Pe nya k it M e nula r ya ng Da pa t Dic e ga h de nga n I m unisa si PD3 I

40 GAMBAR 3.22 JUMLAH KASUS DAN CFR TETANUS NEONATORUM DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah kasus tetanus neonatorum menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.19 dan Lampiran 3.20. 2 Ca m pa k Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB. Frekuensi KLB tahun 2002 tercatat sebesar 247, lalu turun menjadi 89 pada tahun 2003. Pada tahun 2004 angka ini justru naik menjadi 97 kemudian meningkat lagi pada tahun 2005. KLB Campak 2005 terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus sebanyak 1.467 dan CFR 0,48. Frekuensi KLB ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Tahun 2006 frekuensi KLB menurun menjadi 42 dengan jumlah kasus 1.644, jumlah kematian 9 dan CFR 0,55.Lampiran 3.31 Kecenderungan yang sama terjadi pada tingkat kematian akibat Campak. Tahun 2002, CFR Campak sebesar 1,45 kemudian turun menjadi 0,3 pada tahun 2003. CFR pada tahun 2004 naik menjadi 1,56 lalu kembali turun menjadi 0,48 pada tahun 2005 dan 0,55 pada tahun 2006. Perkembangan frekuensi KLB Campak, Jumlah penderita dan CFR dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.16 berikut. TABEL 3.16 FREKUENSI, JUMLAH PENDERITA, DAN CFR KLB CAMPAK TAHUN 2002 - 2006 Tahun Frekuensi KLB Jumlah Penderita CFR 2002 247 5.509 1,45 2003 89 2.914 0,3 2004 97 2.818 1,56 2005 122 1.467 0,48 2006 42 1.644 0,55 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 41 Sementara itu, jumlah kasus Campak menurut kelompok umur pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.17 di bawah ini. TABEL 3.17 JUMLAH KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007 Pada tahun 2006, dari 20.422 kasus penyakit campak, 16.584 kasus 81,21 diantaranya tidak mendapatkan imunisasi campaktidak diketahui. Jumlah kasus penyakit campak dan vaksinasi campak menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.21 dan Lampiran 3.22. 3 Dift e ri Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah. Rendahnya kasus Difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Pada tahun 2005 terjadi 29 kali KLB dengan jumlah kasus sebanyak 65 dan CFR sebesar 13,85. Angka CFR ini lebih rendah dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Pada tahun 2003 CFR sebesar 23, kemudian turun menjadi 9,4 pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 13,85 pada tahun 2005. Tahun 2006 terjadi penurunan jumlah frekuensi KLB, dimana terjadi KLB 5 kali dan terdapat 15 kasus dan 1 kasus kematian. Frekuensi KLB, jumlah kasus dan CFR Difteri pada tahun 2002-2006 disajikan pada Tabel 3.18 berikut ini. TABEL 3.18 FREKUENSI KLB, JUMLAH KASUS DAN CFR DIFTERI TAHUN 2002 – 2006 Tahun Frekuensi KLB Kasus CFR 2002 43 60 13 2003 54 86 23 2004 34 106 9,4 2005 29 65 13,85 2006 5 15 6,67 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2006, jumlah seluruh kasus Difteri di rumah sakit dan puskesmas sebanyak 2.337 kasus. Kasus terbanyak di Sumatera Utara dengan 2.014 kasus dengan kasus terbanyak pada golongan usia 5-14 tahun 660 kasus, Nanggroe Aceh Darussalam dengan 95 kasus, diikuti Sulawesi Selatan sebanyak 76 kasus. Jumlah kasus penyakit Difteri menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.23. Umur Kasus 1 tahun 2.009 1-4 tahun 7.136 5-9 tahun 5.900 10-14 tahun 2.881 15 tahun 2.496 Jumlah 20.422 42 4 Pe rt usisBa t uk Re ja n Pada tahun 2006, jumlah kasus Pertusis yang dirawat jalan di rumah sakit sebanyak 252 kasus, yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 144 kasus dan yang dirawat di puskesmas sebanyak 7.185 kasus. Gambaran kasus PertusisBatuk Rejan menurut kelompok umur disajikan pada TABEL 3.19 berikut ini. TABEL 3.19 KASUS PERTUSISBATUK REJAN MENURUT UMUR TAHUN 2006 Umur Kasus 1 tahun 640 1-4 tahun 1.840 5-14 tahun 2.060 15-44 tahun 1.692 45 tahun 1.349 Jumlah 7.581 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2006, jumlah seluruh kasus PertusisBatuk Rejan di rumah sakit dan puskesmas sebanyak 7.581 kasus. Kasus terbanyak di Nanggroe Aceh Darussalam dengan 1.357 kasus, Sumatera Utara dengan 1.267 kasus, diikuti Jawa Barat sebanyak 1.159 kasus. Jumlah kasus dan angka insiden penyakit PertusisBatuk Rejan menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan pada Lampiran 3.24. 5 H e pa t it is H e pa t it is K linis da n H e pa t it is B Menurut laporan pada tahun 2006, jumlah kasus Hepatitis klinis yang dirawat jalan di rumah sakit sebanyak 2.676 kasus, yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 1.671 kasus dengan kematian pada 5 kasus, dan yang dirawat di puskesmas 12.413 kasus. Jumlah kasus penyakit Hepatitis klinis menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan pada Lampiran 3.25. Pada tahun 2006, jumlah kasus Hepatitis B di Indonesia sebesar 1.727 kasus terdiri dari 278 kasus rawat jalan di rumah sakit dan 1.449 kasus rawat inap di rumah sakit. Sedangkan terjadi kematian 7 kasus di rawat inap rumah sakit. Jumlah kasus penyakit Hepatitis B menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan pada Lampiran 3.26. 6 Polio AFP-Ac ut e Fla c c id Pa ra lysisLum puh La yu Ak ut Pada tahun 2006, jumlah kasus AFP sebanyak 1.526 kasus, dengan AFP Rate per 100.000 penduduk sebesar 2,49 dan Non Polio AFP Rate per 100.000 penduduk sebesar 2,46. Kasus AFP terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat 237 kasus diikuti Jawa Timur 228 kasus dan Jawa Tengah 190 kasus. 43 GAMBAR 3.23 AFP RATE TAHUN 2006 Sumber: Profil Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah kasus AFP Polio menurut provinsi, jumlah kasus AFP Polio menurut kriteria klasifikasi klinis dan provinsi, dan perkembangan Kejadian Luar Biasa KLB Polio tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.27, 3.28 dan Lampiran 3.29. 7 T e t a nus Pada tahun 2006, jumlah kasus Tetanus yang dirawat jalan di rumah sakit sebanyak 578 kasus, yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 633 kasus dan 2 di antaranya meninggal dunia dan yang dirawat di puskesmas 1.338 kasus. Jumlah kasus penyakit Tetanus menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan pada Lampiran 3.30. g. Pe nya k it Pot e nsia l K LBWa ba h Beberapa penyakit menular berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa KLB atau wabah. Frekuensi KLB tertinggi adalah penyakit Demam Berdarah Dengue DBD, diikuti penyakit Diare, Keracunan Makanan, penyakit Campak dan penyakit Tetanus. Sedangkan Case Fatality Rate CFR tertinggi adalah penyakit Tetanus 42,86, yaitu 18 kematian dari 42 kasus. Penyakit yang menimbulkan KLB di Indonesia pada tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.31. 1 . Pe nya k it Dia re Tingkat kematian pada penyakit Diare pada tahun 2006 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2006, CFR akibat diare sebesar 2,52 dengan 277 orang meninggal dari 10.980 kasus. Angka ini jauh lebih tinggi jika kita bandingkan dengan tahun 2005, yaitu 2,51 dengan 127 orang meninggal dari 5.051 kasus. Perkembangan KLB penyakit Diare lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.20 di bawah ini. 44 TABEL 3.20 KLB PENYAKIT DIARE MENURUT JUMLAH PROVINSI DENGAN KLB, JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN CFR TAHUN 2000 – 2006 Tahun Jumlah Provinsi dengan KLB Jumlah Kasus Meninggal CFR 2002 15 5.789 94 1,62 2003 22 4.622 128 2,77 2004 16 3.314 53 1,60 2005 12 5.051 127 2,51 2006 16 10.980 277 2,52 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, Profil PP-PL 2006 Dari 16 provinsi yang melaporkan adanya KLB, wilayah dengan tingkat kematian tertinggi akibat penyakit Diare adalah Sulawesi Barat, yaitu 15,00 3 meninggal dari 20 kasus, disusul oleh Gorontalo dengan CFR sebesar 5,65 12 kasus meninggal dari 177 kasus dan Maluku Utara dengan CFR sebesar 5,31 6 meninggal dari 133 kasus. Jumlah kasus, meninggal dan CFR penyakit Diare tiap provinsi dari tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.32. 2 De m a m Be rda ra h De ngue Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi dengan jumlah kabupatenkota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330 kabupatenkota 75 dari seluruh kabkota. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan. Sedangkan angka kematian cenderung menurun. Pada tahun 2006, jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue DBD dilaporkan sebanyak 114.656 kasus dengan angka kematian CFR sebesar 1,04 dan angka insiden sebesar 52,48 kasus per 100.000 penduduk. . Perkembangan angka insiden dan angka kematian karena penyakit DBD pada tahun 2000 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 3.22 di bawah ini. GAMBAR 3.24 ANGKA INSIDEN PER 100.000 PENDUDUK DAN CFR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TAHUN 2000 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 45 Provinsi dengan angka insiden penyakit DBD tertinggi pada tahun 2006 adalah DKI Jakarta 316,17 per 100.000 penduduk, Bali 170,57 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur 103,64 per 100.000 penduduk, dan Kepulauan Riau 74,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan CFR tertinggi di Sulawesi Barat sebesar 3,23, disusul oleh Sulawesi Tenggara sebesar 3,16, dan Jambi sebesar 3,01. Jumlah penderita, angka kematian, dan angka insiden penyakit DBD menurut provinsi pada tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.33, sedangkan jumlah kabupatenkota yang terjangkit penyakit DBD menurut provinsi tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.34. 3 Chik ungunya Dalam 5 tahun terakhir 2001-2006, penyakit Chikungunya telah tersebar di 10 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Pada Profil Direktorat Jendral PP-PL Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa pada tahun 2004 dilaporkan kasus penyakit Chikungunya di lima provinsi dengan jumlah 1.266 kasus, pada tahun 2005 dilaporkan di empat provinsi dengan 340 kasus, dan pada tahun 2006 dilaporkan di lima provinsi dengan 1.544 kasus. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian. TABEL 3.21 JUMLAH KASUS PENYAKIT CHIKUNGUNYA TAHUN 2004-2006 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Provinsi Kasus Periode Provinsi Kasus Periode Provinsi Kasus Periode Jawa Barat 35 Januari Banten 86 Juli Sumatera Selatan 501 Agustus Jawa Tengah 722 Januari Sulawesi Utara 52 Desember- April Sumatera Utara 37 Oktober- November DI Yogyakarta 74 Januari Jawa Timur 168 Februari- Maret Banten 130 September- Desember Jawa Timur 429 Januari- Agustus NTB 34 Januari- Mei Jawa Barat 850 Juli- Desember NTB 6 Januari Kalimantan Tengah 26 Juli Total 1,266 340 1,544 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.25 SEBARAN KASUS PENYAKIT CHIKUNGUNYA TAHUN 2004 – 2006 Daerah sebaran kasus demam chikungunya Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 46

h. Pe nya k it Ra bie s

Pada tahun 2006, jumlah kabupatenkota terjangkit penyakit Rabies sebanyak 199 kabupatenkota dari 23 provinsi. Jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR sebanyak 13.929 orang. Jumlah kasus GHPR yang mendapat Vaksin Anti Rabies VAR sebanyak 8.959 hewan. Dan jumlah kasus penyakit Rabies yang menyebabkan kematian Lyssa sebanyak 106 orang. GAMBAR 3.26 DAERAH TERTULAR RABIES TAHUN 2006 Daerah tertular rabies 23 Provinsi Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Kasus GHPR dari tahun 2001 sampai dengan 2004 cenderung naik, tetapi pada tahun 2005 dan 2006 menurun. Namun Lyssa selama tahun 2001 – 2005 cenderung meningkat, seiring dengan terjadinya KLB penyakit Rabies di Kalimantan Barat dan Maluku Utara, dan menurun lagi pada tahun 2006. Situasi penyakit Rabies di Indonesia Tahun 2001-2006 dapat dilihat pada grafik di bawah ini. GAMBAR 3.27 SITUASI RABIES DI INDONESIA TAHUN 2001 – 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 47 Kasus GHPR terbanyak dilaporkan dari Sumatera Barat 2.538 kasus sedangkan terkecil adalah Banten 10 kasus. Kasus penyakit Rabies yang menyebabkan kematian pada manusia Lyssa terbanyak dilaporkan dari Sulawesi Utara 21 kasus dan Sulawesi Tengah 15 kasus. GAMBAR 3.28 KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES GHPR DAN LYSSA PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2006 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah dan persentase kabupaten terjangkit penyakit Rabies dan jumlah kasus gigitan hewan penular penyakit Rabies serta hasil pemeriksaan spesimen hewan menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat dalam Lampiran 3.35.

i. Fila ria sis

Penyakit Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan dari hasil mapping sampai dengan tahun 2006 yang dilaporkan bahwa kasus kronis Filariasis tersebar di 33 provinsi di 377 kabupatenkota dengan jumlah kasus kronis Filariasis mencapai 10.427 kasus. Lihat Lampiran 3.36 Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3 spesies cacing Filaria, yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia malayi , dan Brugia timori. Program eliminasi penyakit Filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020 ” yang merupakan realisasi dari resolusi WHO pada tahun 1997. Program eliminasi ini dilaksanakan melalui dua pilar kegiatan yaitu : 1. Pengobatan masal kepada semua penduduk di kabupaten endemis penyakit Filariasis dengan menggunakan DEC 6mgkgBB dikombinasikan dengan Albendazol 400 mg sekali setahun selama 5 tahun guna memutuskan rantai penularan. 2. Tatalaksana kasus klinis penyakit Filariasis guna mencegah dan mengurangi kecacatan.