Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang didasari oleh model ekonomi rumahtangga usahatani yang menekankan pada kredit dan tabungan relatif belum banyak dilakukan. Model Hiersleifer 1958 dalam Syukur 2002 merupakan salah satu model ekonomi rumahtangga yang berusaha memaksimumkan manfaat dari kegiatan produksi, santai dan konsumsi. Model permintaan Hiersleifer merupakan model permintaan turunan dimana dengan menggunakan model ekonometrika fungsi permintaan kredit dapat diturunkan. Aplikasi model Hiersleifer juga dilakukan Binari 1993 untuk menganalisis perilaku meminjam dan menabung rumahtangga di tiga desa di Kabupaten Sumedang. Hanya saja peubah-peubah yang digunakan dalam penelitian terbatas pada peubah yang terkait langsung dengan kredit, tabungan dan konsumsi. Padahal kenyataannya perilaku rumahtangga pengguna kredit sangat dipengaruhi banyak peubah yang sangat terkait satu sama lain. Selanjutnya peubah-peubah tersebut dicoba dielaborasi dalam penelitian Syukur 2002 misalnya pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, biaya investasi dan lainnya. Namun kelemahan penelitian ini adalah peubah pendapatan rumahtangga dalam analisis rumahtangga, tidak dikelompokkan menjadi berbagai sumber pendapatan, demikian juga halnya dengan curahan waktu kerja. Dengan demikian pengaruh sumber pendapatan, curahan kerja antar kegiatan dan pelaku terhadap model ekonomi rumahtangga tidak dapat dievaluasi. Selama ini kredit program yang telah dilaksanakan Pemerintah sebagian besar ditujukan untuk pembiayaan subsektor tanaman pangan. Nizar 2004 melakukan penelitian di Sumatera Barat menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga Hiersleifer untuk menganalisis determinan perilaku permintaan kredit usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan kredit petani padi nyata dipengaruhi oleh suku bunga, nilai produksi usahatani dan biaya produksi. Sementara itu, pengembalian kredit usahatani KUT sebagai hasil analisis model logit nyata dipengaruhi oleh frekuensi kontak petani dengan petugas lapangan, konsumsi, luas lahan, jarak antara rumah petani dengan sumber kredit dan jenis bantuan kredit. Faktor lain yang tidak nyata berpengaruh adalah pendidikan, jumlah anggota keluarga, nisbah penerimaan dengan nilai kredit dan status penggarapan lahan. Pola kredit yang dianalisis dibedakan menjadi pola umum dan pola khusus, yang semuanya merupakan kredit program dalam bentuk uang tunai. Adanya pengaruh positif dari variabel frekuensi kontak menunjukkan bahwa program kredit sangat berkaitan erat dengan kualitas hubungan antara petani dengan petugas kredit seperti penyuluh lapangan, ketua kelompok dan pengurus KUD. Untuk meningkatkan kinerja pemanfaatan kredit, mekanisme hubungan antara petani dan petugas perlu dikembangkan. Sanim 1998a mengkaji sejauhmana peran lembaga yang terlibat dalam peningkatan efektivitas penyaluran dan pengembalian KUT pola khusus. Hasil menunjukkan bahwa peran kelembagaan sangat mendukung dalam proses pencairan, penyaluran dan pengembalian kredit. Tingkat pengembalian kredit lebih tinggi pada petani yang memperoleh pembinaan intensif dari petugas lapangan. Disebutkan juga bahwa KUT pola khusus telah memberikan dampak positif bagi petani dalam peningkatan produksi dan pendapatannya Sanim, 1998b. Hasil penelitian Kuntjoro 1983 menggunakan model analisis fungsi diskriminan menunjukkan bahwa faktor-faktor positif yang nyata mendorong sejumlah petani peserta Bimas padi di Propinsi Jawa Barat mengembalikan kredit adalah lama petani mengikuti program Bimas, tagihan langsung yang dilakukan oleh petugas Bimas, dan nisbah penerimaan total produksi padi dengan jumlah pinjaman kredit Bimas. Sementara faktor-faktor yang cenderung membuat petani tidak membayar pinjaman adalah tingginya pengeluaran konsumsi keluarga dan nisbah jumlah kredit Bimas padi terhadap penerimaan tunai keluarga yang semakin meningkat. Braverman dan Guasch 1986 mencoba menunjukkan bukti intervensi pemerintah dalam pasar kredit pedesaan di negara berkembang selama 3 dekade terakhir dan membandingkannya dengan teori modern. Bukti tersebut menunjukkan kegagalan signifikan dari kredit program selain untuk mencapai peningkatan output pertanian dengan biaya efektif juga gagal dalam memperbaiki distribusi pendapatan di pedesaan dan mengurangi kemiskinan. Hal ini akibat kecerobohan dan kehilangan akuntabilitasnya dari banyak institusi finansial yang diciptakan sebagai channel kredit pedesaan. Analisis institusi dan lingkungan institusi yang lebih sistematis sangat penting untuk memahami dan mengimplementasikan bentuk kebijakan efektif pasar kredit pedesaan. Studi identifikasi pengembalian kredit ternak domba yang dikembangkan secara terintegrasi dengan perkebunan telah diteliti oleh Sembiring 1996. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit adalah produksi ternak, sex ratio betina, strategi pengembalian setoran cicilan yang tidak terikat dan keaktifan petani dalam kegiatan kelompok tani. Keterlambatan pengembalian kredit lebih disebabkan masalah teknis yang berkaitan dengan pengembangan produktivitas. Petani lebih menyukai pengembalian bentuk ternak karena sex ratio betina di atas 50 persen dan juga karena harga jual di tingkat petani masih rendah. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada faktor teknis dan tidak mengkaitkannya dengan pengeluaran rumahtangga. Hambatan dalam pengembalian kredit akan berdampak pada rendahnya penyaluran kredit selanjutnya. Syafa’at dan Djauhari 1992 dalam penelitiannya mengidentifikasi penyebab rendahnya penyaluran KUT. Salah satu penyebab rendahnya penyaluran KUT adalah adanya kemacetan yang bersifat struktural akibat tidak diperbolehkannya Koperasi Unit Desa mengambil kredit berikutnya bila tunggakan kredit sebelumnya melebihi 20 persen. Kemudian disarankan agar penyaluran kredit berikutnya berdasarkan pada jumlah kredit sebelumnya yang sudah dikembalikan untuk menjamin kredit yang berkelanjutan. Disamping itu juga disarankan terus melakukan upaya penyesuaian paket kredit sesuai kebutuhan petani untuk mengurangi tunggakan KUT. Adanya bantuan modal petani dalam bentuk pemberian kredit tentunya akan memberikan perubahan dalam tingkat pendapatan petani. Penelitian Thamrin 2002 yang menganalisis dampak kredit usaha kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pada usaha kecil kasus nasabah BRI cabang Bogor menyatakan bahwa kredit usaha kecil berperan baik meningkatkan pendapatan pengusaha pada sektor pertanian. Lebih lanjut, faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan adalah besar kredit yang diambil, pengalaman usaha, pendidikan pekerja, nilai penjualan, umur pekerja dan pendidikan pemilik usaha. Asih 2008 dalam penelitiannya menganalisis dampak dan kelayakan kredit terhadap usaha perikanan dan ekonomi rumahtangga nelayan tradisional di Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah. Dari hasil analisis menggunakan model ekonomi rumahtangga nelayan dan kelayakan finansial, kredit yang diberikan kepada nelayan tradisional memberikan dampak positif. Hal ini terlihat dari peningkatan pendapatan, tambahan manfaat serta peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan. Hasil analisis finansial dengan menggunakan discount rate 12 persen, menunjukkan usaha perikanan nelayan tradisional memenuhi Net Present Value NPV 0, Net Benefit Cost BC 1 dan Internal Rate of Return IRR discount rate. Hal ini berarti bantuan kredit di Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah layak dilakukan. Pada penelitian ini sumber pendapatan rumahtangga hanya dibedakan menjadi pendapatan dari perikanan dan di luar perikanan, sedangkan alokasi tenaga kerja dipisahkan menurut gender. Namun demikian, pada penelitian ini tidak dibahas mengenai tingkat kemampuan pengembalian kredit nelayan tradisional sebagai tolak ukur keberhasilan pemberian kredit program. Hal senada juga diungkapkan Azriani 2008 yang menganalisis dampak Bank Perkreditan Rakyat terhadap kinerja usaha kecil menggunakan model persamaan simultan. Hasil menunjukkan bahwa kredit yang diterima usaha kecil berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset penjualan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil.

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian