K EADAAN LI N GK U N GAN

12 Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator seperti; persentase rumah tangga sehat, persentase rumah tangga menurut sumber air minum, persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompasumurmata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotorantinja, dan persentase rumah tangga menurut kepemilikan fasilitas buang air besar. 1 . Rum a h T a ngga Se ha t Terdapat beberapa indikator lingkungan yang harus dipenuhi sebuah rumah tangga agar dapat disebut sebagai rumah tangga sehat, yaitu ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni, dan lantai rumah bukan dari tanah. Selain itu juga terdapat indikator lain yang terkait dengan faktor perilaku dan keterjangkauan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan. Persentase rumah tangga sehat pada tahun 2006 mencapai 24,96. Provinsi dengan persentase rumah tangga sehat tertinggi adalah Kalimantan Timur sebesar 41.45 diikuti oleh Sulawesi Utara sebesar 39,22 dan Bali sebesar 37,38. Sedangkan provinsi dengan persentase rumah tangga sehat terendah adalah Sumatera Selatan sebesar 7,71 diikuti oleh Banten sebesar 13,47 dan Gorontalo sebesar 15. Persentase rumah tangga sehat berdasarkan provinsi disajikan pada Lampiran 2.17. 2 . Ak se s T e rha da p Air M inum Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2006 yang diterbitkan oleh BPS mengkategorikan sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2 kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindung dan tidak terlindung. Sumber air minum terlindung terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan. Sedangkan sumber air minum tak terlindung terdiri dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, dan lainnya. Data yang terdapat pada Statistik Kesra BPS Tahun 2006 menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung sebesar 82,29, sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum tak terlindung sebesar 17,71. Provinsi dengan persentase terbesar untuk rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung adalah DKI Jakarta, yaitu 99,44, diikuti oleh Bali sebesar 93,61 dan Jawa Timur sebesar 89,26. Persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung yang paling rendah berada di Provinsi Papua, yaitu sebesar 50,47, diikuti oleh Kalimantan Tengah 54,23 dan Irian Jaya Barat 57,05. Pada kelompok sumber air minum terlindung, sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki sumur terlindung dengan persentase 34,64. Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum ledeng menempati urutan ke-2 yaitu 18,38, kemudian pompa 13,63, mata air terlindung 8,68, air kemasan 4,43 dan air hujan 2,53. Sedangkan pada kelompok air minum tak terlindung, rumah tangga di Indonesia sebagian besar memanfaatkan sumur tak terlindung dengan persentase 10,18, diikuti oleh mata air tak terlindung sebesar 4,18, air sungai sebesar 2,99 dan lainnya sebesar 0,36. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum, provinsi dan wilayah secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 2.12, 2.12.a, dan Lampiran 2.12.b. 13 GAMBAR 2.6 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM TAHUN 2006 3 . J a ra k Sum be r Air M inum de nga n T e m pa t Pe na m punga n Ak hir K ot ora nT inja Sumber air minum sering menjadi sumber pencemar pada penyakit water borne disease . Oleh karena itu sumber air minum harus memenuhi syarat lokalisasi dan konstruksi . Syarat lokalisasi menginginkan agar sumber air minum terhindar dari pengotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk kakus lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah dan sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan tanah dan kemiringannya. Pada umumnya jarak sumber air minum dengan beberapa sumber pengotor termasuk tempat penampungan akhir kotorantinja tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah sumber-sumber tersebut. Statistik Kesra BPS juga menampilkan persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompasumurmata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotorantinja terdekat dan provinsi. Data tersebut menyebutkan bahwa secara nasional sebanyak 46,57 rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompasumurmata air terhadap tempat penampungan kotoran akhirtinja sebesar 10 meter. Sedangkan sebanyak 28,96 memiliki jarak 10 meter dan sisanya sebanyak 24,47 tidak tahu. Pada rumah tangga yang memiliki jarak 10 meter pada sumber air minumnya, persentase terbesar adalah DI Yogyakarta sebesar 62,08, diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 59,81 dan Kalimantan Timur 57,70. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Banten sebesar 32,80 diikuti oleh Sulawesi Tengah sebesar 34,96 dan Nusa Tenggara Barat sebesar 35,02. Persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompasumurmata air menurut tipe daerah, jarak ke tempat penampungan akhir kotorantinja terdekat dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.13. Sumber : Statistik Kesra, 2006 14 GAMBAR 2.7 PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN JARAK SUMBER AIR MINUM KE TPA TINJA 10 METER TAHUN 2006 3 . Fa silit a s T e m pa t Bua ng Air Be sa r Keberadaan fasilitas buang air besar telah menjadi kebutuhan penting pada kehidupan masyarakat modern. Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan isu penting dalam menentukan kualitas hidup penduduk. Statistik Kesra Tahun 2006 membagi rumah tangga berdasarkan kepemilikan fasilitas tempat buang air besar yang terdiri dari; sendiri, bersama, umum, dan tidak ada. Secara nasional, persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 60,38, rumah tangga yang memiliki bersama 13,90, umum sebesar 6,05 dan tidak ada sebesar 19,67. Persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar di perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Persentase di perkotaan sebesar 71,97, sedangkan di perdesaan sebesar 51,65. Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar tertinggi adalah Riau sebesar 80,96 diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 75,01 dan DKI Jakarta sebesar 74,74. Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 28,83 diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 33,68 dan Sulawesi Barat sebesar 38,16. Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar, tipe daerah dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.14. Sumber : Statistik Kesra, 2006 15 GAMBAR 2.8 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KEPEMILIKAN FASILITAS TEMPAT BUANG AIR BESAR TAHUN 2006 4 . Lua s La nt a i Pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun perdesaan berdampak negatif terhadap terhadap perbandingan antara jumlah luas lantai hunian terhadap penghuni dan berkurangnya ruang terbuka pada area pemukiman. Hal ini tentu saja memiliki implikasi terhadap status kesehatan masyarakat penduduk. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni kuman. Kuman yang pada umumnya adalah penyebab penyakit menular saluran napas semakin banyak bila penghuni semakin besar. Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan diketahui juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan lingkungan bebas, tempat bermain luas yang mampu mendukung daya kreatifitasnya. Dengan kata lain, rumah bila terlampau padat di samping merupakan media yang cocok untuk terjadinya penularan penyakit khususnya penyakit saluran napas juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Statisik Kesra, BPS tahun 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki luas lantai 50-99 m 2 , sebesar 41,63, diikuti oleh rumah tangga dengan luas lantai 20-49 m 2 , sebesar 39,11 dan rumah tangga dengan luas lantai 100-149 m 2 sebesar 8,67. Persentase rumah tangga menurut luas lantai tempat tinggal m 2 , tipe daerah, dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2.11.

E. K EADAAN PERI LAK U M ASY ARAK AT

Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yaitu: persentase penduduk yang berobat jalan dan mengobati sendiri selama sebulan yang lalu, menurut tempat tinggal perkotaan dan perdesaan, persentase penduduk yang berobat jalan selama sebulan yang lalu menurut tempatcara berobat, dan persentase anak 2-4 tahun yang pernah disusui. Indikator yang disajikan mengacu pada Statistik Kesra Tahun 2006. Sumber : Statistik Kesra, 2006 16 1 . U pa ya Pe nduduk da la m Pe nc a ria n Pe ngoba t a n Statistik Kesra Tahun 2006 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan. Sebanyak 71,44 penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu memilih untuk mengobati sendiri. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 sebesar 69,88. Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 34,13 dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 34,43. Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di Provinsi Bali, yaitu 46,82 yang diikuti oleh Nusa Tenggara Timur, 45,72 dan DKI Jakarta sebesar 39,46. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Maluku sebesar 19,36, Sulawesi Barat sebesar 21,10, dan Riau sebesar 21,80. Dalam hal keputusan untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu, Provinsi Maluku Utara menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 81,73, diikuti oleh Gorontalo sebesar 81,27 dan Kalimantan Tengah sebesar 78,49. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 51,38, Nusa Tenggara Timur sebesar 56,64 dan Sulawesi Utara sebesar 61,92. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.20. 2 . T e m pa t Pe nduduk Be roba t J a la n Persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan, dikelompokkan berdasarkan tempat berobat, yaitu Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Praktek Dokter, PuskesmasPustu Puskesmas Pembantu, Praktek Nakes tenaga kesehatan, Praktek Batra Pengobatan Tradisional dan Dukun Bersalin. Menurut Statistik Kesra Tahun 2006, tempat yang paling banyak dikunjungi adalah PuskesmasPustu yaitu sebesar 40,45, diikuti oleh praktek Dokter sebesar 23,85, dan Petugas Kesehatan sebesar 19,10. Pada tahun 2006, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terbesar adalah Papua sebesar 65,94, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 64,32 dan Sulawesi Barat 63,98. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terendah adalah Bali sebesar 28,59, diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 29,00 dan DKI Jakarta sebesar 31,52. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.21.