K EADAAN PERI LAK U M ASY ARAK AT

16 1 . U pa ya Pe nduduk da la m Pe nc a ria n Pe ngoba t a n Statistik Kesra Tahun 2006 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan. Sebanyak 71,44 penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu memilih untuk mengobati sendiri. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 sebesar 69,88. Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 34,13 dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 34,43. Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di Provinsi Bali, yaitu 46,82 yang diikuti oleh Nusa Tenggara Timur, 45,72 dan DKI Jakarta sebesar 39,46. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Maluku sebesar 19,36, Sulawesi Barat sebesar 21,10, dan Riau sebesar 21,80. Dalam hal keputusan untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu, Provinsi Maluku Utara menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 81,73, diikuti oleh Gorontalo sebesar 81,27 dan Kalimantan Tengah sebesar 78,49. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 51,38, Nusa Tenggara Timur sebesar 56,64 dan Sulawesi Utara sebesar 61,92. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.20. 2 . T e m pa t Pe nduduk Be roba t J a la n Persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan, dikelompokkan berdasarkan tempat berobat, yaitu Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Praktek Dokter, PuskesmasPustu Puskesmas Pembantu, Praktek Nakes tenaga kesehatan, Praktek Batra Pengobatan Tradisional dan Dukun Bersalin. Menurut Statistik Kesra Tahun 2006, tempat yang paling banyak dikunjungi adalah PuskesmasPustu yaitu sebesar 40,45, diikuti oleh praktek Dokter sebesar 23,85, dan Petugas Kesehatan sebesar 19,10. Pada tahun 2006, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terbesar adalah Papua sebesar 65,94, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 64,32 dan Sulawesi Barat 63,98. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terendah adalah Bali sebesar 28,59, diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 29,00 dan DKI Jakarta sebesar 31,52. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.21. 17 GAMBAR 2.9 PERSENTASE PENDUDUK YANG BEROBAT JALAN KE PUSKESMASPUSTU TAHUN 2006 3 . Ana k 2 -4 T a hun ya ng Pe rna h Disusui Gambaran anak yang pernah disusui berdasarkan lamanya disusui juga disajikan pada Statistik Kesra 2006. Indikator dalam bentuk persentase ini dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu 5 bulan, 6-11 bulan, 12-17 bulan, 18-23 bulan, dan 24 bulan. Sebagian besar anak umur 2-4 tahun disusui selama 24 bulan, hal ini terlihat dari persentase sebesar 43,46 yang kemudian diikuti kelompok yang disusui selama 18-23 bulan sebesar 21,68, dan kelompok yang disusui selama 12-17 bulan sebesar 20,77. Provinsi dengan persentase anak yang pernah disusui selama 24 bulan tertinggi adalah Kalimantan Tengah sebesar 60,56, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 59,31 dan Nusa Tenggara Barat sebesar 55,93. Sedangkan persentase terendah adalah Provinsi Maluku sebesar 14,22 diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 24,09 dan Maluku Utara sebesar 32,19. Secara nasional, persentase bayi yang disusui selama 24 bulan mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2004, persentase mencapai 41,36, angka ini naik menjadi 42,80 pada tahun 2005 yang kemudian kembali naik pada tahun 2006 mencapai 43,46. Rincian per provinsi dan wilayah dapat dilihat pada Lampiran 2.23, 2.23.a, dan Lampiran 2.23.b. Sumber : Statistik Kesra, 2006 18 GAMBAR 2.10 PERSENTASE ANAK USIA 2-4 YANG PERNAH DISUSUI MENURUT LAMANYA DISUSUI TAHUN 2006 Uraian di atas merupakan penjelasan secara umum tentang Indonesia tahun 2006 secara ringkas. Penjelasan yang diberikan melingkupi berbagai aspek, seperti kependudukan, perekonomian, pendidikan, kesehatan lingkungan, dan beberapa perilaku penduduk yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor kesehatan. Sumber : Statistik Kesra, 2006 19 Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia berikut ini disajikan situasi mortalitas dan morbiditas.

A. M ORT ALI T AS

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan di bawah ini. 1 . Angk a K e m a t ia n Ba yi AK B Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. AKB di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, SurkesnasSusenas, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2005. Gambaran perkembangan terakhir mengenai estimasi AKB dari beberapa sumber dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini. BAB I I I SI T U ASI DERAJ AT K ESEH AT AN 20 GAMBAR 3.1 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP TAHUN 1995 S.D TAHUN 2005 Sumber: Indikator Kesejahteraan Anak 2001 estimasi SUPAS 1995, Estimasi Susenas 2002-2003, dan SDKI 2002-2003 Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar meskipun pada tahun 2000 dan 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1995 AKB diperkirakan sebesar 55 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi menjadi 47 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil SurkesnasSusenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup. AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003. AKB menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Provinsi dengan AKB terendah adalah DKI Jakarta 14 per 1.000 kelahiran hidup, DI Yogyakarta 14 per 1.000 kelahiran hidup, dan Sulawesi Utara 16 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi di Nusa Tenggara Barat 51 per 1.000 kelahiran hidup, Maluku Utara 43 per 1.000 kelahiran hidup, dan Sulawesi Tengah 40 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002, AKB di rumah sakit 40,6 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 2003, AKB di rumah sakit mengalami penurunan berarti yaitu sebesar 22,9 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2004 mengalami sedikit kenaikan menjadi 29,4 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 2005 dan 2006 mengalami penurunan menjadi 23,7 per 1.000 kelahiran hidup dan 25,9 per 1.000 kelahiran hidup. Tabel 3.1 di bawah ini merupakan data kematian bayi di rumah sakit selama tahun 2002–2006.