002).


(26)

12

Slavin, Awrami, dan Chambers (1996) berpendapat pembelajaran melalui kooperatif mempunyai beberapa prespektif: a) prespektif social artinya saling membantu dalam belajar atay bekerja secara tim, b) kognitif artinya adanya interaksi antara anggota untuk mengolah informasi, dan c) kolaborasi kognitif artinya setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan.

STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.10 Para guru menggunakan model pembelajran STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajaran verbal maupun tertulis.

Menurut Slavin STAD terdiri atas lima komponen utama; presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim. Secara rinci pembahasannya sebagai berikut: 11

1) Presentasi Kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang seringkali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memperhatikan selama dalam presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis individu, dan skor kuis individu mereka akan menentukan skor tim mereka.

10

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media 2009) h. 143

11


(27)

13 2) Kerja Tim

Tim terdiri dari empat atau lima yang mewakilii seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas yang dipilih secara heterogen. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kerja yang telah disediakan oleh guru sebelumnya atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengkoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

Tim adalah hal yang paling penting dalam STAD. Pada tiap pointnya, yang ditekankan adalah membuat anggota kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus melakukan yang terbaik untuk tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan bagi kinerja akademik dalam pembelajran, dan itu untuk memberikan perhatian dan saling menghargai satu sama lain agar meningkatkan hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami meterinya.

4) Skor Perbaikan Individu

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih rajin dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada


(28)

14

sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang melakukannya tanpa memberikan usaha maksimal bagi kelompoknya. Tiap siswa diberikan skor “awal” yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5) Penghargaan TIM

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk pengharagaan yang lain apabila skor rata-rata tim mencapai kriteria tertentu. Skor kelmpok siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Dalam STAD, guru berperan dalam menetapkan dengan jelas tujuan-tujuan pembelajaran, membuat keputusan mengenai penempatan siswa dan mahasiswa, menetapkan dengan jelas tugas, struktur tujuan dan kegiatan belajar siswa dan mahasiswa, memantau efektifitas kelompok belajar kooperatif dan mengintervensi untuk memberikan tugas bantuan seperti menjawab pertanyaan dan keterampilan-keterampilan tugas mengajar untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan kelompok dan interpersonal dan mengevaluasi prestasi siswa dan mahasiswa dan juga membantu diskusi –diskusi kolaborasi antar siswa dan mahasiswa satu dengan yang lain.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD

Sebelum menggunakan model pembelajran STAD terdapat langkah yang harus dilakukan. Slavin mengemukakan langkah-langkah yang terdapat dalam pembelajaran STAD adalah sebagai berikut:12

12

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media 2009) h. 149-151


(29)

15

1) Tempatkan siswa ke dalam tim yang masing-masing beranggotakan empat atau lima. Untuk menempatkan siswa tersebut, tentukan peringkat mereka mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah berdasarkan ukuran kinerja akademik tertentu (misalnya nilai masa lalu atau nilai ujian) dan bagi daftar yang sudah diberi peringkat tersebut menjadi empat kelompok, dengan menempatkan setiap siswa yang lebih ke kelompok tengah, kemudian masukan satu siswa ke masing-masing tim, sambil memastikan bahwa tim-tim tersebut sangat seimbang dalam jenis kelamin dan kesukuan.

Gambar 2.1. Penempatan pada Meja Turnamen

2) Buat lembar kerja dan ujian kecil pada pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan. Selama studi tim, tugas anggota-anggota tim tersebut ialah menguasai bahan yang disajikan dalam pelajaran dan membantu teman-teman satu tim mereka menguasai bahan tersebut. Siswa mempunyai lembar kerja atau bahan studi lainnya yang dapat mereka

A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Turnamen

1

B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Turnamen

2

Meja Turnamen

3

Meja Turnamen


(30)

16

gunakan untuk melatih kemampuan yang sedang diajarkan dan menilai diri sendiri dan taman-teman satu tim mereka.

3) Ketika memperkenalkan STAD kepada kelas, bacakan tugas-tugas tim. a) Mintalah teman-teman satu tim menyatukan meja mereka atau pindahkan ke meja tim, dan biarkan siswa sekitar 10 menit memutuskan nama tim.

b) Membagikan lembar kerja atau bahan studi lainnya.

c) Siswa dalam masing-masing tim bekerja berdua atau bertiga mengerjakan soal tersebut dan kemudian memeriksa bersama pasangannya. Apabila salah satu orang tidak dapat menjawab pertanyaan, teman satu tim siswa tersebut mempunyaui tanggung jawab menjelaskannya, apabila mengerjakan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban singkat, mereka dapat menguji satu sama lain, dengan pasangan yang saling bergiliran memegang kertas jawaban atau mencoba menjawab pertanyaan tersebut. d) Siswa tidak berhenti belajar hingga mereka yakin bahwa semua

teman satu tim akan menghasilkan 100 persen dalam ujian tersebut. e) Pastikan siswa memahami bahwa kertas kerja adalah untuk belajar bukan untuk diisi dan diserahkan. Itulah sebabnya penting bagi siswa mempunyai lembar jawabann untuk memeriksa jawaban diri sendiri dan teman satu tim mereka ketika mereka belajar.

f) Siswa menjelaskan satu sama lain bukan hanya memeriksa satu sama lain berdasarkan lembar jawaban.

g) Apabila siswa mempunyai pertanyaan mintalah mereka agar menanyakan terlebih dahulu kepada teman satu tim kelopok sebelum bertanya kepada guru.

h) Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru memantau sambil memuji tim yang bekerja dengan baik dan duduk bersama masing-masing tim untuk mendengar cara anggota-anggotanya bekerja.

4) Guru membagikan ujian tersebut atau tugas lainnya, dan memberikan siswa waktu yang memadai untuk menyelesaikannya. Jangan biarkan


(31)

17

siswa bekerja sama dalam ujian tersebut, siswa harus memperhatikan apa yang telah dipelajari sebagai individu.

5) Menghitung nilai perorangan dan tim. Nilai tim dalam STAD didasarkan kepada peningkatan anggota-anggota tim, nilai perkembangan individu dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan tabel berikut ini : 13

Tabel 2.1. Skor Perkembangan Siswa

Skor Siswa Poin

Perkembangan Lebih dari sepuluh poin dibawah skor dasar 5

10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar 10

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20

Lebih 10 poin diatas skor dasar 30

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

6) Hargai keberhasilan tim, guru yang sudah menghitung angka bagi masing-masing siswa dan menghitung nilai tim kemudian menyediakan penghargaan bagi setiap tim yang mencpai peningkatan 20 atau lebih. Penting membantu siswa menghargai keberhasilan tim, antusiasisme seorang guru terhadap nilai tim akan membantu, apabila guru memberikan lebih dari satu ujian dalam satu minggu, gabungkanlah hasil ujian tersebut ke dalam satu nilai mingguan.

c. Keunggulan Model Pembelajaran STAD

Berdasarkan pengertian dan langkah-langkah STAD di atas dapat kita rumuskan keunggulan STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut :

Tabel 2.2. Perbandingan Model Pembelajaran STAD dengan Konvensional

13

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media 2009) h. 159


(32)

18

No. Hal yang

diperbandingkan Pembelajaran Konvensional Model Pembelajaran STAD 1 Paradigma

Pembelajaran

Teacher Centered Student Centered

2 Peran Guru di Kelas Presentator awal hingga akhir Sedikit presentator diawal, selebihnya sebagai fasilitator hingga akhir pembelajaran 3 Pemerataan

pemahaman siswa

Kurang meratanya siswa yang paham dengan pembelajaran

Siswa yang paham dengan

pembelajaran lebih merata

4 Peran siswa dalam pembelajaran

Siswa lebih pasif Siswa lebih aktif 5 Dampak

pembelajaran terhadap siswa Kemampuan siswa kurang dieksplorasi Kemampuan siswa lebih tereksplorasi 6 Semangat belajar di

kelas

Tidak terjadi persaingan tim, sehingga semangat siswa dikelas belajar biasa saja

Terjadi persaingan tim, sehingga semangat belajar siswa dikelas untuk belajar lebih tinggi

Pembelajaran konvensional lebih mengutamakan guru sebagai pusat dari pembelajaran (teacher centered). Guru pun lebih banyak bergerak sebagai presentator sehingga siswa lebih pasif dan kemampuan yang mereka miliki kurang dieksplorasi, akhirnya hal ini akan berdampak pada pemerataan pemahaman siswa dengan materi ajar, dikarenakan hanya sebagian saja siswa yang akan paham, yaitu mereka yang mau belajar dengan memperhatikan, sedangkan bagi mereka yang tidak memperhatikan akan menjadi siswa yang terabaikan. Di dalam pembelajaran konvensional pun tidak memasukan persaingan tim sebagai pengangkat minat belajar pada siswa di kelas tersebut.

Hal ini berbeda sekali dengan pembelajaran pada model pembelajaran STAD yaitu pembelajaran yang lebih mengutamakan pada pembelajaran yang terpusat pada siswa (Student centered). Guru hanya


(33)

19

sebagai presentator diawal pembelajaran saja, selebihnya hanya sebagai fasilitator hingga akhir pelajaran, sehingga siswa lebih aktif dan lebih mengeksplorasi kemampuan dirinya dalam kelompok dan hal ini akan berdampak pada pemerataan pemahaman pada siswa di kelas, dikarenakan di dalam model pembelajaran STAD terdapat persaingan tim yang akan membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar di kelas dan saling mengajarkan kepada teman satu kelompoknya agar paham dengan materi ajar saat itu. Inilah yang menjadi keunggulan model pembelajaran STAD dalam pembelajaran di kelas dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktifitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behaviora change) pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor sepeerti: bahan yang dipelajari, instrumen, lingkungan dan kondisi individu si pelajar.14

Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya.Untuk lebih memahami pengertian belajar, berikut ini dikemukakan secara ringkas pengertian dan makna belajar menurut pandangan para ahli pendidikan dan psikologi.

a) Belajar Menurut Pandangan Skinner

Belajar menurut B.F. Skinner dalam dalam Dimyati dan Mudjiono adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya

14

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.225


(34)

20

menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

Pertama, kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar. Kedua, respons pembelajar itu sendiri.Ketiga,

konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.Sebagai ilustrasi perilaku respons yang baik diberi hadiah.Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.15

b) Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagne

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut Robert M. Gagne seperti yang dikutip Dimyati dan

Mudjiono, “belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil

belajar berupa kapabilitas.. Setelah belajar orang memiliki

keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai”.16

, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh:

1.)Stimulasi yang berasal dari lingkungan.

2.)Proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar, setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai, Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak-anak demikian juga dewasa, dapat mengingat kembali kata-kata yang telah didengar atau dipelajarinya.

c) Belajar Menurut Pandangan Piaget

Jean Piaget dengan seorang psikologi Swiss dalam Hamzah

berpendapat bahwa, “bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari 3 tahapan, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi

15

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), Cet. Ke-5, hlm. 9

16


(35)

21

(penyeimbang)”.17

Berikut adalah penjelasan tentang tiga proses belajar kognitif anak yaitu:

1) Proses “assimilation” dalam proses ini menyesuaikan atau

mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui.

2) Proses “accommodation” yaitu anak mengasuh dan

membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga imformasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Piaget melihat perkembangan kognitip tersebut sebagai hasil perkembangan saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui. Asimilasi tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah lalu.

3) Poses “equilibration” adalah penyesuaian berkesinambungan antara tahap asimilasi dan akomodasi.

d) Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers

`Menurut pandangan Carl R Rogers (ahli psikoterapi) seperti yang dikutip oleh Saiful praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar.Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghapalkan pelajaran. Alasan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran adalah: i. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar

siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. ii. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. ii. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan

bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

17

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. Ke-4, h. 10


(36)

22

iii. Belajar yang bermakna bagi masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan perubahan diri terus menerus.

iv. Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.18

e) Belajar Menurut Pandangan Bandura

Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura

seperti yang dikutif Trianto, “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku

orang lain”.19

Seseorang pembelajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada pembelajar tersebut untuk mengeksperikan tingkah laku yang dipelajarinya.

Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura dalam Trianto mengklasifikasikan empat fase pembelajaran pemodelan tersebut, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi.20 Berikut adalah pemaparan empat fase tersebut:

1.)Fase atensi. Fase atensi adalah fase memberikan perhatian pada suatu model. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian pada kepada bagian-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan

18

Ibid., hlm. 29.

19

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 30-31

20


(37)

23

materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting, atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan pembelajaran.

2.)Fase retensi. Pada fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Dalam pembelajaran guru dapat menyediakan waktu pelatiahan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran baik secara fisik maupun secara mental.

3.)Fase reproduksi. Pada fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan imdividu.

4.)Fase motivasi. Pada fase ini pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Aflikasi fase ini dalam pembelajaran sering berupa pujian atau pemberian nilai.

f) Belajar Menurut Pandangan Vygotsky

Teori belajar menurut Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran. Menurut teori ini dalam Trianto,

“proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan

zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan

sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini”.21

Dengan demikian teori belajar ini yakin bahwa fungsi mental lebih tinggi

21 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 27


(38)

24

pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu itu tersebut.

Menurut Trianto, “satu lagi yang penting dari Vyotsky

adalah scaffolding, yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah

anak dapat melakukannya”.22

Dengan demikian dalam proses pembelajaran teori ini mengharuskan kepad guru untuk memberikan tugas kepasa siswa tugas-tugas yang kompleks, sulit dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu.

g) Belajar Menurut Pandangan David Ausubel

Menurut Trianto, “inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaikannya informasi baru pada konsep-konsep yang

relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”.23 Berdasarkan teori ini, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, maka siswa dalam mengatasi atau menjawab permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

Arti penting belajar menurrut Ensiklopedia belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu.Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan

22

Ibid., hlm. 27

23

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. Ke-3, hlm. 37


(39)

25

secara aktif oleh pembelajar.Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan.Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajaryang berhasil dipelajari, kemudian dikeluarkan kembali oleh pembelajar.Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor. Reseptor-reseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami transformasi. Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersebut.

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforceent. Mereka adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh instight untuk pemecahan masalah.Jadi kaum kognitif berpandangan bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan pada stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.


(40)

26

Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekan, mengabaikan respon-respon yang lain guna mencapai tujuan. Para psikologi kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya sangat menentukan terhadap perolehan belajar.Salah satu teori belajar dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.

b. Masalah-masalah Belajar

Menurut Abdul Majid dalam bukunya, masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seseorang murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tersebut itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.Pada dasarnya masalah-masalah belajar dapat digolongkan atas :24

a)Sangat cepat dalam belajar, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki bakat akademik yang cukup tinggi, memiliki IQ 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana. b)Keterlambatan akademik, yaitu murid-murid yang tampaknya

memiliki intelegensi normal tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara baik.

24

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.226-227


(41)

27

c)Lambat belajar, yaitu murid-murid yang tampak memiliki kemampuan yang kurang memadai. Mereka memiliki IQ sekitar 70-90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bantuan khusus.

d)Penempatan kelas, yaitu murid-murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat-minat sosial yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.

e)Kurang motif dalam belajar, yaitu murid-murid yang kurang semangat dalam belajar, mereka tampak jera dan malas.

f) Sikap dan kebiasan buruk, yaitu murid-murid kegiatan atau perbuatan belajarnya berlawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya seperti suka marah, menunda-nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja.

g)Kehadiran di madrasah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajarnya.

c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimayanti dan Mudjiono, Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar baik dengan ulangan maupun tes. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pembelajaran dalam periode tertentu dan merupakan puncak dari proses belajar.25

Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar menurut penulis merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan prilaku setelah mengikuti proses pembelajaran berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hasil belajar itu akan diukur dengan sebuah tes.

25


(42)

28

Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Menurut Nana Sudjana (2006:22) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Oemar Hamalik berpendapat bahwa, Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan lain sebagainya.26

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley

membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar membaginya membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.27

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya,

26

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, h. 155

27

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2009) hal.22-23


(43)

29

karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Sedangkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu hasil belajar yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses interaksi pembelajaran mata pelajaran IPA.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah yang secara garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa.

Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa (Eksternal) terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental; sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Internal) adalah berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa.

a) Faktor-Faktor Lingkungan

Faktor luingkungan siswa ini dapat dibagui menjadi dua bagian yakni : Faktor lingkungan alam/non sosial dan faktor lingkungan sosial.

Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alami ini ialah seperti : keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat letak gedung sekolah, dan sebagainya.

Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan presentasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar.

b) Faktor-Faktor Instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum /materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.


(44)

30

c) Faktor-Faktor Kondisi Internal Siswa

Faktor kondisi siswa ini sebagaimana telah diuraikan di atas ada dua macam yaitu kondisi fisiologis siswa dan kondisi psikologis siswa.

Faktor kondisi fisiologis siswa terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.

Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor minat, bakat, intelegensi, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan presepsi, ingatan, berfikir, dan kemampuan dasar pengetahuan (bahan appersepsi) yang dimiliki siswa.28

Menurut Abdul Majid, dalam bukunya yang berjudul

“Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi

Guru” pada dasarnya masalah itu dapat terjadi oleh berbagai faktor

dan dapat digolongkan atas : Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga dan faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah.29

a. Faktor yang bersumber dari murid: (1) Tingkat kecerdasan rendah, (2) Kesehatan sering terganggu, (3) Alat penglihatan dan pendengaran kurang berfungsi dengan baik, (4) Ganguan alat preseptual, (5) Tidak menguasai cara-cara belajar yang baik.

b. Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga: (1) Kemampuan ekonomi keluarga kurang memadai, (2) Anak kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan dari

28

Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 2010) hal.59-60

29

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.232-238


(45)

31

orangtua (3) Harapan orangtua terlalu tinggi terhadap anak, (4) Orang tua pilih kasih terhadap anak.

c. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah/Madrasah dan masyarakat: (1)membantu murid dalam mengatasi masalah belajar, (2) Program perbaikan, bagaimana cara yang ditempuh dan materi dan waktu pelaksanaan program perbaikan

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar individu. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tidak hanya berkaitan dengan proses belajar saja, tetapi juga faktor lain yang bisa membawa dampak terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.

e. Pengaruh Metode Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar

Pembelajaran kooperatif, salah satu model pembelajaran yang saat ini mendapatkan perhatian karena mengingat jangkauannya bukan hanya membantu siswa untuk belajar dari segi akademik namun juga belajar dari segi keterampilan dan juga melatih siswa untuk tujuan-tujuan hubungan sosial dimana model pembelajaran ini memfokuskan pada pengaruh-pengaruh pengajaran seperti pembelajaran akademik khususnya menumbuhkan penerimaan antar kelompok serta keterampilan sosial antar kelompok.

Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Sebagai tambahan terhadap gagasan tentang kerja kooperatif, metode Student Team Learning (Pembelajaran Tim Siswa) PTS menekankan penggunaan tujuan-tujuan tim dan sukses tim, yang hanya akan dapat dicapai apabila semua anggota tim bisa belajar mengenai


(46)

32

pokok bahasan yang telah diajarkan. Oleh sebab itu, dalam metode PTS tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.30

Student Team Achievement Division (STAD), dalam STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan lagi untuk saling membantu.31

STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah lain, dan telah digunakan mulai dari siswa kelas dua sampai perguruan tinggi. Metode ini paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin para timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim nya untuk mempelajari materinya. Mereka harus saling mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran.

Meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan kuis. Tiap siswa harus tau meterinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan

30

Robert E. Slavin., Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media : Juli 2009) hal.10

31


(47)

33

baik satu sama lain, karena satu-satu nya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan.32

Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama secara kreatif. Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di berbagai bidang studi atau mata pelajaran, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkrit

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gul Nazir Khan dan Dr Muhammad Hafiz Inamullah, Institut Pendidikan dan Penelitian, Universitas Peshawar, Pakistandengan judul “Pengaruh Team Achievement Division Mahasiswa (STAD) padaPrestasi Akademik Mahasiswa” menunjukan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar siswa,Temuan penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara kelompok dalam hal kinerja mereka di posttest tidak signifikan.Akibatnya, model pembelajaran Student Teams Achivement Division (STADseharusnya digunakan sebagai teknik pembelajaran untuk pengajaran kimia untuk kelas -12, terlepas dari nilai siswa.33

Penelitian lain oleh Adeneye Olarewaju Adeleye Awofala, Alfred Olufemi Fatade, Samuel Adejare Ola-Oluwamenunjukan terdapatnya pengaruh penggunaan model belajar STAD terhadap hasil belajar siswa,

dengan judul “Achievement in Cooperative versusIndividualistic

Goal-Structured Junior SecondarySchool Mathematics Classrooms in Nigeria”,

Temuan ini menguatkanmengenai efektivitas daristruktur insentif dan tugas yang terkait dengan STAD / TGT,keduanya memerlukan studi

32

Ibid, hal.12

33

Gul Nazir Khan dan Dr Muhammad Hafiz Inamullah, “Pengaruh Team Achievement Division Mahasiswa (STAD) padaPrestasi Akademik Mahasiswa” www.ccsenet.org / assIlmu Sosial AsiaDiterbitkan oleh Pusat Kanada Sains dan Pendidikan, Vol. 7, No 12, Desember 2011


(48)

34

kelompok dan penghargaan kelompok bagi individubelajar. Bagi merekapembelajaran kooperatif memberikan lebih banyak ruang dan kesempatan untuksiswa untuk berdiskusi, memecahkan masalah, menciptakan solusi, memberikanide dan saling membantu. 34

Penelitian lain dilakukan oleh Rinda Warawudhi, Fakultas Humaniora dan Ilmu Sosial, Burapha University, Chon Buri, Thailand. Dengan judul English Reading Achievement:Student Teams-Achievement Division (STAD) vs.Lecture Method for EFL Learners, Setelah menganalisis respon siswa dari Kelompok belajar STAD, hasil menunjukkan bahwa siswa tersebut menikmati metode ini pembelajaran menjadi aktif. Dapat disimpulkan bahwa metode STAD dapat mendorong keterlibatan kelas siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa dan sikap terhadap belajar bahasa Inggris, dan meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelasbaik dalam hal interaksi antara siswa sendiri dan antara siswa dan guru mereka.35

Penelitian lain dalam artikel yang ditulis oleh Haroun Siregar yang

berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk

meningkatkan aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran

Kimia” yang dilakukan di SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun 2012/2013

menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa.36

34

Adeneye Olarewaju Adeleye Awofala, Alfred Olufemi Fatade, Samuel Adejare Ola-Oluwa, “Pengaruh Team Achievement Division Mahasiswa (STAD) padaPrestasi Akademik Mahasiswa” dalam International Journal of Tren Matematika dan Teknologi-ISSN: 2231-5373 http://www.internationaljournalssrg.org, Volume3 Issue1-2012

35

Rinda Warawudhi, Fakultas Humaniora dan Ilmu Sosial,Burapha University, Chon Buri, Thailand. English Reading Achievement:Student Teams-Achievement Division (STAD) vs.Lecture Method for EFL Learner,Journal of Institutional Research South East Asia, Volume 10 Number 1 May/June 2012.

36Haroan Siregar, “Penerapan Model Pembelajran Kooperatif Tipe STAD untuk

Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa SMA pada Pembelajran Kimia” dalam Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Volume 2, nomor 1, Juni 2013. h. 40-52


(49)

35 B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Sebelum meneliti tentunya peneliti mencari terlebih dahulu penelitian-penelitian terdahulu mengenai pembelajaran kooperatif maupun model pembelajaran STAD, agar penelitian yang akan dilakukan memiliki dasar pemikiran yang cukup kuat. Dengan pertimbangan di atas maka peneliti menuliskan berbagai penelitian terdahulu antara lain :

1. Penelitian lain oleh Asneli Lubis dalam artikel “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Materi Pokok Gerak Lurus” menjunjukan bahwa pengaruh model STAD dalam pembelajaran gerak lurus pada siswa kelas X di SMA Swasta UISU Medan tahun ajaran 2010/2011 terdapat pengaruh yangsignifikan pada penggunaan model STAD terhadap hasil belajar fisika siswa pada materi pokok gerak lurus.37

2. Penelitian lain oleh Retelit Lubis dalam artikel “Meningkatkan Aktifitas Siswa Melalui Model Pembelajaran Tipe STAD untuk Menumbuhkan Sikap Kritis Siswa SMA Negeri di Medan” yang dilakukan pada kelas XI -I SMA Negeri 16 Medan, disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada kelas model dan kelas guru dengan menerapkan perangkat pembelajaran berbasis konstruktivisme melalui model STAD sebesar 72,8, aktifitas belajar siswa pada SMA N 16 dikategorikan aktif yaitu termasuk kategori penilaian aktif dengan rata-rata 71,3.38

3. Penelitian lain oleh N.D. Muldayanti dalam Jurnal Pembelajaran Biologi Model STAD dan TGT Ditinjau dari Keingintahuan dan Minat Belajar

Siswa” penelitian dilakukan pada kelas VIII A sampai VIII F MTsN Nogosari Boyolali, disimpulkan bahwaTerdapat interaksi antara metode STAD dan TGT dengan keingintahuan terhadap prestasi belajar materi sistem pencernaan makanan. Penerapan metode STAD dan TGT,

37Asneli Lubis, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Gerak Lurus” dalam Jurnal Pendidikan Fisika, Volume 1, nomor 1, Juni 2012. H. 27-32

38Retelit Tarigan, “Meningkatkan Aktifitas Siswa Melalui Model Pembelajaran Tipe STAD untuk Menumbuhkan Sikap Kritis Siswa SMA” dalam Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, Volume 4, nomor 1, Juni 2012. h. 19-24


(50)

36

keingintahuan tinggi atau rendah, dan minat belajar tinggi dan rendah mempengaruhi prestasi, dan memberikan interaksi secara bersamaan da-lam meningkatkan prestasi belajar.39

4. Penelitian lain dilakukan oleh Suherman dalam artikel “Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Fisika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement

Divisions di SMA N STABAT” penelitian dilakukan pada siswa XI IA-1 SMA Negeri 1 Stabat, berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa menggunakan Metode pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkat setiap siklusnya. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran FIsika di kelas XI IA-1 SMA Negeri 1 stabat.40

5. Penelitian lain dilakukan oleh Armani, dengan judul penelitian

“Peningkatan Aktivitas Belajar Peserta Didik Melalui Model Kooperatif

Tipe STAD pada Pembelajaran IPA di SD” peneliti dapat mengambil kesimpulan secara umum bahwa dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belaja peserta didik di kelas VB Sekolah Dasar Negeri 36 Kecamatan Pontianak Selatan.41

C. Kerangka Berfikir

Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa

39

N.D Muldayanti, “Pembelajaran Biologi Model STAD dan TGT Ditinjau dari

Keingintahuan dan Minat Belajar Siswa” dalam Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, JPII 2 (1) (2013) h. 12-17

40

Suherman, “Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Fisika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions di

SMA N STABAT” dalam Jurnal Pendidikan Fisika, Volume 1. Nomor 2, Des 2012 41

Armani, “Peningkatan Aktivitas Belajar Peserta Didik Melalui Model Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran IPA di SD” , Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 2, No.7 Juli 2012


(51)

37

dengan informasi-informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang maha tahu dan sumber informasi. Buruknya lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar hasil belajar yang tinggi.

Nampaknya perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara guru. Sudah semestinya kegiatan pembelajaran untuk lebih mempertimbangkan siswa. Selain itu arus proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur seperti sistem pembelajaran kooperatif. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa dituntut untuk lebih aktif.

Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini secara aktif mereka menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi mata pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak cuma mental tetapi melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

Pada model cooperative learning Tipe STAD siswa akan diajak untuk berperan aktif dalam mengembangkan pemahaman mengenai Ilmu Pengetahuan Alam melalui diskusi, siswa pun akan diajak untuk melihat langsung bagaimana gambaran nyata pada bahasan IPA itu, baik melalui demonstrasi maupun media pembelajaran lain yang berbentuk presentasi. Dalam model cooperative learning Tipe STAD ini, peran guru akan lebih banyak sebagai fasilitator, moderator dan sedikit presentator di awal.


(52)

38

Berdasarkan uraian di atas, diduga hasil belajar IPA akan berbeda antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada kelas IV di MI.

Gambar : 2.2 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian Kondisi

Awal Guru :

Belum Menerapkan

Aktifitas Siswa Rendah Hasil Belajar Siswa

Rendah

Tindakan

Guru : Menerapkan Model Pembelajaran STAD

Guru : Menerapkan Model

Pembelajaran Konvensional

Aktifitas Siswa Rendah Hasil Belajar Siswa

Rendah

Aktifitas Siswa Rendah Hasil Belajar Siswa

Rendah

Kondisi yang diharapkan : Aktifitas Siswa tinggi

Dan

Hasil Belajar Siswa

mencapai KKM memenuhi ketuntasan klasikal


(53)

39 D. Hipotesis Penelitian

Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar IPA pada materi Sumber Daya Alam.


(54)

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan April 2013 pada semester 2, tahun ajaran 2012/2013, di MI Al-Washliyah Jakarta Timur, Jl. Pondok Kopi Timur RT.08 Rw11 No.1 Kel. Pondok Kopi Kec. Duren Sawit Jakarta Timur.

B. Metode Penelitian 1. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen yang bertujuan memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya. Dalam penelitian ini peneliti ingin menyelidiki pengaruh penerapan model STAD terhadap hasil belajar IPA Siswa dengan cara menerapkan satu kondisi perlakuan kepada satu kelompok eksperimen dan memperbandingkan hasilnya dengan satu kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.1

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah non-equivalent control group design. Pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara rendom. 2

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan

(Metode Belajar)

Postes

Eksperimen T1 STAD T2

Kontrol T1 KONVENSIONAL T2

1

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2005) h. 38

1

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung:Alfabeta 2009), h.79


(55)

41

Prosedur Penelitian :

a. Memilih sampel dari populasi

b. Menggolongkan sampel menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan X, yakni model cooperative learning tipe STAD, dan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan X yakni menggunakan pembelajaran yang biasa guru lakukan disekolah tersebut

c. Memberikan pre-test (T1) kepada kedua kelompok.

d. Mempertahankan semua kondisi untuk kedua kelompok agar tetap sama, kecuali pada satu hal yaitu kelompok eksperimen dikenai perlakuan X, untuk jangka waktu tertentu.

e. Memberikan postes (T2) kepada kedua kelompok.

f. Menghitung nilai pretes dan postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

g. Tetapkan tes statistik yang cocok untuk menentukan apakah perbedaan ini signifikan, yaitu cukup besar untuk menolak hipotesis nol.

Pada kelompok eksperimen akan digunakan sistem belajar dengan menggunakan model STAD. Sedangkan pada kelas kontrol akan digunakan sistem belajar yang digunakan guru selama ini di sekolah tersebut yaitu presentasi dan ceramah. Sehingga akan terlihat pengaruh model STAD di sekolah tersebut sebagai sekolah yang diteliti.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV di MI Alwasliyah Jakarta Timur

0 9 147

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Efektifitas pembelajaran akidah akhlak pada siswa kelas IV di madrasah ibtidaiyah Alhikmah Kalibata Jakarta Selatan

3 17 78

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE Student Teams Achivement Division (STAD) TERHADAP PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN AKUNTANSI SISWA

0 4 218