Pe nya k it Ra bie s Fila ria sis

47 Kasus GHPR terbanyak dilaporkan dari Sumatera Barat 2.538 kasus sedangkan terkecil adalah Banten 10 kasus. Kasus penyakit Rabies yang menyebabkan kematian pada manusia Lyssa terbanyak dilaporkan dari Sulawesi Utara 21 kasus dan Sulawesi Tengah 15 kasus. GAMBAR 3.28 KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES GHPR DAN LYSSA PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah dan persentase kabupaten terjangkit penyakit Rabies dan jumlah kasus gigitan hewan penular penyakit Rabies serta hasil pemeriksaan spesimen hewan menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat dalam Lampiran 3.35.

i. Fila ria sis

Penyakit Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan dari hasil mapping sampai dengan tahun 2006 yang dilaporkan bahwa kasus kronis Filariasis tersebar di 33 provinsi di 377 kabupatenkota dengan jumlah kasus kronis Filariasis mencapai 10.427 kasus. Lihat Lampiran 3.36 Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3 spesies cacing Filaria, yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia malayi , dan Brugia timori. Program eliminasi penyakit Filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020 ” yang merupakan realisasi dari resolusi WHO pada tahun 1997. Program eliminasi ini dilaksanakan melalui dua pilar kegiatan yaitu : 1. Pengobatan masal kepada semua penduduk di kabupaten endemis penyakit Filariasis dengan menggunakan DEC 6mgkgBB dikombinasikan dengan Albendazol 400 mg sekali setahun selama 5 tahun guna memutuskan rantai penularan. 2. Tatalaksana kasus klinis penyakit Filariasis guna mencegah dan mengurangi kecacatan. 48 GAMBAR 3.29 DISTRIBUSI KASUS KRONIS FILARIASIS TAHUN 2002-2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah penderita penyakit Filariasis menurut provinsi pada tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.36.

j. K e c a c inga n

Penyakit Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius di Indonesia karena cukup banyaknya penduduk yang menderita kecacingan. Penyakit ini dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh dan terhambatnya tumbuh kembang anak karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat dan zat besi, sehingga dapat menyebabkan anemia dan kurang gizi. Cacing penyebab penyakit pada manusia terdiri dari Cacing gelang Ascaris lumbricoides , Cacing cambuk Trichuris trichiura, Cacing kremi Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis, Cacing tambang Necator americanus dan Ancylostoma duodenale dan Trematoda. Dari hasil pemeriksaan tinja pada anak SD di 27 provinsi selama tahun 2002-2006, pada grafik berikut menampilkan prevalensi cacingan pada anak SDMI di kabupaten terpilih dan prevalensi kecacingan menurut jenis cacing. 49 GAMBAR 3.30 DISTRIBUSI PREVALENSI KECACINGAN PADA ANAK SD DI KABUPATEN TERPILIH TAHUN 2002 - 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GRAFIK 3.31 PREVALENSI KECACINGAN PADA ANAK SD DI KABUPATEN TERPILIH MENURUT JENIS CACING TAHUN 2002 - 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI k . Fra m busia Penyakit Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak–anak berusia di bawah 15 tahun. Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin, perdesaan dan marjinal dimana kepadatan penduduk, kekurangan persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat di mana– mana. Penyakit Frambusia sampai saat ini belum dapat dieliminasi dari seluruh wilayah Indonesia, meskipun secara nasional angka prevalensinya sudah kurang dari 1 per 100.000 penduduk. Prevalensi rate secara nasional pada tahun 2006 adalah 0,25 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2006 penyakit Frambusia hanya dilaporkan di lima provinsi. Provinsi dengan angka prevalensi yang masih cukup tinggi terutama di wilayah Indonesia bagian