Untuk variabel tingkat pendidikan memiliki hubungan positif dengan pendapatan usaha domba. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah petani
menyerap pengetahuan atau akses informasi mengenai pemeliharaan domba. Hal ini secara keseluruhan akan meningkatkan pendapatan usaha domba. Demikian
juga halnya dengan variabel umur memiliki hubungan positif dengan pendapatan usaha domba, namun tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen.
5.1.4. Hasil Pendugaan Blok Pengeluaran
Blok pengeluaran terbagi dalam dua persamaan yaitu pengeluaran pangan dan non pangan rumahtangga. Nilai R-square pada persamaan pengeluaran
pangan dan non pangan masing-masing 41.95 dan 60.172 persen, cukup baik menjelaskan keragaman variabel endogen masing-masing persamaan.
5.1.4.1. Persamaan Konsumsi Pangan Rumahtangga
Hasil pendugaan persamaan konsumsi pangan rumahtangga memiliki tanda parameter dugaan yang sesuai dengan yang diharapkan. Secara rinci hasil
pendugaan parameter disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Pangan Rumahtangga Variabel
Parameter dugaan Pr
│t│ Elastisitas
Intersep 1.825124
0.1409 Umur
0.037727 0.085
0.00724702 Pendapatan rumahtangga
0.19574 .0001
0.14019525 Jumlah tanggungan keluarga
0.546532 0.001
1.30931157 Dummy petani
0.332948 0.4885
Nilai F 23.12
R-square 0.41949
Keterangan: Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen Signifikan pada taraf nyata α = 10 persen
Berdasarkan Tabel 27 diperoleh bahwa faktor-faktor yang nyata mempengaruhi konsumsi pangan rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga,
jumlah tanggungan keluarga dan umur responden. Pendapatan rumahtangga memberi pengaruh positif, dimana semakin besar pendapatan rumahtangga, maka
semakin besar juga pengeluaran untuk konsumsi. Jumlah tanggungan keluarga nyata mempengaruhi konsumsi pangan pada
taraf nyata 5 persen. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Asih 2008 dan Priyanti 2007, bahwa jumlah anggota keluarga nyata mempengaruhi konsumsi
pangan rumahtangga. Konsumsi pangan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi rumahtangga. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi
besar kecilnya konsumsi pangan rumahtangga, yang berarti apabila jumlah anggota keluarga bertambah, maka konsumsi pangan juga meningkat.
Usia petani nyata berpengaruh pada taraf 10 persen terhadap konsumsi pangan rumahtangga. Semakin meningkat usia seseorang maka konsumsi pangan
akan meningkat. Apalagi kondisi petani di lokasi penelitian memang dalam masa- masa produktif yaitu rata-rata berada pada usia 46 tahun. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan Ehrenberg dan Smith 2003 dalam Margono 2005, bahwa pada usia anak-anak konsumsi seseorang akan rendah dan ketika beranjak dewasa
kondisi ini menjadi sebaliknya. Jika dilihat dari dummy petani, maka konsumsi pangan rumahtangga akan
lebih meningkat pada petani yang menerima kredit. Hal ini terkait dengan pendapatan rumahtangga pada petani kredit yang lebih besar dibandingkan petani
non kredit. Namun variabel ini memiliki pengaruh yang tidak nyata.
5.1.4.2. Persamaan Konsumsi Non Pangan Rumahtangga
Konsumsi non pangan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk kebutuhan primer selain pangan seperti pakaian, pendidikan, kesehatan dan
pengeluaran untuk biaya-biaya sosial kemasyarakatan. Hasil pendugaan persamaan konsumsi non pangan rumahtangga juga memiliki tanda parameter
dugaan yang sesuai dengan yang diharapkan. Hasil pendugaan parameter yang mempengaruhi konsumsi non pangan rumahtangga disajikan pada tabel 28.
Tabel 28. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Non
Pangan Rumahtangga Variabel
Parameter dugaan Pr
│t│ Elastisitas
Intersep -0.35921
0.5927 Pendapatan rumahtangga
0.298319 .0001
0.07575 Jumlah anak sekolah
0.383234 0.1273
0.82123 Jumlah tanggungan keluarga
0.376014 0.0205
0.31936 Konsumsi pangan
-0.27441 0.0222
-0.09728 Tingkat pengembalian kredit
-0.00015 0.9884
-0.00001 Pajak
-0.00471 0.0116
-0.00013 Dummy petani
-0.32216 0.5564
Nilai F 26.97
R-square 0.60169
Keterangan: Signifikan pada taraf nyata α = 5 persen Signifikan pada taraf nyata α = 15 persen
Berdasarkan Tabel 28 diperoleh bahwa variabel penjelas yang nyata berpengaruh terhadap konsumsi non pangan rumahtangga adalah pendapatan
rumahtangga, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak sekolah, konsumsi pangan rumahtangga dan pajak. Pendapatan rumahtangga berpengaruh positif
terhadap konsumsi non pangan rumahtangga. Besarnya pendapatan yang diterima akan berdampak pada besarnya kemampuan rumahtangga dalam memenuhi
kebutuhan rumahtangga baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Hal ini disebabkan dalam memenuhi kebutuhan, rumahtangga akan memilih kebutuhan
yang lebih prioritas yakni kebutuhan akan bahan pangan. Jika pendapatan mengalami peningkatan, maka prioritas pemenuhan kebutuhan pun menjadi lebih
luas, sehingga tidak hanya kebutuhan pangan yang dipenuhi tetapi juga non pangan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Asih 2008 bahwa terdapat
hubungan positif yang nyata antara pendapatan rumahtangga dengan konsumsi non pangan.
Demikian juga halnya dengan konsumsi pangan rumahtangga berpengaruh negatif, hal ini berkaitan dengan masalah prioritas kebutuhan mana yang utama.
Asih 2008 juga menyatakan bahwa rumahtangga dalam hal ini akan memprioritaskan kebutuhan yang utama sehingga besarnya konsumsi pangan akan
turut mempengaruhi besar kecilnya kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan non pangan. Tidak berbeda dengan variabel konsumsi pangan, variabel
pajak memberikan pengaruh negatif juga terhadap konsumsi non pangan rumahtangga. Artinya semakin besar pendapatan yang disisihkan untuk pajak,
maka pengeluaran konsumsi non pangan akan semakin dikurangi. Mengingat salah satu komponen konsumsi non pangan adalah pengeluaran
untuk sekolah maka jelas bahwa jumlah anak sekolah memberi pengaruh positif yang sangat nyata terhadap konsumsi non pangan karena biaya untuk keperluan
sekolah bertambah. Variabel jumlah tanggungan keluarga juga memberi pengaruh positif terhadap konsumsi non pangan. Semakin banyak jumlah tanggungan
keluarga semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga konsumsi non pangan pun meningkat.
Variabel tingkat pengembalian kredit memberi pengaruh negatif terhadap konsumsi non pangan, tapi tidak nyata pada taraf 5 dan 20 persen. Semakin besar
kredit yang dikembalikan, belum tentu mengurangi konsumsi non pangan. Hal ini mengingat bahwa kredit yang dikembalikan bukan dalam bentuk uang tetapi
dalam bentuk ternak sehingga pengaruhnya tidak terlalu nyata.
5.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit