dalam bentuk bunga ataupun bentuk lain. Kepercayaan dalam pemberian kredit hanya akan timbul apabila suatu usaha mampu menunjukkan kemandiriannya,
artinya mampu mengerjakan sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri. Dengan demikian, kredit seharusnya dianggap sebagai pendukung bukan penopang
berdirinya usaha. Dalam hal ini jelas kiranya dari segi usaha, kredit hanyalah merupakan salah satu faktor dari kombinasi faktor-faktor produksi yang harus
secara bersama-sama mensukseskan suatu usaha. Dalam kredit terdapat juga unsur prestasi yaitu objek kredit itu sendiri baik
uang, barang maupun jasa, dan unsur waktu yang mengandung pengertian nilai uang yang ada sekarang dan nilainya pada masa mendatang. Akibat dari unsur
waktu terdapat suatu tingkat resiko yang harus dihadapi. Semakin lama kredit diberikan maka semakin tinggi pula tingkat resikonya, hal ini tidak terlepas dari
unsur ketidakpastian di masa mendatang yang akhirnya menyebabkan munculnya jaminan dalam pemberian kredit Suyatno et al., 1999 dalam Thamrin, 2002.
2.1. Teori Pasar Kredit
Menurut Jaffee dan Stiglitz 1990 dalam Nuryartono 2005, teori permintaan kredit berbeda dengan teori permintaan barang dalam pasar pada
umumnya. Pada pasar barang, untuk memenuhi permintaan dan penawaran barang, harga barang akan melakukan penyesuaian. Jika permintaan barang
tertentu meningkat maka harga barang tersebut akan naik dan jumlah persediaan barang akan meningkat. Sebaliknya dalam pasar kredit, jika terjadi kelebihan
permintaan kredit, maka terdapat keterbatasan untuk memenuhi peningkatan permintaan tersebut. Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit,
jika permintaan kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan
peningkatan jumlah pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Faktor resiko merupakan salah satu faktor yang membedakan permintaan kredit
dan permintaan barang, dimana dalam permintaan kredit resiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit. Rendahnya pengembalian kredit dapat menyebabkan
kredit macet sehingga untuk menghindari resiko tersebut diperlukan jaminan sebagai alat pengaman bila penerima kredit tidak dapat melunasi kreditnya.
Dalam pengembalian pinjaman akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku. Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat pengembalian
yang diharapkan atas suatu kredit dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Peningkatan suku bunga yang dibebankan tidak didasarkan pada peningkatan dan
penurunan jumlah permintaan, tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti ekonomi dan politik. Pada titik R, tidak ada insentif bagi bank untuk
meningkatkan suku bunga karena tingkat pengembaliannya akan menurun. Oleh karena itu bank tidak akan mengenakan suku bunga di atas R sehingga
diharapkan pengembalian pinjaman akan maksimal. Pada Gambar 1 terlihat tingkat pengembalian kredit ditandai dengan kurva menurun jika dikenakan suku
bunga di atas suku bunga R.
Gambar 1. Hubungan Pengembalian Kredit dengan Tingkat Suku Bunga Tingkat
pengembalian
R Tingkat suku bunga
Sumber: Jaffee dan Stiglitz, 1990 dalam Nuryartono, 2005
Interaksi antara permintaan dan penawaran memimpin ke arah suatu kondisi keseimbangan Gambar 2. Jika permintaan berada pada kurva LD
1
, dan persediaan berada pada kurva LS, maka tingkat bunga nominal berada pada R
1
. Apabila jumlah permintaan meningkat dan bergeser ke kurva LD
2
, maka akan menunjuk pada kondisi dimana kurva penawaran dan permintaan tidak saling
tumpang tindih. Dalam kondisi seperti ini keseimbangan pasar kredit akan memberlakukan pemberian pinjaman yang terbatas ditandai oleh tingkat bunga
nominal pada titik R dan tidak ada laba untuk pihak bank.
Gambar 2. Interaksi Permintaan dan Penawaran ke Arah Keseimbangan Kredit Menurut Asih 2008, pada dasarnya sumber permodalan usaha berasal
dari modal sendiri dan modal dari luar dalam bentuk pinjaman atau kredit. Kredit sebagai modal usaha secara tidak langsung mencerminkan bahwa kredit terpaut
dalam kegiatan produksi, yaitu berperan dalam pengadaan faktor-faktor produksi. Tambahan modal dari kredit, dalam beberapa hal dapat mengembangkan kegiatan
peternak dalam usaha produksinya. Terhadap program perkreditan, petani dapat memandangnya sebagai volume effect yaitu pinjaman petani untuk memperbesar
LD
1
R
1
R LS
LD
2
Keseimbangan kelebihan permintaan
Tingkat suku bunga Volume
kredit
Sumber: Freixas dan Rochet, 1998 dalam Nuryartono, 2005
modal tetap fixed cost. Hal ini berarti bahwa peternak menggunakan kredit ternak ke arah pemanfaatan yang lebih baik, sehingga akan menambah
kemampuan produksinya. Pemerintah dalam memberikan penawaran supply kredit bermaksud
untuk mendorong menghasilkan produksi ternak yang lebih banyak. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa rendahnya produksi yang dicapai selama ini karena
rendahnya tingkat pemilikan modal untuk membeli input produksi. Selama penggunaan input masih berada pada tingkat produksi rata-rata yang meningkat,
maka input masih dapat ditingkatkan sampai produk rata-rata mulai menurun dan produk marjinal lebih besar dari nol, yaitu di daerah pada tingkat usaha yang
rasional. Adanya kredit domba yang digunakan sebagai tambahan input produksi
berarti mampu menggunakan input bibit yang lebih baik. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya fungsi produksi ke atas yaitu dari t
1
menjadi t
2
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Sumber: Mankiw, 2003 Gambar 3. Pengaruh Penambahan Modal terhadap Fungsi Produksi
Dengan demikian, dapat dianalogkan bahwa peningkatan fungsi produksi akan meningkatkan penerimaan total. Namun meningkatnya penerimaan total
belum tentu akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh, hal ini disebabkan adanya biaya yang harus dikeluarkan sehubungan dengan kredit seperti cicilan
kredit, dan biaya lainnya.
2.2. Teori Ekonomi Rumahtangga