I nfe k si Sa lura n Pe rna fa sa n Ak ut I SPA

36 Secara nasional, angka cakupan penemuan penderita balita hingga saat ini masih belum mencapai target, seperti tampak pada grafik di bawah ini. GAMBAR 3.18 CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2006 didapatkan 642.700 kasus Pneumonia pada balita, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil penemuan penderita Pneumonia balita dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut ini. TABEL 3.14 HASIL PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006 Tahun Penderita 2002 549.035 2003 502.275 2004 625.611 2005 600.720 2006 642.700 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah kematian balita yang disebabkan Pneumonia pada tahun 2006 sebesar 145 balita yang terdiri dari 114 balita berumur di bawah 1 tahun dan 31 balita berumur 1-4 tahun. e . Pe nya k it K ust a Dalam kurun waktu 10 tahun 1991–2001, angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991 menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001. Pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjadi 0,95, pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk, tahun 2004 meningkat menjadi 0,93 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 0,98 per 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi Kusta pada bulan Juni 2000. 37 Jika ditinjau dari situasi global, Indonesia merupakan negara penyumbang jumlah penderita Kusta ketiga terbanyak setelah India dan Brazil. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian besar penderita dan mantan penderita Kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan. Perkembangan penyakit Kusta yang diindikasikan dengan prevalensi dan penemuan penderita baru menunjukkan adanya penurunan prevalensi Kusta yang sangat tajam pada tahun 1991, di mana Multiple Drug Therapy MDT 24 dosis mulai digunakan. Angka penemuan penderita baru menunjukkan adanya peningkatan penemuan penderita baru tahun 1997, 1998, 1999, yang kemungkinan disebabkan adanya intensifikasi penemuan penderita karena Leprosy Elimination Campaign LEC yang dilaksanakan di 109 kabupaten endemik pada tahun tersebut. Saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang penyakit kusta terbesar di dunia. Pada tahun 2006, WHO mencatat penderita baru di Indonesia menduduki rangking ketiga terbanyak setelah India dan Brasil yaitu sebanyak 19.695 orang. Pada tahun 2006, jumlah penderita penyakit Kusta yang tercatat sebanyak 22.384 kasus dengan 19.457 kasus 86,92 di antaranya merupakan penderita tipe Multi Basiler MB yang diketahui merupakan tipe yang menular dan 2.927 kasus 13,08 merupakan penderita Pausi Basiler PB, dengan angka prevalensi 1.0210.000 penduduk. Prevalensi Kusta per 10.000 penduduk yang tertinggi berada di Maluku Utara sebesar 9,49, disusul oleh Maluku sebesar 3,49 dan Papua sebesar 3,24 dan Gorontalo yang sebesar 3,24. Sedangkan provinsi dengan prevalensi Kusta per 10.000 penduduk terendah adalah Bengkulu sebesar 0,04, disusul oleh DI Yogyakarta sebesar 0,10 dan Sumatera Utara sebesar 0,20. Jumlah kasus baru Kusta yang ditemukan tahun 2006 sebanyak 18.300 kasus, di antaranya 14.750 kasus merupakan penderita tipe Multi Basiler 80,6 sedangkan kasus Pausi Basiler sebesar 3.550 19,4. Secara nasional persentase cacat tingkat II, mencapai 8.67 . Persentase kecacatan terbesar ditemukan di Provinsi Bengkulu yaitu 393 kecacatan 7,75 Situasi penyakit Kusta, jumlah kasus baru Kusta, dan kecacatan menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.17 dan 3.18. Gambaran penderita Kusta dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.15 berikut. TABEL 3.15 JUMLAH PENDERITA KUSTA MENURUT TIPE DAN ANGKA PENEMUAN PENDERITA NCDR PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2002 – 2006 Tahun Jumlah Kasus Tipe PB Tipe MB NCDR per 100.000 2002 16.229 3.853 12.376 7,77 2003 15.549 3.594 11.956 7,29 2004 16.572 3.615 12.957 7,80 2005 18.735 3.859 14.876 8,68 2006 18.300 3.550 14.750 8,35 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Ket : CDR = Case Detection Rate, MB = Multi Basiler, PB = Pausi Basiler Di antara penderita baru yang ditemukan, 8,67 sudah mengalami kecacatan tingkat II kecacatan yang dapat dilihat dengan mata. Angka ini masih di atas indikator program 38 yaitu 5. Keadaan ini menggambarkan masih berlanjutnya penularan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit Kusta sehingga ditemukan sudah dalam keadaan cacat. Provinsi yang mempunyai persentase penderita yang sudah mengalami kecacatan tingkat II tertinggi tahun 2006 adalah Bengkulu 22,22, diikuti Banten 20,22 dan Sumatera Selatan 17,84. Proporsi penderita anak berumur 0-14 tahun di antara penemuan kasus baru Kusta adalah 10,41 yang juga masih di atas indikator program yaitu 5. Provinsi yang mempunyai persentase penderita anak berumur 0-14 tahun tertinggi tahun 2006 adalah Irian Jaya Barat 26,58, diikuti Maluku Utara 21,19 dan Nusa Tenggara Barat 17,38. Perkembangan proporsi kecacatan tingkat II dan perkembangan proporsi anak pada penderita Kusta baru selama 5 tahun terakhir terlihat pada Gambar 3.19 dan Gambar 3.20 di bawah ini. GAMBAR 3.19 PROPORSI KECACATAN TINGKAT II PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2002 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.20 PROPORSI PENDERITA ANAK 0-14 TH PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2002-2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 39 Meskipun Indonesia telah mencapai eliminasi pada pertengahan tahun 2000, penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang cukup besar, karena sampai akhir tahun 2006 masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten yang belum dapat mencapai eliminasi. Dari peta berikut ini terlihat bahwa Indonesia masih banyak menyimpan kantong- kantong Kusta yang kebanyakan berada di Kawasan Timur Indonesia. GAMBAR 3.21 PREVALENSI KUSTA TAHUN 2006 Prevalensi Kusta, 2006 1 1 - 2 1 Tidak ada data Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

f. Pe nya k it M e nula r ya ng Da pa t Dic e ga h de nga n I m unisa si PD3 I

PD3I penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantasditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. PD3I yang dibahas dalam bab ini mencakup penyakit Difteri, Pertusis Batuk Rejan, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Campak, Polio dan Hepatitis B. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.19. 1 T e t a nus N e ona t orum Penanganan Tetanus Neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi Tetanus Toxoid TT pada ibu hamil. Tingkat kematian akibat penyakit ini yang tercermin dalam CFR, cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun 2000, tercatat CFR sebesar 65,12 lalu turun menjadi 54,64. Angka CFR ini kembali naik menjadi 61,90 pada tahun 2002, kemudian sempat mengalami penurunan menjadi 56 pada tahun 2003. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2004 dengan CFR sebesar 50,29, namun pada tahun 2005 CFR kembali naik menjadi 58,57 dengan 82 kematian dari 140 kasus. Tahun 2006 terjadi penurunan CFR yang signifikan menjadi 38,98 dengan 46 kematian dari 118 kasus. 40 GAMBAR 3.22 JUMLAH KASUS DAN CFR TETANUS NEONATORUM DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah kasus tetanus neonatorum menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.19 dan Lampiran 3.20. 2 Ca m pa k Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB. Frekuensi KLB tahun 2002 tercatat sebesar 247, lalu turun menjadi 89 pada tahun 2003. Pada tahun 2004 angka ini justru naik menjadi 97 kemudian meningkat lagi pada tahun 2005. KLB Campak 2005 terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus sebanyak 1.467 dan CFR 0,48. Frekuensi KLB ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Tahun 2006 frekuensi KLB menurun menjadi 42 dengan jumlah kasus 1.644, jumlah kematian 9 dan CFR 0,55.Lampiran 3.31 Kecenderungan yang sama terjadi pada tingkat kematian akibat Campak. Tahun 2002, CFR Campak sebesar 1,45 kemudian turun menjadi 0,3 pada tahun 2003. CFR pada tahun 2004 naik menjadi 1,56 lalu kembali turun menjadi 0,48 pada tahun 2005 dan 0,55 pada tahun 2006. Perkembangan frekuensi KLB Campak, Jumlah penderita dan CFR dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.16 berikut. TABEL 3.16 FREKUENSI, JUMLAH PENDERITA, DAN CFR KLB CAMPAK TAHUN 2002 - 2006 Tahun Frekuensi KLB Jumlah Penderita CFR 2002 247 5.509 1,45 2003 89 2.914 0,3 2004 97 2.818 1,56 2005 122 1.467 0,48 2006 42 1.644 0,55 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI