K unjunga n N e ona t us K N 1 da n K N 2

65 GAMBAR 4.7 PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS TAHUN 2002 – 2006 Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes.Anak, Binkesmas, Depkes RI Tahun 2006 provinsi dengan cakupan neonatus tertinggi adalah Provinsi Jawa Barat 131,91, Bali 94,23 dan Jawa Tengah 91,32 sedangkan provinsi dengan cakupan terendah meliputi Provinsi Papua 19,45, Irian Jaya Barat 30,14 dan Kalimanatan Barat 53,35 seperti terlihat pada Gambar 4.8 di bawah ini. GAMBAR 4.8 PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS KN2 MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes. Anak, Ditjen Binkesmas Depkes RI 66 Cakupan kunjungan neonatus menurut provinsi dibandingkan angka nasional dapat dilihat pada Gambar 4.9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.1. GAMBAR 4.9 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes.Anak, Ditjen Binkesmas Depkes RI 2 . Pe la ya na n K e lua rga Be re nc a na K B Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanitapasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alatcara KB. Tingkat pencapaian Pelayanan Keluarga Berencana dapat digambarkan melalui cakupan peserta KB yang ditunjukkan melalui kelompok sasaran program yang sedangpernah menggunakan alat kontrasepsi menurut daerah tempat tinggal, tempat pelayanan serta jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Cakupan secara lengkap menurut provinsi dari pelayanan KB dapat dilihat pada Lampiran 4.3 sampai dengan Lampiran 4.7. Proporsi wanita umur 15-49 berstatus menikah yang sedang menggunakanmemakai alat KB menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2006 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan cakupan tahun 2005 sebesar 0,02 dari 57,89 pada tahun 2005 menjadi 57,91 pada tahun 2006 dengan daerah perkotaan 58,65 dan daerah perdesaan 57,36. Cakupan tertinggi pada Provinsi Bengkulu sebesar 70,08, Sulawesi Utara 69,75 dan Bali 67,43 sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Maluku yaitu 30,13, Papua 31,22 dan Irian Jaya Barat 31,73. Proporsi wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakanmemakai alat KB menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 5,71 dibandingkan dengan tahun 2005, dari 74,05 pada tahun 2005 menjadi 79,76 pada tahun 2006 dengan daerah perkotaan 81,07 dan daerah perdesaan 78,78. Terdapat 17 provinsi memiliki cakupan ≥ 80 dengan angka tertinggi dicapai Sulawesi Utara 90,36 dan Bengkulu 87,07, 3 provinsi dengan cakupan ≤ 50 meliputi Papua 46,48, Irian Jaya Barat 47,04 dan Maluku 48,21. Proporsi wanita 67 umur 15-49 berstatus menikah yang sedangpernah menggunakanmemakai alat KB dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.3 dan 4.4. GAMBAR 4.10 PROPORSI WANITA BERUMUR 15-49 TAHUN BERSTATUS KAWIN YANG SEDANGPERNAH MENGGUNAKAN ALAT KB TAHUN 2004-2006 Sumber : BPS, Statistik Kesra, 2006 Jenis alat kontrasepsi yang digunakan peserta KB selama tahun 2006 tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan tahun 2003-2005 sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.11 berikut. GAMBAR 4.11 PROPORSI JENIS ALAT KONTRASEPSI YANG DIGUNAKAN TAHUN 2003-2006 Sumber: BPS, Statistik Kesra dan BKKBN Dari Gambar 4.11 di atas menunjukkan bahwa selama tahun 2003-2006 alat kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah suntikan dan pil KB. Pada tahun 2006 jenis kontrasepsi pil KB dan susuk mengalami penurunan persentase, sebaliknya pemakaian kontrasepsi suntikan, AKDR dan kontrasepsi lainnya mengalami peningkatan persentase. Rincian persentase alatcara KB yang dipakai peserta KB aktif menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan 4.6. 68 GAMBAR 4.12 TEMPAT PELAYANAN PESERTA KB TAHUN 2003 – 2006 Sumber : BKKBN Pada Gambar 4.12 diatas, tempat pelayanan untuk peserta KB baru di klinik KB pemerintah mengalami peningkatan 1,42 dari tahun 2005 menjadi 61,08 pada tahun 2006 dari 59,66 pada tahun 2005, sedangkan pelayanan peserta KB di klinik KB swasta, bidan praktek swasta dan dokter praktek swasta sedikit mengalami penurunan pada tahun 2006. Jumlah dan proporsi peserta KB baru kumulatif menurut tempat pelayanan dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.7. 3 . Pe la ya na n I m unisa si Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi unutk bayi umur 0 – 1 tahun BCG, DPT, Polio, Campak, HB, imunisasi untuk Wanita Usia SuburIbu Hamil TT dan imunisasi untuk anak SD kelas1: DT dan kelas 2-3: TT, sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti Desa non UCI, potensialristi KLB, ditemukandiduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis. Pencapaian Universal Child Immunization UCI pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi herd immunity terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I. Dalam hal ini Pemerintah mentargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa kelurahan. Suatu desakelurahan telah mencapai target UCI apabila 80 bayi di desakelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap. Secara nasional, pencapaian UCI tingkat desakelurahan tahun 2004 - 2005 mengalami peningkatan 6,8 dari 69,43 tahun 2004 menjadi 76,23 tahun 2005 Gambar 4.13 namun terjadi penurunan 2.97 pada tahun 2006 yaitu 73.26. 69 GAMBAR 4.13 PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT DESAKELURAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2004-2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Dari 33 provinsi yang dipantau, pada tahun 2005 terdapat 7 provinsi yang telah mencapai target target tahun 2005: ≥ 86 UCI DesaKelurahan yaitu Bali 100, DI Yogyakarta 99,09, Lampung 90, Jawa Tengah 89, Jambi 88,95, Nusa Tenggara Barat 87,53 dan Sulawesi Tenggara 86,87 sedangkan tahun 2006 terdapat 4 provinsi yang telah mencapai target target tahun 2006 ≥ 89 UCI desakelurahan yaitu Bali 99,28, Jambi 92,98, DI Yogyakarta 92,24 dan Nusa Tenggara Barat 89,91. Terdapat enam provinsi yang tidak ada datanya yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Banten, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat. Pencapaian desa UCI menurut provinsi tahun 2004 – 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.8. Sedangkan gambaran pencapaian UCI tingkat DesaKelurahan menurut provinsi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut ini. GAMBAR 4.14 PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT DESAKELURAHAN MENURUT PROVINSI PADA TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 70 Target jangkauan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi DPT1 karena imunisasi ini merupakan salah satu antigen kontak pertama dari semua imunisasi yang diberikan kepada bayi. Gambaran cakupan imunisasi bayi DPT1, Campak dan angka drop out pada tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.15 berikut ini. GAMBAR 4.15 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI DPT-1 DAN CAMPAK SERTA ANGKA DROP OUT DO TAHUN 2002 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada gambar di atas menunjukkan bahwa angka drop out DO DPT1-Campak yang merupakan target efektivitas program selama tahun 2002-2006 berkisar antara 1,5 - 9,3, pada tahun 2006 angka drop out meningkat menjadi 9,3. Beberapa provinsi tidak mencapai target program dimana drop out cakupan DPT1-Campak lebih dari 10 yaitu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Angka drop out cakupan DPT1-Campak menurut provinsi dapat dilihat dalam Lampiran 4.11. Target tingkat perlindungan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi campak karena imunisasi ini merupakan antigen kontak terakhir dari semua imunisasi yang diberikan kepada bayi. Pada tahun 2006 terdapat enam provinsi tidak mencapai target tingkat perlindungan program indikator cakupan campak ≥ 80 yaitu Banten, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua dan Irian Jaya Barat. Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DI Yogyakarta 103,31, DKI Jakarta 101,71 dan Jambi 97,96 ; sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 67,80, Sulawesi Barat 68,29 dan Banten 71,60. Gambaran cakupan imunisasi campak tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.16 berikut. Sedangkan rincian cakupan imunisasi bayi untuk masing-masing jenis vaksin menurut provinsi selama tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.9 dan Lampiran 4.10. 71 GAMBAR 4.16 PERSENTASE PENCAPAIAN IMUNISASI CAMPAK MENURUT PROVINSI TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Maternal and Neonatal Tetanus Elimination MNTE merupakan salah satu kegiatan imunisasi tambahan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus Tetanus Neonatal di setiap Kabupaten hingga 1 kasus per 1000 kelahiran hidup pertahun. Pada masa lalu sasaran kegiatan MNTE adalah calon penganten dan ibu hamil namun pencapaian target agak lambat, sehingga dilakukan kegiatan akselerasi berupa pemberain TT 5 dosis pada seluruh Wanita usia subur termasuk ibu hamil usia 15 – 39 tahun. Untuk cakupan imunisasi TT ibu hamil pada tahun 2000 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut ini. GAMBAR 4.17 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL TAHUN 2002 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada kurun waktu 2002-2005 cakupan imunisasi TT-1 dan TT-2 pada ibu hamil mengalami penurunan namun mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2006 3 untuk TT-1 dan 2,4 untuk TT-2 dari tahun 2005 yakni TT-1 53,6 dan TT-2 49,4 menjadi TT-1 sebesar 56,6 dan TT-2 sebesar 51,8. Provinsi dengan cakupan TT-2 tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat 87,9, Lampung 82,4, dan Kepulauan Bangka Belitung 82,2; 72 adapun provinsi dengan cakupan terendah adalah Jawa Timur 4,2, Irian Jaya Barat 15,0 dan Papua 21,4. Gambaran cakupan imunisasi TT-2 pada ibu hamil menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.18 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.12. GAMBAR 4.18 CAKUPAN IMUNISASI TT-2 PADA IBU HAMIL TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

B. PELAY AN AN K ESEH AT AN RU J U K AN DAN PEN U N J AN G

Salah satu program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2004-2009 adalah upaya kesehatan perorangan yang bertujuan meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman melalui sarana pelayanan kesehatan perorangan Puskesmas, fasilitas kesehatan, RSU, dll. Beberapa kegiatan pokok upaya kesehatan perorangan adalah peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III di rumah sakit, dan lain-lain. Berikut adalah uraian singkat tentang pelayan kesehatan rujukan dan penunjang tersebut. 1 . Pe la ya na n K e se ha t a n di Rum a h Sa k it Upaya kesehatan perorangan dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara, meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkanmemulihkan kesehatan perorangan. Upaya pelayanan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat. a . K unjunga n Ra w a t I na pRa w a t J a la n, Pe la ya na n U nit Da rura t da n Rujuk a n Sebagian besar sarana pelayanan Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan sedangkan rumah sakit yang 73 dilengkapi berbagai fasilitas di samping memberikan pelayanan pada kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani untuk kunjungan rawat jalan. Kunjungan pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 berjumlah 3.116.539 dengan jumlah hari perawatan 15.317.694, pasien keluar hidup sebesar 96,24 dan 3,76 pasien keluar mati. Jumlah kunjungan rawat inap terbanyak pada Provinsi Jawa Tengah 549.710, Jawa Timur 446.662 dan DKI Jakarta 429.209 sedangkan kunjungan rawat inap terkecil pada Provinsi Maluku Utara 5.470, Irian Jaya Barat 10.011 dan Maluku 10.237. Persentase pasien keluar hidup tertinggi pada Provinsi Irian Jaya Barat 97,61, Kalimantan Timur 97,40 dan Maluku 97,07 sedangkan provinsi dengan persentase terkecil adalah Sumatera Utara 94,52, Kalimantan Tengah 94,88 dan Sumatera Barat 94,98. Rincian data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.13.a Kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2006 berjumlah 15.058.774 yang terdiri dari 49,37 kunjungan baru dan 50,63 kunjungan lama. Provinsi dengan kunjungan baru tertinggi adalah Irian Jaya Barat 64,68, Jambi 62,40 dan Nusa Tenggara Timur 59,97 sedangkan provinsi dengan kunjungan baru terendah yaitu DI Yogyakarta 36,50, Sulawesi Utara 40,27 dan Jawa Tengah 40,89. Untuk kunjungan pasien dengan gangguan jiwa pada rumah sakit berjumlah 295.820, provinsi dengan kunjungan tertinggi adalah Jawa Tengah 62.680 sedangkan yang terendah adalah Kepulauan Bangka 10. Rincian data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.13.b Kunjungan pasien di unit darurat pada rumah sakit umum depkespemda pada tahun 2006 sebesar 18,07 dari seluruh kunjungan rumah sakit dimana 17,15 kunjungan unit darurat berasal dari pasien rujukan dan 82,85 berasal dari pasien non rujukan. Pada rumah sakit kelas A dari pasien kunjungan unit darurat sebagian besar berasal dari pasien rujukan sedangkan rumah sakit kelas B, C dan D terbanyak berasal dari pasien non rujukan. Hal ini menyebabkan beban ganda bagi rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan dari sarana pelananan kesehatan dibawahnya. Kunjungan unit darurat pada rumah sakit umum dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. TABEL 4.1 KUNJUNGAN PELAYANAN UNIT DARURAT PADA RSU DEPKESPEMDA MENURUT KELAS DI INDONESIA TAHUN 2006 Kelas RSU Jumlah Pengunjung Kunjungan Unit Darurat Pasien Rujukan Pasien Non Rujukan Jumlah Jumlah Jumlah Kelas A 982.733 113.126 11,51 59.808 52,87 53.318 47,13 Kelas B 4.940.539 867.834 17,57 113.859 13,12 753.975 86,88 Kelas C 4.283.317 834.265 19,48 142.699 17,10 691.566 82,90 Kelas D 333.151 89.204 26,78 10.188 11,42 79.016 88,58 Total 10.539.740 1.904.429 18,07 326.554 17,15 1.577.875 82,85 Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes Pelayanan pasien di unit darurat rumah sakit meliputi dirawat, dirujuk, dipulangkan dan mati. Pasien yang datang di unit gawat darurat 55,30 terus dirawat, 1,79 di rujuk ke rumah sakit lain, 41,91 dipulangkan setelah diberi pelayanan dan hanya 1,00 yang meninggal. Dilihat dari pencapaian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pelayanan di rumah sakit masih banyak melayani pasien yang seharusnya ditangani oleh tingkat